"Jamaah haji harus mendapat manfaat langsung dari dana haji yang disetorkannya, dibuat rekening atas nama jamaah itu sendiri. Pengelolaan dana harus berprinsip syariah dan dikelola oleh tenaga yang profesional serta akuntabel dalam pertanggung jawabannya, sehingga menjamin kepastian setiap calon jamaah haji untuk dapat menerima nilai manfaat langsung atas dana haji yang disetorkan," tegas Ledia seperti dilansir RMOL, Jumat (29/8).
Adanya RUU Pengelolaan Keuangan Haji menjadi instrumen hukum yang kuat dalam memasuki era investasi dana haji. RUU ini sekaligus akan mengatur pemisahan antara regulator dan eksekutor. Poin penting lainnya adalah mendorong perbaikan tata kelola keuangan haji, sekaligus menegaskan posisi keuangan haji terhadap keuangan negara. Oleh karena itu, nantinya keuangan haji dilaporkan terpisah, tidak digabung dengan laporan APBN.
"Fraksi PKS mengusulkan agar dibentuk Badan Hukum Publik (BHP) yang berfungsi mengelola urusan haji. Negara-negara seperti Iran dan Maroko menghindari pemerintah sebagai pengelola haji," ujar Ledia.
BHP juga harus benar-benar memerhatikan aspek manfaat yang sebesar-besarnya untuk jamaah haji. Manfaat yang besar dapat diraih dengan pengelolaan melalui produk investasi dan jasa keuangan berbasis syariah yang produktif dan tidak berisiko tinggi. Aspek akuntabilitas publik juga lebih diperhatikan di mana penyelenggara berkewajiban memberi akses kepada publik untuk melihat laporan keuangannya. (pm)