Simbol Islam, “Bendera ISIS”, dan Penyikapan Kita


Tema “Negara Islam di Irak dan Syam” (ISIS) saat ini sedang mencuat. Kemunculan organisasi ini juga diiringi dengan semakin terkenalnya sebuah simbol atau bendera hitam bertulis “La Ilaha illallah” dan “Muhammad Rasul Allah”. Hal tersebut karena organisasi ini gemar sekali menunjukkan simbol itu dalam setiap aktivitasnya. Kemunculan ISIS yang sering menggunakan bendera dan simbol tersebut secara tidak langsung membentuk opini bahwa: jika muncul bendera hitam bertuliskan “La Ilaha illallah” dan “Muhammad Rasul Allah” maka di situ ada ISIS atau ada pendukung ISIS.

Bagaimana seharusnya kita menyikapinya? Berikut ini analisis yang mudah-mudahan bermanfaat untuk pembaca.

Sejarah Bendera Rasulullah SAW

Dalam sejarah Islam, ada beberapa macam bendera. Di antaranya ada yang dinamakan liwa’ dan ada juga yang dinamakan rayah. Beberapa ulama membedakan antara keduanya.

Liwa’ adalah bendera yang dipasang di ujung tombak, tidak selalu dikibarkan, hanya dikibarkan dalam kondisi penting saja, dan berfungsi untuk menunjukkan posisi panglima perang.

Adapun rayah adalah bendera yang diberikan kepada pasukan, dipasang di ujung tombak dan selalu dikibarkan. Sebuah pasukan bisa mempunyai beberapa rayah.

Dalam sebuah hadits, Al-Barra’ bin ‘Azib RA ditanya tentang rupa bendera rayah di zaman Rasulullah SAW, beliau menjawab, “Warnanya hitam, bentuknya persegi, dan terbuat dari kain.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)

Ibnu Abbas RA mengatakan, “Bendera rayah di zaman Rasulullah SAW berwarna hitam, sedangkan bendera liwa’-nya putih. Tertulis di dalamnya kalimat La Ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah.” (HR. Abu Syaikh, Akhlaqun Nabi SAW).

Ada juga ulama yang mengatakan tidak ada beda antara rayah dan liwa’. Misalnya adalah Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani. Beliau mengatakan bahwa keduanya adalah sama. Keduanya dibuat untuk menunjukkan posisi panglima perang tertinggi, pemimpin pasukan, atau lainnya. Liwa’ di zaman Rasulullah SAW ada yang berwarna hitam, putih, dan coklat debu. Sedangkan rayah-nya berwarna hitam dan kuning.

Sejarah Stempel Rasulullah SAW

Di samping bendera, Nabi Muhammad SAW juga dikenal memiliki sebuah stempel yang sering digunakan dalam surat menyurat. Stempel tersebut bertuliskan “Allah”, “Rasul”, dan “Muhammad”. Beberapa kalangan membaca tulisan pada stempel tersebut dari bawah ke atas menjadi, “Muhammad Rasul Allah”.

Replika motif stempel Rasulullah SAW. (faculty.kfupm.edu.sa)

Peninggalan dari stempel tersebut disimpan di Istana Topkapi, Turki, oleh Kesultanan Ottoman. Bentuk dari stempel tersebut dapat dilihat dari beberapa replika surat yang pernah dibuat oleh Rasulullah, di antara pada surat Rasulullah SAW yang ditujukan untuk Negus Raja Ethopia dan untuk Al-Muqauqis salah seorang penguasa di Mesir.

Surat Nabi Muhammad SAW untuk Al-Muqauqis salah seorang penguasa di Mesir, serta replikanya. (travel.maktoob.com)

Replika Surat Nabi Muhammad SAW untuk Heraklius Kaisar Romawi Timur. (faculty.kfupm.edu.sa)

Penggunaan Simbol Islam

Dengan adanya catatan hadits mengenai bendera yang digunakan oleh Rasulullah SAW serta peninggalan sejarah berupa stempel Rasulullah SAW, maka hal tersebut menjadikan kedua entitas itu menjadi bagian dari simbol Islam, di antara berbagai simbol lainnya. Sehingga penggunaan kedua simbol ini akan berdampak kepada Islam itu sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung. Simbol Islam adalah suatu simbol yang memperlihatkan sebuah identifikasi dengan Islam, atau sebagian tradisi yang berhubungan dengan Islam.

Namun hingga saat ini belum ada kesepakatan di antara ulama atau organisasi yang merepresentasikan umat Islam sedunia mengenai aturan penggunaan simbol bendera dan stempel tersebut. Oleh karena itu, siapa pun merasa bebas untuk menggunakan kedua simbol tersebut. Dengan kata lain, simbol-simbol tersebut berpotensi digunakan secara bebas dalam berbagai bentuk dan tindakannya, untuk berbagai tujuan.

