Mr. Jokowi, Jangan Remehkan Pemilih Prabowo Hatta!


Pada suatu kunjungan ke sebuah kabupaten di Jabar Selatan, Bapak Bupati berbisik pada saya, "Stad, benarkah Prabowo-Hatta kalah?" Saya jawab waktu itu dengan nada opitmis, "InsyaAllah menang pak. Sabar saja!"

Obrolan yang tidak tuntas, namun mencerminkan kekhawatiran para pejabat di daerah soal kebijakan Jokowi yang dipastikan terlalu "berpihak kepada ahli maksiat" dan mafia-mafia asing dari Asia hingga Eropa dan Amerika.

Saya tidak menyalahkan demokrasi. Karena demokrasi adalah bagian terkecil dari kehidupan yang mengajarkan kita untuk berlomba-lomba. Tergantung masyarakatnya, berlomba dalam kebajikan atau kemaksiatan. Bagi saya, kegagalah pendukung Prabowo-Hatta, sebaris lurus dengan kinerja pembinaan dan penyadaran untuk bangkit dari masyarakat tentang kondisi riil Indonesia. Plus sumbangsih tak terpisahkan dari internal umat Islam sendiri, yang menganjurkan golput dan mengharamkan demokrasi. Di sisi lain, kalangan non Islam sepakat melakukan mobilisasi yang massif dan terstruktur.
Lalu saya teringat dengan kasus kudeta di Mesir. Saat Mursi berkuasa, tuduhan yang paling kental adalah: Ikhwanisasi dan kegagalan ekonomi. Namun tuduhan ikhwanisasi dan kegagalan ekonomi di era Mursi, terbantahkan di lapangan. Bahkan kini diakui sendiri oleh tokoh-tokoh dan ormas anti Mursi. Seburuk-buruknya zaman Mursi berkuasa, tawanan politik dibebaskan, kebebasan pers dijamin, kebebasan berkumpul dan berserikat tidak diganggu, plus investasi besar-besaran membanjiri Mesir. Bahkan rakyat Mesir yang berdiaspora di luar negeri, dengan sukarela mengirimkan dollar dan uang asing ke Mesir. Hingga di penghujung kekuasaan Mursi, uang asing berlimpah dan cadangan APBN Mesir surplus.

Lalu apa yang terjadi setelah kudeta? Kita paham bersama. Nyawa menjadi murah. Siapa yang kuat, dia yang hebat. Tak ada lagi norma hukum yang digunakan. Patokannya, like and dislike. Ikut kudeta, atau mati terhina! Lebih parah lagi, ekonomi Mesir mengandalkan bantuan Emirates dan Saudi. Bantuan yang tidak gratis tentunya. Di titik in, junta kudeta pun menyadari, mengabaikan pendukung Mursi itu sama dengan menistakan setengah warga Mesir. Maka ketika As-Sisi mencanangkan kampanye "Tahya Mesir" (Mesir Jaya), respons masyarakat sangat sepi. Surat Utang Negara atau Obligasi tidak digubris, bahkan oleh para konglomerat Mesir, termasuk yang dulunya menjadi donatur kudeta.

Kondisi di atas, akan mirip halnya dengan kondisi di Indonesia. Jika Jokowi bersikap abai terhadap para pemilih Prabowo, maka sama halnya mengabaikan 1/2 rakyat Indonesia. Seandainya semua sepakat melakukan mogok menabung di bank, saya prediksi, berapa kerugian pemerintahan Jokowi untuk 5 tahun ke depan. Tentu saya tidak menganjurkan boikot pembayaran pajak, listrik, air. Toch itu adalah kewajiban terpakai yang seharusnya dibayarkan. Namun 1/2 pendukung Prabowo-Hatta, bisa menghukum Jokowi jika kekuasaannya terlalu berpihak kepada ahli maksiat, atau tunduk berlebihan pada kepentingan Mami Megawati dan Papi China serta Paman Sam AS. Persis seperti zaman Megawati berkuasa, asset-asset strategis dilelang. Lalu rakyat Indonesia hanya kebagian, gigit jari!

(Nandang Burhanudin)


Baca juga :