Polarisasi politik kubu Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta terus berlangsung sembari menanti keputusan final Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan pemilu presiden dari capres nomor satu itu. Apa yang bakal terjadi?
Para politisi menilai, pengelompokan partai politik pendukung Prabowo Subianto dan Joko Widodo perlu dipertahankan. Dengan pengelompokan tersebut terjadi polarisasi dan kristalisasi politik yang diperkirakan akan berdampak konstruktif pada kehidupan demokrasi Indonesia ke depan. Benarkah demikian?
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah menilai, koalisi dua kelompok seperti yang terjadi saat ini, harus terus dipertahankan. Hal itu penting untuk memungkinkan adanya perimbangan kekuatan, checks and balances.
Hal ini, kata Fahri, juga penting karena akan ada polarisasi positif dalam masyarakat indonesia. Artinya setiap hari masyarakat akan punya afiliasi yang secara terus menerus tergambar pada kekuatan politik dan mewakili ide atau pikiran yang akhirnya pikiran itu diperlombakan di antara dua kubu ini.
Anggota Komisi III DPR dari PKS yang kembali melenggang ke Senayan itu, mengatakan bahwa koalisi permanen yang sudah terpolarisasi akan menjalankan fungsi sebagai checks and balances dengan lebih baik. Untuk itu , para analis berharap ke depan tidak ada upaya untuk melemahkan masing-masing kubu Jokowi-JK maupun kubu Prabowo-Hatta.
Dengan demikian, kedua kubu ini terus berkompetisi secara sehat dan rakyat dibiarkan menilainya. ''Kalau bertahan, kedua kubu bakal bersaing ketat dan mewarnai blantika politik republik ini,'' kata Cherry Augusta MA, pengamat politik yang studi di King's College University of London.
Dengan cara demikian, bakal ada perimbangan terhadap tesis dan anti-tesis politik yang ada antara kubu Prabowo vs Jokowi tentunya.
Dibandingkan Indonesia, sejak lama Amerika Serikat menggunakan polarisasi kubu Republik dan Demokrat sampai sekarang. AS masih mempertahankan konservatisme (Republik) dan liberalisme (Demokrat) itu untuk membangun demokrasi di negeri Paman Sam tersebut. Apakah kita setuju atau tidak dengan model AS, itu soal lain.
Namun saling imbang dan saling kontrol antara kubu Jokowi-JK dan kubu Prabowo-Hatta, boleh jadi bakal menarik perhatian publik dan masyarakat politik karena akan memberi nuansa baru bagi demokratisasi kita ke depan. Tentu, dengan catatan bahwa polarisasi kedua kubu politik itu bisa bertahan dan anggota koalisinya tak mudah terkena bujuk rayu untuk membelot ke lain kubu karena pertimbangan pragmatisme politik. Tidak mudah bukan? [inilah/berbagai sumber]
MAU PASANG IKLAN SEPERTI INI?