Vonis Atut Lebih Ringan Daripada LHI. Keadilan Ini Milik Siapa?

Hari ini, Senin, 1 September 2014,  vonis Pengadilan Tipikor dengan terdakwa Gubernur Banten Non-aktif Ratu Atut Chosiyah dijatuhkan.

Vonis yang diterima oleh Ratu Atut Chosiyah hanya selama 4 tahun kurungan, denda 200 juta subsider 5 bulan kurungan. Jauh lebih ringan daripada tuntutan Jaksa KPK, 10 tahun kurungan dan denda 250 juta.

Vonis yang ringan itu masih pula diwarnai oleh dissenting opinion dari Hakim Anggota 4, Alexander Marwata yang menilai Atut tidak bersalah. Hakim Alexander menilai Atut tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer maupun subsider. Dengan demikian, menurut Alexander, Atut sedianya dibebaskan dari segala tuntutan.

"Terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider dan harus dibebaskan," kata Alexander dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 1 September 2014.

Tambahan lagi, menurut majelis hakim, tuntutan untuk mencabut hak politik Atut tidak relevan karena jaksa KPK tak pernah mendakwa Atut dengan Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengatur soal pidana tambahan.

“Menimbang dalam perkara terdakwa Ratu Atut Chosiyah tidak didakwa dengan Pasal 18 UU Nomor 31/1999. Oleh karenanya, terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana yang dimaksud Pasal 18," ujar hakim anggota Sutio Jumagi saat membacakan pertimbangan putusan Ratu Atut dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin pagi tadi.

Mari menyegarkan ingatan sejenak….

Kasus sengketa pilkada Lebak, Banten, berawal dari kekalahan pasangan calon bupati dan calon wakil bupati Amir-Kasmin dari pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi.
Pasangan ini kemudian mengajukan gugatan sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Selama proses hukum inilah Ratu Atut diduga menyuap Ketua MK Akil Mochtar, untuk memenangkan gugatan Amir-Kasmin.

Dalam dakwaan jaksa, Akil disebutkan meminta Rp3 miliar tetapi Tubagus Chaeri Wardana (adik kandung Atut) hanya menyanggupi Rp1 miliar. MK akhirnya mengabulkan gugatan Amir dan membatalkan keputusan KPU Lebak tentang hasil penghitungan perolehan suara Pilkada Lebak dan memerintahkan penghitungan ulang.

Pada 2 Oktober 2013, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar bersama Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik kandung Ratu Atut.

Wawan juga merupakan suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Satu hari pasca penangkapan, Akil dan Wawan ditetapkan sebagai tersangka sedangkan Atut pun resmi dicekal oleh imigrasi. Pada 17 Desember 2013 KPK menetapkan Atut sebagai tersangka. Tiga hari kemudian, ia pun resmi ditahan usai menjalani pemeriksaan pertama sebagai tersangka.

Pada 11 Agustus, Jaksa Penuntut Umum Tipikor Edi Hartoyo membacakan tuntutannya.
 "Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Ratu Atut Chosiyah selama 10 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan," kata Edi. Menurut jaksa, Atut terbukti menyuap Akil Mochtar saat menjabat Ketua MK dalam menangani sengketa pilkada Lebak, Banten.

Selain menyita dokumen-dokumen terkait dari kediaman Atut, penyidik KPK pun menyita 47 mobil mewah dan satu motor besar milik Wawan yang diduga merupakan bentuk pencucian uang.'Pameran mobil' ini sempat menjadi atraksi publik karena jenis mobil sitaan meliputi mobil-mobil super buatan Italia seperti Lamborghini Aventador, Ferrari hingga mobil yang dianggap maha karya industri otomotif Inggris yaitu Bentley dan Rolls Royce.

Pernyataan dugaan penyuapan sebesar 1 M tak pelak membawa ingatan kepada kasus yang menimpa Mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.(LHI)

Ketika itu, Majelis hakim menilai, LHI bersama Fathanah menerima suap senilai Rp 1,3 miliar dari total Rp 40 miliar yang dijanjikan PT Indoguna Utama dan anak-anak perusahaannya. Tindakan PT Indoguna itu untuk mendapatkan penambahan kuota impor daging tahun 2013 sebesar 8.000 ton.

Meski fakta persidangan menyatakan, Luthfi tidak terima uang langsung dari Indoguna. Fathanah lah menerima uang dari Indoguna - Fathanah menyatakan dengan jelas di depan persidangan - dan uang itu tak pernah sampai ke LHI. Tak ada perubahan dalam kuota impor seperti yang dituntutkan oleh Jaksa. Fathanah sudah berbohong kepada Indoguna dan sekaligus kepada LHI.  

Meski fakta persidangan yang disaksikan jutaan pasang mata dengan jelas menunjukkan itu semua, Majelis Hakim tidak peduli. LHI divonis 16 tahun penjara dan denda 1 M untuk kesalahan yang tidak pernah dilakukan! 

Inilah keadilan menurut pengadilan tipikor Indonesia :
 
                                        
Bila Jaksa Penuntut Umum KPK saja mengaku vonis majelis hakim untuk Atut tak memuaskan rasa keadilan,  bagaimana nilai keadilan atas putusan majelis hakim terhadap LHI?

Sangat disayangkan sekali, kebenaran belum menjadi dasar dari keadilan di negri ini. (fs)



Baca juga :