Pengamat: Berkuasa PDIP Lupa Rakyat, Tak Berkuasa Dekat Rakyat


Beginikah nasib rakyat? Nasibnya hanya sekedar tangga yang diinjak untuk menaiki tahta kuasa? Belum hilang hingar bingar kampanye pemilu dengan segudang janji manis untuk memperbaiki nasib rakyat, kini nasib rakyat kecil semakin tak menentu oleh sikap 'esuk dele, sore tempe'.

Seperti yang diberitakan Harian Terbit, pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Bakir Ihsan mengatakan sikap PDIP yang 'plin plan' soal kebijakan BBM membuat rakyat mempertanyakan apakah benar PDIP dan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) akan membela rakyat kecil.

Seperti diketahui PDIP dibawah kepemimpinan Megawati Soekarno Putri sangat keras menentang kebijakan pemerintah SBY yang ingin mengurangi subsidi BBM. Jargon pro rakyat dan sikap tegas penolakan itu pun menjadi jargon kampanye saat pemilihan legislatif dan juga pemilihan presiden.

Namun sikap PDIP ini langsung berubah total setelah Joko Widodo-Jusuf Kalla terpilih menjadi presiden. Partai berlambang banteng itu menyuarakan pentingnya kenaikan BBM demi kesehatan bangsa karena ruang fiskal yang sangat sempit. Sikap seperti ini pernah ditunjukan PDIP ketika Megawati mengambil tongkat estafet pemerintahan dari mantan presiden almarhum Gusdur.

Kala itu PDIP paling keras menyuarakan pentingnya kenaikan BBM demi menyeimbangkan APBN.

"Artinya sikap PDIP dalam hal harga BBM tidak didasarkan pada pertimbangan ideologis, tapi pragmatis," kata Bakir kepada Harian Terbit, Rabu (27/8).

Menurutnya PDIP hanya partai oportunis yang hanya menyuarakan sesuatu yang berbeda dengan pemerintah agar bisa merebut hati rakyat. "Sikapnya tak didasarkan pada kepentingan jangka panjang. Akibatnya, saat ia berkuasa saat ini, ia kehabisan logika terkait keharusan kenaikan harga BBM karena besarnya subsidi yang harus dibayar," ujarnya.

Dia mengatakan pernyataan keras PDIP ini menjadi boomerang bagi partainya karena selama ini rakyat yang mendukung partai tersebut tidak pernah setuju dengan kebijakan kenaikan BBN.

"Kata pepatah; mulutmu harimaumu. Apa yang ia katakan, kini mengancam dirinya," imbuhnya.

Dia pun menilai berdasarkan pengamalan yang sudah ada, jargon politik yang akan membela kepentingan rakyat hanya sebagai 'obral janji' untuk merebut hati rakyat.

"Ya, berdasarkan pengalaman Megawati berkuasa, pembelaan wong cilik hanya jargon. Kasus penjualan indosat, jual murah gas, kenaikan BBM, bahkan kasus kudatuli yang mengorbankan kader-kaser PDIP tak sedikitpun diselesaikan," tegasnya.

Dia pun mengaku sudah tidak kaget ketika PDIP berkuasa akan membuat kebijakan yang tidak populis. "Saat tak berkuasa bersama rakyat, saat berkuasa lupa rakyat," cetusnya.

Sementara itu Ketua DPP PAN Taslim Chaniago mengatakan sebaiknya kenaikan BBM ini dilakukan saat pemerintahan Jokowi-JK sudah resmi dilantik. Menurutnya jangan sampai PDIP mengkambinghitamkan pemerintahan SBY sebagai dalang dari kebijakan pengurangan subsidi ini.

"PDIP mendesak pemerintah menaikan harga BBM agar bisa cuci tangan soal BBM dan tidak disalahkan rakyat," katanya.

"Kemarin, PDIP menolak keras kenaikan BBM. Sebenarnya kalau kemarin BBM sudah dinaikkan maka tidak perlu saat ini PDIP memperdebatkan kembali. Karena pada waktu yang lalu itu, kenaikan BBM di tekan agar tidak naik dua kali," katanya.



Baca juga :