Abai dalam menanggapi kasus-kasus HAM berat (Kasus Talangsari, Kasus Munir, Kasus Trisakti dll), tiba-tiba Komnas HAM menyeruak ke ruang publik dengan wacana baru. Mendukung legalisasi perkawinan beda agama.
Entah mungkin karena tak sanggup mengurai kekusutan kasus HAM berat, atau mungkin mulai ingin mengganti paradigma Indonesia sebagai negara berketuhanan, Komnas HAM tiba-tiba nyempil mencari celah untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga negara.
Sekadar agar tak dianggap macan ompong, Komnas HAM bersuara mendukung legalisasi perkawinan beda agama.
Menteri Agama, sudah menegaskan. Indonesia bukan negara sekuler. Sehingga kehidupan beragama melekat pada individu.
"Agama menduduki posisi vital dan strategis dalam menata kehidupan bersama, termasuk kehidupan pernikahan. Itulah bedanya Indonesia dengan negara lain. Kita memang bukan negara Islam, tetapi juga bukan negara sekuler yang harus memisahkan relasi negara dengan nilai-nilai agama," kata Lukman, Kamis 4 September 2014.
Entah mungkin karena tak sanggup mengurai kekusutan kasus HAM berat, atau mungkin mulai ingin mengganti paradigma Indonesia sebagai negara berketuhanan, Komnas HAM tiba-tiba nyempil mencari celah untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga negara.
Sekadar agar tak dianggap macan ompong, Komnas HAM bersuara mendukung legalisasi perkawinan beda agama.
Menteri Agama, sudah menegaskan. Indonesia bukan negara sekuler. Sehingga kehidupan beragama melekat pada individu.
"Agama menduduki posisi vital dan strategis dalam menata kehidupan bersama, termasuk kehidupan pernikahan. Itulah bedanya Indonesia dengan negara lain. Kita memang bukan negara Islam, tetapi juga bukan negara sekuler yang harus memisahkan relasi negara dengan nilai-nilai agama," kata Lukman, Kamis 4 September 2014.
Lalu bagaimana hukum pernikahan beda agama menurut undang-undang perkawinan yang berlaku di Indonesia?
Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang dalam pasal 1 berbunyi: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Selanjutnya dalam pasal 2 ayat 1 dinyatakan: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu”.
Dalam penjelasan atas pasal 1 disebutkan : “Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur batin/rohani juga mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan, yang merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua".
Nah, menilik hal-hal tersebut di atas, jelas sudah bahwa pernyataan dukungan Komnas HAM terhadap legalisasi perkawinan beda agama, salah alamat.
Akan lebih baik kalau Komnas HAM kembali fokus mengusut kasus pelanggaran HAM seperti kasus Sitok, dan kasus-kasus lain yang mangkrak tak pernah usai. (fs)
Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang dalam pasal 1 berbunyi: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Selanjutnya dalam pasal 2 ayat 1 dinyatakan: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu”.
Dalam penjelasan atas pasal 1 disebutkan : “Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur batin/rohani juga mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan, yang merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua".
Nah, menilik hal-hal tersebut di atas, jelas sudah bahwa pernyataan dukungan Komnas HAM terhadap legalisasi perkawinan beda agama, salah alamat.
Akan lebih baik kalau Komnas HAM kembali fokus mengusut kasus pelanggaran HAM seperti kasus Sitok, dan kasus-kasus lain yang mangkrak tak pernah usai. (fs)