“Siapa pun yang menguasai Palestina, dia akan menguasai dunia.” (Shalahuddin Al-Ayyubi)
Shalahuddin Al-Ayyubi bukanlah superhero tiba-tiba turun dari langit. Shalahuddin Al-Ayyubi tidaklah sendiri. Shalahuddin Al-Ayyubi adalah satu tokoh utama dari sebuah generasi hebat yang lahir dari sejarah panjang.
90 Tahun sebelumnya, Hujjatul Islam Al Ghazali merintis lahirnya generasi hebat ini. Beliau berusia sekitar sekitar 42 tahun ketika Baitul Maqdis ditaklukkan tentara salib. Hujjatul Islam Al- Ghazali mendiagnosa kondisi umat Islam saat itu, mengapa sampai bisa sedemikian terpuruknya sehingga puncaknya dengan mudah bisa ditaklukkan oleh tentara salib.
Beliau menemukan saat itu umat terpecah belah oleh fanatisme mazhab dan golongan, fungsi ulama berubah yang tadinya guru dan penasihat para penguasa malah menjadi alat politik dan bawahan para penguasa, dan kecintaan pada harta menimbulkan perilaku menyimpang baik cara perolehan maupun penggunaannya (korupsi, kolusi, nepotisme).
Ini semua yang kemudian menimbulkan kerusakan ekonomi, sosial dan politik yang kemudian melemahkan dunia Islam secara keseluruhan dalam menghadapi serangan-serangan kaum salib.
Kemudian, Al Ghazali merumuskan sistem pendidikan dan mendirikan madrasah guna memproduksi generasi baru para ulama dan pendidik (murabbi). Tongkat estafet diteruskan oleh generasi kedua yaitu Syeikh Abdul Qadir al Jilani di Madrasah Al-Qadiriyah di pusat kota Bagdad yang mempunyai misi mencetak lulusan yang siap memegang tampuk pimpinan perjuangan Islam dan menyebarkan misi al amr bil ma’ruf wan nahy ‘an al munkar. Maka lahirlah dari sini pemimpin umat Nuruddin Zanki yang kemudian melahirkan ‘anak didik’ bernama Shalahuddin Al-Ayyubi -orang barat menyebutnya Saladin The Wise- yang merebut kembali tanah Palestina ke pangkuan Islam dari salah satu super power dunia waktu itu yaitu kaum salibis.
Dibutuhkan 3 sampai 4 generasi untuk kembali merebut Palestina. Dan semuanya berawal dari pendidikan (tarbiyah) untuk memulai kebangkitan.
Dan sejarah akan berulang…
Disini, di negeri ini, kurang lebih 30-an tahun yang lalu, para peletak dakwah yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari sebelah tangan, menebar benih-benih kebangkitan melalui pendidikan. Sekarang generasi pertama benih-benih ini telah banyak menjadi pemimpin umat di berbagai level. Pendidikan, sekali lagi terbukti mampu mencetak pemimpin umat.
Dan sekarang kulihat, generasi kedua yang telah mendapatkan tarbiyah sejak dini, dan ada pula yg mendapatkan tarbiyah sejak mereka dalam kandungan karena mereka adalah keturunan biologis dan idiologis dari generasi pertama, telah bermunculan. Mereka sekarang masih muda, sekitar 30, namun telah begitu matang dan siap menerima tongkat estafet kebangkitan.
Ada pemuda yang pena dan lidahnya cerdas dan tangkas melawan para liberalis.
Ada pemuda yang kemampuan fiqh dan satranya bagaikan Buya Hamka.
Ada pemuda yang sudah hafidz sejak kecil, dan sekarang mampu mentadaburi ayat-ayat Al Qur’an dan kemudian memberikan makna dan semangat baru kepada kita yang belum pernah ada sebelumnya.
Dan banyak lagi pemuda hasil dari pendidikan ini. Mereka tidak hanya ditempa di meja-meja sekolahan. Mereka juga ditempa di lapangan agar mereka bisa matang karena manis getir perjuangan.
Kedepan, akan kita lihat bersama mereka akan tampil memimpin umat ini dan, Indonesia yang begitu jauh dari tempat Islam bermula, yang telah Allah takdirkan menjadi negara Islam terbesar ini akan menjadi "Big Brother" bagi saudara-saudara kita sedunia, insyaAllah.
Wahai Saudaraku, yakin dan istiqomahlah dengan jalan pendidikan ini. Sejarah telah membuktikan.
Dan kita yakin… sangat yakin bahwa sejarah akan berulang. Dan kata-kata mutiara ini akan kembali menemukan kebenarannya… “Pendidikan Untuk Kebangkitan”.
By: @spinandhito
-----
Untuk 4 anakku:
Kuberikan kepada kalian nama-nama terbaik
Kusekolahkan kalian di madrasah terbaik
Didepan ka’bah kudoakan kalian syahid,
Merebut kembali Palestina