SEMARANG - Aktivis Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Semarang, menolak rekomendasi PDIP supaya Presiden terpilih Joko "Jokowi" Widodo menetapkan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional.
Alasan penolakan, menurut Bidang Kajian Strategis dan Informasi Komunikasi Pengurus Anak Cabang (PAC) GP Ansor, Genuk, Kota Semarang, Lukni Maulana, karena sarat dengan kepentingan politik.
”Rencana penetapan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional ada kesan politik, karena banyak tokoh pesanteran yang masuk politik,” katanya kepada Solopos.com di Semarang.
Pernyataan Lukni ini menanggapi salah satu poin rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Marina Convention Center, Kota Semarang, Jumat-Sabtu (19-20/9).
Rekomendasi yang dibacakan Ketua DPP PDIP, Puan Maharani pada penutupan rakernas, Sabtu malam, salah satunya mendukung rencana Presiden terpilih (Joko Widodo) untuk menetapkan tanggal 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional.
Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi), sebelumnya pernah melontarkan gagasan untuk menjadikan tanggal 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional.
Kajian Mendalam
Lukni lebih lanjut menyatakan, penetapan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional perlu dilakukan kajian lebih mendalam.
”Apakah benar 1 Muharam adalah hari kelahiran santri di Indonesia?. Perlu dilakukan pengkajian mendalam terlebih dahulu,” ujarnya.
Dia juga mengkhawatirkan adanya labelisasi Hari Santri Nasional, karena bisa menimbulkan sikap elite di kalangan para santri, utamanya pesantren.
Padahal santri dan pesantren sudah menyatu dengan budaya Islam di Indonesia yang egaliter di masyarakat umum.
”Jadi tidak perlu dilabelisasi Hari Santri Nasional malah berbahaya,” tandasnya.
Lukni menambahkan bila nantinya ada Hari Santri Nasional, jangan-jangan para kiai yang mengajar di pesantren juga menuntut supaya ada Hari Kiai Nasional.
”Nanti ada juga Hari Pesantren Nasional dan hari lainnya. Jadi tidak perlu ada labelisasi Hari Santrin Nasional,” tegasnya. (sumber: solopos)