Hal di atas dapat dianalogikan dengan simbol salib yang biasa digunakan oleh penganut Kristen dan simbol bintang David yang biasa digunakan oleh penganut Yahudi, di mana tidak ada aturan main tentang penggunaan kedua simbol ini. Sehingga siapapun bisa menggunakan simbol ini, baik itu penganut taat atau abangan, orang baik atau jahat, dan sebagainya.

Lain halnya dengan simbol bendera merah putih yang merupakan bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bendera ini diatur penggunaannya dalam BAB II UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan”. Sehingga penggunaannya tidak boleh lepas dari aturan yang sudah ditetapkan tersebut.

Penggunaan Bendera dan Stempel Rasulullah Masa Kini

Bentuk stempel Rasullah SAW di atas, selanjutnya digunakan oleh berbagai kalangan dengan berbagai bentuk varian untuk berbagai tujuan. Contohnya seperti Harun Yahya seorang penulis, yang menggunakan stempel Rasulullah SAW sebagai logonya, dengan modifikasi latar belakang menjadi warna kuning emas dan tulisan berwarna hitam.

Logo yang digunakan oleh Harun Yahya, modifikasi dari motif stempel Rasulullah SAW. (harunyahya.tv)

Ada juga yang menggunakannya sebagai motif pada benda-benda seperti hiasan meja, hiasan dinding, hadiah, cinderamata, kaos, dsb. Selain itu ada juga yang menggunakannya untuk perhiasan, seperti cincin, kalung, dsb, yang dijual pada beberapa toko perhiasan. Contohnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Beberapa bentuk perhiasan dan hiasan yang menggunakan motif stempel Rasulullah SAW. (inet)

Selain penggunaan di atas, bendera dan motif stempel Rasulullah SAW rupanya juga digunakan oleh beberapa kelompok sebagai benderanya. Rata-rata mereka menggunakan latar belakang warna hitam atau putih pada logo atau benderanya.

Ada banyak varian dalam bentuk bendera-bendera tersebut. Ada yang bertuliskan “Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah” secara langsung, ada juga yang bertuliskan “Laa Ilaaha illallah, Muhammad Rasul Allah” (dengan motif stempel Rasul SAW). Hal ini kemungkinan karena perbedaan penafsiran terhadap hadits-hadits yang menyebutkan tentang bendera yang digunakan oleh Rasulullah SAW. Rata-rata mereka mengklaim bahwa benderanya merupakan bendera yang digunakan Rasulullah SAW. Berbagai bentuk varian tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Beberapa contoh varian bendera yang didasari dari hadits tentang bendera Ar-Rayah Al-Liwa, serta motif stempel Rasulullah SAW. (inet)

Bendera-bendera sejenis ini banyak digunakan oleh Hizbut Tahrir (sejak 1953an), Taliban (sejak 1997an), Al-Qaeda, Ash-Shabab di Somalia, Boko Haram di Nigeria, organisasi Negara Islam di Irak dan Syam (ISIS/Da’isy), dan lain-lain.

Akibat saking bebasnya penggunaan simbol-simbol  Islam di atas, maka adakalanya simbol Islam tersebut digunakan untuk tindakan-tindakan yang justru tidak dibenarkan oleh Islam.

Contohnya kelompok Boko Haram yang belakangan muncul di Nigeria. Kelompok ini mengundang kontroversi. Pasalnya kelompok ini berkali-kali melakukan aksi yang tidak dibenarkan dalam Islam, contohnya seperti menculik 200 pelajar putri. Padahal kelompok ini menggunakan salah satu simbol Islam di atas.

Boko Haram tidaklah mewakili Islam atau umat Islam. Organisasi ini hanyalah bikinan pihak-pihak yang sedang melakukan konspirasi merusak persatuan Nigeria dan melemahkan wilayah utara secara politik, ekonomi, dan keamanan. Namun secara langsung juga berefek pada membuat buruk citra Islam di mata dunia. Demikian seperti dikatakan Daud Imram Malasa, seorang aktivis Islam dan ketua umum Organisasi Persatuan Muslimin Nigeria, dalam artikelnya yang dirilis oleh Islamion, Ahad (11/5/2014) yang lalu.

Contoh lainnya adalah organisasi ISIS. ISIS dapat diduga dibiayai oleh kelompok intelijen yang berkepentingan secara regional. Demikian seperti analisis M Lili Nur Aulia yang termuat dalam tulisan berjudul “Asal Muasal ISIS dan Perkembangannya” di dakwatuna, Senin (30/6/2014) yang lalu.

Muhammad Bashar Al-Faidhi, juru bicara Asosiasi Ulama Muslim Irak mengungkapkan bahwa sebenarnya ada 4 kekuatan pendorong revolusi di Irak, yaitu kaum revolusioner kesukuan; faksi utama perlawanan di Irak seperti Pasukan Rasyidin, Pasukan Tabi’in, Al-Ishrin Revolusioner, “Pasukan Muhammad sang Penakluk”, dll; Dewan Militer Revolusioner Irak; dan organisasi yang disebut ISIS. Dalam pernyataannya tersebut, Muhammad Bashar Al-Faidhi mengatakan bahwa ISIS sebenarnya hanya berjumlah kecil. Tapi, media membesar-besarkan kekuatan organisasi ini, dan menunjukkan seolah-olah ISIS itu adalah pemain tunggal atau utama di sana, untuk tujuan yang tidak baik. Demikian pernyataannya sebagaimana dimuat pada situs Ikhwanweb, Kamis (19/6/2014) yang lalu.

