Saat ini DPR RI sebagai lembaga resmi perwakilan rakyat seluruh Indonesia sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada). Hal yang menjadi perdebatan adalah apakah Pilkada akan dilakukan secara langsung seperti praktek yang terlah berlangsung 10 tahun terakhir ini, atau Pilkada dikembalikan seperti dulu ke DPRD Propinsi/Kabupaten-Kota.
Fragmentasi di DPR kemudian mengerucut menjadi dua kubu. Kubu partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) yang sepakat mengusulkan Pilkada dikembalikan ke DPRD dan kubu partai koalisi Jokowi yang ngotot Pilkada tetap secara langsung seperti sekarang. (baca: RUU Pilkada: Koalisi Merah Putih Sepakat Pilkada oleh DPRD, PDIP Ngamuk!)
Kubu KMP berargumen, atas pelaksanaan Pilkada Langsung selama ini banyak menimbulkan mudhorot dibanding manfaat, pragmatisme dan praktek money politic sangat massif. Hal yang sama pernah diutarakan oleh dua ormas besar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah jauh-jauh hari sebelumnya.
Sebagaimana diberitakan situs TEMPO.com dengan judul "NU dan Muhammadiyah Kompak, Pilkada Langsung Dihapus Saja", alasan yang diutarakan adalah kemudharatan atas pelaksanaan Pilkada Langsung yang sudah sangat memprihatinkan. Hasyim Muzadi (Ketua PBNU saat itu) menyatakan, "Pilkada langsung dihapus saja. Sistem demokratisasi ini akan membangun pragmatisme yang akan menghancurkan tata nilai sosial".
Berikut kutipannya:
NU dan Muhammadiyah Kompak, Pilkada Langsung Dihapus Saja
Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nadlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi mengusulkan pemilihan langsung dalam pemilihan kepala daerah dihapuskan. Alasannya, pilkada telah menumbuhkan pragmatisme yang kuat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
"Pilkada langsung dihapus saja. Sistem demokratisasi ini akan membangun pragmatisme yang akan menghancurkan tata nilai sosial," kata Hasyim dalam Seminar Nasional "Masyarakat Sipil dan Demokratisasi di Indonesia: Belajar dari Pengalaman Pemilu dan Pilkada" di Hotel Gran Mahakam, Rabu (5/8).
Hasyim menuturkan, masyarakat lebih memilih cash and carry dalam kehidupan berdemokrasi. Hal itu, kata dia, akibat kuatnya para politisi menggunakan pragmatisme dalam berpolitik. Dia melanjutkan, pragmatisme yang mulai marak ini akan berakibat sistem kontrol hilang. "Politisi pun berpikir kewajibannya kepada masyarakat sudah dibayar cash and carry," ujarnya.
Kondisi ini, kata Hasyim, akan mempersulit pembangunan nilai agama dan kearifan lokal. Pragmatisme telah memotong garis tata nilai. "Ketokohan seorang kiai tidak akan diikuti masyarakat, akibat pragmatisme yang berkembang di masyarakat," ujarnya, "Kepercayaan itu akan semakin pupus."
Hal senada disampaikan Ketua Lembaga Hikmah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bachtiar Effendy. Menurut Bachtiar, pemilihan secara langsung bisa dihapuskan untuk tingkat provinsi. "Kalau (pemilihan langsung) provinsi kami dukung (dihapuskan). Pemilihan di kabupaten/kota tetap perlu sesuai dengan semangat otonomi daerah," ujarnya.
*sumber: http://www.tempo.co/read/news/2009/08/05/078190947/NU-dan-Muhammadiyah-Kompak-Pilkada-Langsung-Dihapus-Saja
Walau ini berita lama, tapi argumen atas evaluasi pelaksanaan Pilkada Langsung yang banyak menimbulkan dampak negarif masih sangat relevan. Kita tunggu bagaimana hasil akhir RUU PIlkada yang sedang digodok DPR RI bersama pemerintah, semoga kepentingan dan maslahat rakyat adalah yang diutamakan.
"Pilkada langsung dihapus saja. Sistem demokratisasi ini akan membangun pragmatisme yang akan menghancurkan tata nilai sosial," kata Hasyim dalam Seminar Nasional "Masyarakat Sipil dan Demokratisasi di Indonesia: Belajar dari Pengalaman Pemilu dan Pilkada" di Hotel Gran Mahakam, Rabu (5/8).
Hasyim menuturkan, masyarakat lebih memilih cash and carry dalam kehidupan berdemokrasi. Hal itu, kata dia, akibat kuatnya para politisi menggunakan pragmatisme dalam berpolitik. Dia melanjutkan, pragmatisme yang mulai marak ini akan berakibat sistem kontrol hilang. "Politisi pun berpikir kewajibannya kepada masyarakat sudah dibayar cash and carry," ujarnya.
Kondisi ini, kata Hasyim, akan mempersulit pembangunan nilai agama dan kearifan lokal. Pragmatisme telah memotong garis tata nilai. "Ketokohan seorang kiai tidak akan diikuti masyarakat, akibat pragmatisme yang berkembang di masyarakat," ujarnya, "Kepercayaan itu akan semakin pupus."
Hal senada disampaikan Ketua Lembaga Hikmah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bachtiar Effendy. Menurut Bachtiar, pemilihan secara langsung bisa dihapuskan untuk tingkat provinsi. "Kalau (pemilihan langsung) provinsi kami dukung (dihapuskan). Pemilihan di kabupaten/kota tetap perlu sesuai dengan semangat otonomi daerah," ujarnya.
*sumber: http://www.tempo.co/read/news/2009/08/05/078190947/NU-dan-Muhammadiyah-Kompak-Pilkada-Langsung-Dihapus-Saja
Walau ini berita lama, tapi argumen atas evaluasi pelaksanaan Pilkada Langsung yang banyak menimbulkan dampak negarif masih sangat relevan. Kita tunggu bagaimana hasil akhir RUU PIlkada yang sedang digodok DPR RI bersama pemerintah, semoga kepentingan dan maslahat rakyat adalah yang diutamakan.