MK HARUS BERPIHAK!


Sengketa hasil Pilpres terus bergulir di altar sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Ketukan palu penanda putusan MK untuk menciptakan bandul keadilan sebagai titik akhir tujuan dari sengketa berlatar penegakan konstitusi, dinanti oleh 250 juta rakyat Indonesia. Getaran kegamangan untuk berdiri di garis tak berpihak salah satu pasangan capres, bagi awam, barangkali menjadi bayang-bayang yang menghantui netralitas MK dalam menarik simpulan persidangan dari proses marathon selamadua pekan hingga pengambilan putusan akhir pada 21 atau 22 Agustus mendatang.

Salah satu bentuk respons negatif atas pesimisme awam terkait sengketa hasil Pilpres adalah marak berkelindan semburan vibrasi negative dalam rupa caci maki kepada para saksi untuk merongorng wibawa persidangan yang dilontarkan oleh pihak-pihak tak dewasa berdemokrasi dan tak bertanggungjawab dan berargumentasi. Di internet, utamanya di jejaring sosial sangat jamak, bahkan bisa dikata kalimat caci maki bahkan secara serius diartikulasi dalam rupa gambar yang menyerang dan melecehkan, mengalami keberterimaan hingga terhadap sekalangan pihak yang dipertanyakan standar keadabannya mengangap hal tersebut biasa saja.

Bagi MK yang diampu oleh sembilan hakim yang mumpuni dan telah teruji, mengakhiri sengketa pilpres dengan putusan seadil-adilnya dan mengdepankan penegakan konstitusi, seyogyanya bukanlah perkara yang dianggap sulit sebagaimana pandangan awam. Sebab pihak penggugat (Prabowo-Hatta) dan tergugat (KPU) serta yang terkait (Jokowi-JK), telah mendatangkan saksi sampai pada tingkat pakar atau saksi ahli, untuk memberikan keterangan di bawah sumpah, guna menjaga kesucian neraca keadilan di alatas sidang MK. Kita menagih pernyataan hakim MK untuk tidak terpengaruh dengan berbagai opini yang coba ditiupkan untuk menyihir publik perihal kebenaran dan keadilan yang disembunyikan atau direkayasa selama proses pilpres.

Kita percaya, bahwa hakim MK adalah orang-orang terpercaya, kredibel, bertanggungjawab dan berpihak hanya pada penagakan konstitusi, bukan pada salah satu pasangan capres walaupun di antara mereka punya hubungan masa lalu yang intim dengan parpol pengusung maupun tim sukses capres-cawapres tersebut. MK kini menjadi pusat sorotan publik sebab ketukan palu MK penentu siapa sesungguhnya pemenang Pilpres dan bakal meimpin Indonesia lima tahun mendatang. MK menjadi harapan penegakan konstitusi yang mencederai pesta demokrasi. MK merupakan benteng terakhir untuk menjaga marwah demokrasi, sistem politik yang telah disepakati untuk kita usung sebagai jalan menuju tercapainya cita-cita berbangsa dan bernegara.

MK ditahbiskan melindungi purifikasi demokrasi dari berbagai upaya pencederaan di dalam proses Pilpres yang disinyalir penuh muslihat. Mulai dari munculnya suara siluman, pemilih siluman, amputasi hak pilih yang kesemuanya itu merupakan hak mendasar warga Negara dan mutlak dijamin serta dijaga oleh Negara sebagaimana amanat konstitusi. Munculnya berbagai aksi dukungan, pemantauan hingga pengawasan mengawal proses sidang sengketa Pilpres di MK seperti pembuatan petisi online MK HARUS JUJUR tentu saja tak boleh dimaknai sebagai bentuk ekspresi antipati terhadap pranata hukum tersebut yang muncaki posisi tertinggi di republik ini.

Sebaliknya, partisipasi berbagai elemen civilsociety mulai dari penggalangan petisi MK HARUS JUJUR hingga keseriusan memantau sidang demi sidang, menyiarkan dari jenak ke jenak proses adu data, fakta dan argumentasi berbasis legalitas di ruang sidang MK, patut kita syukuri sebagai bentuk kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi. Seperti diucapkan oleh seorang filusif Prancis, Alain de Benoist, bahwa “Norma tertinggi demokrasi bukan “jangkauan kebebasan” atau “jangkauan kesamaan”, tetapi ukuran tertinggi partisipasi.”. Mari galang kebersamaan mendukung MK HARUS JUJUR dan BERPIHAK pada PENEGAKAN KONSTITUSI.

Jusman Dalle
(Kompasiana)



Baca juga :