Kelompok ISIS pun tidak segan-segan menuduh orang lain yang di luar kelompoknya sebagai orang kafir. Hal ini terungkap dalam pernyataan Gamal Sultan Pemred Al-Mesyroon, Jum’at (1/8/2014), yang mengatakan bahwa ISIS menganggap Ikhwanul Muslimin kafir. ISIS juga mengatakan bahwa anggota partai adalah kafir. Perilaku ISIS tersebut dikenal dengan istilah “Fitnatut Takfir” (fitnah menuduh kafir), yang tidak dibenarkan dalam Islam.

Sehingga tidak heran jika Persatuan Ulama Muslim Se-Dunia (IUMS) yang menyatakan bahwa khilafah ala ISIS tidak sah secara syariah Islam dan juga tidak membantu proyek kejayaan Islam. IUMS yang dipimpin oleh Syaikh Yusuf Qaradhawi itu menyatakan pada hari Jum’at (4/7/2014), “Kami juga mengharapkan khilafah Islam bisa berdiri dengan cepat. Hari ini, tidak menunggu esok hari. Tapi khilafah yang didasarkan pada manhaj Nabi SAW dan syura. Bukan seperti yang dideklarasikan ISIS, yang malah mengakibatkan banyak bahaya kepada Sunni di Irak dan juga kepada revolusi di Suriah”.

Penggunaan simbol-simbol Islam di atas untuk tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan dalam Islam, sedikit banyak memberikan dampak kepada umat Islam dan agama Islam itu sendiri. Salah satu di antaranya mencuat dalam kasus pemuatan karikatur yang melecehkan Islam pada harian The Jakarta Post edisi 3 Juli 2014.

Karikatur tersebut menggambarkan seseorang bersenjata sedang mengibarkan bendera bergambar tengkorak dan di atasnya terdapat tulisan Arab “Laa ilaaha illallah”, sementara itu di belakangan terdapat rekannya yang seolah-olah siap mengeksekusi mati beberapa orang yang tertutup matanya. Yang dimaksud oleh harian The Jakarta Post pada karikatur tersebut bisa jadi sebenarnya ingin menyindir sebuah sebuah kelompok yang mengatasnamakan Islam, dalam hal ini ISIS. Namun karena simbol yang digunakan oleh ISIS adalah simbol Islam, dalam hal ini kalimat tauhid “Laa ilaaha illallah”, maka The Jakarta Post “terjebak” melakukan tindakan pelecehan terhadap Islam dengan karikatur tersebut, yang kemudian banyak diprotes masyarakat.

Singkat cerita: ISIS yang melakukan tindakan yang tidak dibenarkan Islam, namun Islam yang menjadi korban dengan pemuatan karikatur pelecehan oleh The Jakarta Post tersebut. Akhirnya, yang repot adalah umat Islam yang harus protes terhadap Jakarta Post, dan Jakarta Post juga repot karena harus minta maaf terhadap umat Islam, sementara itu ISIS anteng-anteng saja untuk meneruskan aktivitasnya.

Kesimpulan

Dari analisis di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Bendera Islam dan stempel Rasulullah SAW adalah bagian dari peninggalan sejarah, yang saat ini menjelma menjadi bagian dari simbol Islam di antara simbol-simbol Islam lainnya.
   
2. Siapapun dan organisasi apapun bebas menggunakan kedua simbol tersebut dalam berbagai bentuk dan variannya, untuk berbagai tujuan, karena belum ada aturan main dalam penggunaan simbol-simbol tersebut.
   
3. Sebagai akibat dari “kebebasan” di atas, maka penggunaan simbol-simbol tersebut tidak bisa digeneralisasi sebagai representasi dari umat Islam dan agama Islam.
   
4. Dan sebaliknya, munculnya simbol-simbol di atas di berbagai lokasi juga tidak bisa disimpulkan begitu saja sebagai kemunculan ISIS atau pendukung ISIS, karena banyak yang menggunakan simbol-simbol di atas, bahkan ada yang sama persis dengan yang digunakan oleh ISIS, sebagai penafsiran atas hadits yang telah disebutkan di atas, serta peninggalan sejarah berupa stempel Rasulullah SAW.
   
5. Pembaca pun dapat menggunakan simbol-simbol di atas untuk kebaikan dan syiar Islam, misalnya untuk kaligrafi, wallpaper komputer, bendera, hiasan masjid, lukisan, dsb. Selain karena lebih berhak, juga sekaligus untuk mengeliminasi pembajakan simbol-simbol Islam yang digunakan dalam tindakan-tindakan yang justru tidak dibenarkan dalam Islam.

(Ardian Nafos/Dakwatuna)

http://www.jualspreiwaterproof.com/

Baca juga :