Babak baru drama politik Presiden terpilih Joko Widodo dan PDI Perjuangan kini
dimulai.PDI P dan ratusan kadernya yang selama ini kencang berteriak menolak kenaikan harga BBM mulai kena batunya. Masih lekat dalam ingatan, PDI P menolak mentah-mentah usulan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dengan alasan keputusan pemerintah itu tak berpihak pada wong cilik.Tentu, sebagai partai yang mengklaim milik wong cilik, PDI P merasa wajib menyuarakan aspirasi rakyat.
Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyayangkan sikap PDI Perjuangan yang menolak kebijakan pemerintahan SBY saat berupaya mengurangi beban subsidi BBM. Ia mengingatkan tentang karma. "Kalau kata orang Myanmar, Budha, orang itu harus ingat karma," kata Ramadhan.
Ramadhan menuturkan, selama berada di luar pemerintahan, PDI Perjuangan selalu menunjukkan sikap tak ingin mendukung pemerintah, apalagi terkait kebijakan pengurangan subsidi BBM. "Kini mereka jiper sama tuntutan rakyat. Belum berkuasa, kini sudah mulai nggak pede," sentil Ramadhan.
Pernyataan Ramadhan bukan tanpa dasar. Saat pembahasan RAPBN Perubahan 2013 keluar buku saku "Postur APBN-P 2013 Pro Desa Versi PDI Perjuangan, Sikap Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Terhadap Usulan Posstur APBN-P 2013". Dalam buku saku tersebut, Fraksi PDI Perjuangan berpendapat kebijakan mengurangi subsidi energi tidak lebih sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara hingga mengakibatkan defisit penerimaan sebesar Rp 41 triliun.
Bagi Fraksi PDI Perjuangan, kenaikan harga BBM bersubsidi sebagai cara pemerintah untuk memperoleh dana Rp42 triliun. Sebesar Rp30 triliun dari anggaran tersebut diperuntukkan untuk program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan Bantuan Sosial (Bansos).
Namun apa lacur, saat Presiden SBY menyampaikan RAPBN 2015 dalam sidang paripurna, salah satu poin penting dari nota keuangan tersebut adalah pemerintah masih menganggarkan subsidi sebesar Rp443,5 triliun. Ini ancaman bagi pemerintahan yang baru. Siapapun Presidennya.
Penetapan MK membuat Jokowi terpilih menjadi Presiden Indonesia 2014-2019. Tentunya hal ini membuat Jokowi berhak mengomentari nota keuangan RAPBN 2015 tersebut. Jokowi menyebutkan pihaknya ke depan akan melakukan pemotongan secara bertahap terhadap alokasi subsidi saat resmi dilantik sebagai Presiden RI. "Memang harus dipotong secara gradual (bertahap)". Terkait hal ini, Jokowi mengatakan akan bertemu langsung dengan SBY guna mengadakan kalkulasi terkait subsidi BBM ini.
Saat ditanya apakah dirinya lebih senang pengurangan subsidi BBM dilakukan saat pemerintahan SBY atau saat dirinya kelak menjadi presiden? Dengan lugas Jokowi mengatakan dirinya lebih senang pengurangan subsidi BBM dilakukan saat pemerintahan SBY. "Saya lebih senang sekarang," cetus Jokowi.
Pernyataan Jokowi ini bertolak belakang dengan sikap politik PDI P yang selalu mengklaim berdiri di pihak wong cilik. Dalam kurun waktu 10 tahun pemerintahan SBY, kita telah berulang kali menyaksikan drama politik di DPR terkait penolakan kenaikan harga BBM.
Namun kini, Jokowi dan PDI P justru berharap BBM naik. Apakah ini sebuah pertanda, partai ini bukan lagi milik wong cilik? Entahlah. (fs)
Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyayangkan sikap PDI Perjuangan yang menolak kebijakan pemerintahan SBY saat berupaya mengurangi beban subsidi BBM. Ia mengingatkan tentang karma. "Kalau kata orang Myanmar, Budha, orang itu harus ingat karma," kata Ramadhan.
Ramadhan menuturkan, selama berada di luar pemerintahan, PDI Perjuangan selalu menunjukkan sikap tak ingin mendukung pemerintah, apalagi terkait kebijakan pengurangan subsidi BBM. "Kini mereka jiper sama tuntutan rakyat. Belum berkuasa, kini sudah mulai nggak pede," sentil Ramadhan.
Pernyataan Ramadhan bukan tanpa dasar. Saat pembahasan RAPBN Perubahan 2013 keluar buku saku "Postur APBN-P 2013 Pro Desa Versi PDI Perjuangan, Sikap Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Terhadap Usulan Posstur APBN-P 2013". Dalam buku saku tersebut, Fraksi PDI Perjuangan berpendapat kebijakan mengurangi subsidi energi tidak lebih sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara hingga mengakibatkan defisit penerimaan sebesar Rp 41 triliun.
Bagi Fraksi PDI Perjuangan, kenaikan harga BBM bersubsidi sebagai cara pemerintah untuk memperoleh dana Rp42 triliun. Sebesar Rp30 triliun dari anggaran tersebut diperuntukkan untuk program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan Bantuan Sosial (Bansos).
Namun apa lacur, saat Presiden SBY menyampaikan RAPBN 2015 dalam sidang paripurna, salah satu poin penting dari nota keuangan tersebut adalah pemerintah masih menganggarkan subsidi sebesar Rp443,5 triliun. Ini ancaman bagi pemerintahan yang baru. Siapapun Presidennya.
Penetapan MK membuat Jokowi terpilih menjadi Presiden Indonesia 2014-2019. Tentunya hal ini membuat Jokowi berhak mengomentari nota keuangan RAPBN 2015 tersebut. Jokowi menyebutkan pihaknya ke depan akan melakukan pemotongan secara bertahap terhadap alokasi subsidi saat resmi dilantik sebagai Presiden RI. "Memang harus dipotong secara gradual (bertahap)". Terkait hal ini, Jokowi mengatakan akan bertemu langsung dengan SBY guna mengadakan kalkulasi terkait subsidi BBM ini.
Saat ditanya apakah dirinya lebih senang pengurangan subsidi BBM dilakukan saat pemerintahan SBY atau saat dirinya kelak menjadi presiden? Dengan lugas Jokowi mengatakan dirinya lebih senang pengurangan subsidi BBM dilakukan saat pemerintahan SBY. "Saya lebih senang sekarang," cetus Jokowi.
Pernyataan Jokowi ini bertolak belakang dengan sikap politik PDI P yang selalu mengklaim berdiri di pihak wong cilik. Dalam kurun waktu 10 tahun pemerintahan SBY, kita telah berulang kali menyaksikan drama politik di DPR terkait penolakan kenaikan harga BBM.
Namun kini, Jokowi dan PDI P justru berharap BBM naik. Apakah ini sebuah pertanda, partai ini bukan lagi milik wong cilik? Entahlah. (fs)