Saat partai lain berlomba menempatkan seorang tokoh sebagai panutan (patron) dan perekat partai, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) justru menunjukkan kaderisasi yang sempurna.
PKS akhirnya menjadi satu-satunya partai yang tak miliki tokoh sentral sebagai ketua umum dan tak mengenal rangkap jabatan.
Kesemua itu menunjukkan, kesempurnaan kaderisasi yang dilakukan oleh PKS.
Zuhro menilai, dari semua partai yang ada, hanya PKS saja yang melepas diri dari sosok sentral. Hal ini disampaikan pengamat politik LIPI, Siti Zuhroh, di Jakarta, Minggu, 21 September 2014.
“PKS merupakan satu-satunya partai yang tak mengenal patron dan rangkap jabatan,” ujar Siti Zuhro.
Padahal menurut Zuhro, partai sebagai pilar demokrasi, mestinya dikelola secara profesional. Itulah tugas pokok ketua partai. Sebagai manager, pengatur bagi partainya.
“Pemilu 2014 mestinya dijadikan tonggak penting bagi partai untuk mereformasi dirinya secara serius. Yakni mampu meletakkan ketum sebagai manager partai. Atau sebagai partai modern semestinya partai dikelola secara profesional agar terhindar dari pola yang cenderung mempraktekkan partai dinasti atau fans club,” ujar Zuhro.
Usulan agar Megawati kembali dilantik jadi Ketua Umum dan Prabowo sementara waktu memimpin Gerindra, menurut Zuhro, menambah panjang daftar keberadaan sosok sentral di tubuh partai, yang sebelumnya juga diperlihatkan SBY saat menjadi ketum Partai Demokrat dan Amien Rais menjadi tokoh sentral di PAN.
“Fenomena ini semakin mempertegas bahwa partai tak bisa dilepaskan dari peran sosok yang acapkali diposisikan sebagai patron,” kata Zuhro.
Menurut Zuhro, sebenarnya di kedua partai itu kader muda potensial. Namun proses regenerasi itu sulit terjadi.
“Kader banyak tapi regenerasi tak lancar karena partai masih mengandalkan peran patron yang dianggap bisa merepresentasikan banyak fungsi,” ujarnya.
Zuhro menilai kedua tokoh itu oleh internal partainya dipandang yang paling mampu menjaga soliditas dan kohesivitas partai. Keduanya dianggap sebagai figur pemersatu partai dan memiliki kewibawaan di mata para elite dan kader di internal partai.
“Bahkan mereka berdua ini dianggap yang bisa merepresentasikan partai dan tampil diantara partai-partai yang ada,” ujar Zuhro. (fs)
PKS akhirnya menjadi satu-satunya partai yang tak miliki tokoh sentral sebagai ketua umum dan tak mengenal rangkap jabatan.
Kesemua itu menunjukkan, kesempurnaan kaderisasi yang dilakukan oleh PKS.
Zuhro menilai, dari semua partai yang ada, hanya PKS saja yang melepas diri dari sosok sentral. Hal ini disampaikan pengamat politik LIPI, Siti Zuhroh, di Jakarta, Minggu, 21 September 2014.
“PKS merupakan satu-satunya partai yang tak mengenal patron dan rangkap jabatan,” ujar Siti Zuhro.
Padahal menurut Zuhro, partai sebagai pilar demokrasi, mestinya dikelola secara profesional. Itulah tugas pokok ketua partai. Sebagai manager, pengatur bagi partainya.
“Pemilu 2014 mestinya dijadikan tonggak penting bagi partai untuk mereformasi dirinya secara serius. Yakni mampu meletakkan ketum sebagai manager partai. Atau sebagai partai modern semestinya partai dikelola secara profesional agar terhindar dari pola yang cenderung mempraktekkan partai dinasti atau fans club,” ujar Zuhro.
Usulan agar Megawati kembali dilantik jadi Ketua Umum dan Prabowo sementara waktu memimpin Gerindra, menurut Zuhro, menambah panjang daftar keberadaan sosok sentral di tubuh partai, yang sebelumnya juga diperlihatkan SBY saat menjadi ketum Partai Demokrat dan Amien Rais menjadi tokoh sentral di PAN.
“Fenomena ini semakin mempertegas bahwa partai tak bisa dilepaskan dari peran sosok yang acapkali diposisikan sebagai patron,” kata Zuhro.
Menurut Zuhro, sebenarnya di kedua partai itu kader muda potensial. Namun proses regenerasi itu sulit terjadi.
“Kader banyak tapi regenerasi tak lancar karena partai masih mengandalkan peran patron yang dianggap bisa merepresentasikan banyak fungsi,” ujarnya.
Zuhro menilai kedua tokoh itu oleh internal partainya dipandang yang paling mampu menjaga soliditas dan kohesivitas partai. Keduanya dianggap sebagai figur pemersatu partai dan memiliki kewibawaan di mata para elite dan kader di internal partai.
“Bahkan mereka berdua ini dianggap yang bisa merepresentasikan partai dan tampil diantara partai-partai yang ada,” ujar Zuhro. (fs)