Bangsa Pemenang itu Bernama GAZA


Oleh Rivai Hutapea

Allahu Akbar! Seakan tak bisa ditahan, tiba-tiba saja kalimat itu keluar dari bibir ini saat menyaksikan rakyat GAZA turun ke jalan, bersujud syukur merayakan kemenangan perang melawan Zionis dan sekutunya dari layar kaca pasca pengumuman gencatan senjata yang diumumkan Mesir dan disetujui oleh AS itu. Tak terasa mata ini pun berkaca-kaca.  Butiran kaca telah jatuh membasahi baju. Gembira bercampur haru.

Rakyat GAZA dan HAMAS memang pantas bersyukur dan merayakan kemenangannya tersebut. Bahkan mereka sebenarnya pantas dicatat dalam sejarah dunia sebagai bangsa pemenang karena kriteria bangsa pemenang melekat erat dalam diri rakyat GAZA. Bagaimana tidak, selama 51 hari penyerangan, mereka begitu teguh dan menunjukkan perlawanan yang gigih melawan penjajah Zionis yang dibantu para sekutunya itu. Ribuan ton peluru rudal yang ditembakkan tentara Zionis ke arah mereka tak lantas membuat mereka merasa gentar. Urat syaraf ketakutan rakyat GAZA, benar-benar telah putus.

Sebaliknya, menghadapi tekanan luar biasa dan bombardir rudal tentara Zionis hasil bantuan sekutunya itu, mereka justru saling bahu membahu. Dengan jiwa heroik yang tinggi, mereka menentang dan melawan serangan zalim rudal-rudal tentara Zionis yang ditembakkan ke GAZA tak kenal henti tersebut. Kematian ribuan warga GAZA, sedikit pun tidak lantas menyurutkan perjuangan mereka menentang kezaliman Zionis, malah sebaliknya, perlawanan mereka semakin berapi-api.

Padahal, bertahun-tahun kehidupan mereka tidaklah normal, serba kekurangan lantaran boikot keji Zionis dan sekutunya. Walhasil, mereka pun terpaksa harus memeras otak dan bekerja keras untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Dahsyatnya lagi, meski himpitan kehidupan sangat berat, namun hal itu tak lantas membuat rakyat GAZA mengeluh, apalagi menyerah pada keadaan. Rakyat GAZA benar-benar mewarisi tradisi bangsa-bangsa pemenang.  
 
Terima Kasih Allah, Terima Kasih GAZA

Thank’s Allah. Terima kasih GAZA. Terima kasih Hamas. Terima kasih para syuhada. Ya, sudah selayaknya ucapan terima kasih itu kita ucapkan saat ini. Selayaknya kita haturkan terima kasih kepada Allah, rakyat GAZA, HAMAS dan para syuhada GAZA. Saat di mana kita, para aktivis dakwah seperti pucat mayit, terlebih lagi setelah mendapat pukulan berat penolakan total Mahkamah Konstitusi (MK) atas permohonan kecurangan Pilpres 2014 lalu. Kemenangan rakyat GAZA atas Zionis dan sekutunya pasca pengumuman gencatan senjata beberapa hari lalu itu, ibarat darah segar yang memompa kembali semangat juang para aktivis dakwah.

Sebagai orang beriman, kita sepatutnya meyakini bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, tanpa campur tangan-Nya. Karenanya, kita juga kudu meyakini peristiwa kemenangan rakyat GAZA atas Zionis itu adalah takdir Allah. Janji kemenangan dari Allah tidaklah pernah meleset, terutama bagi siapa saja yang istiqamah di jalan-Nya.

Bak bintang bertaburan di langit, kemenangan rakyat GAZA atas Zionis dan sekutunya ini memberikan begitu banyak ibroh, pelajaran yang bermanfaat kepada umat Islam, khususnya para aktivis dakwah di berbagai belahan dunia, tak terkecuali para aktivias dakwah di Indonesia yang saat ini sedang meretas jalannya. Beberapa ibroh yang dapat diambil dari kemenangan rakyat GAZA tersebut, di antaranya adalah:

Pertama, cermin akan kokohnya keimanan rakyat GAZA. Ini bukan tong kosong nyaring bunyinya. Serangan membabi-buta tentara Zionis Israel selama 51 hari ke rakyat GAZA selama ini menjadi bukti tak terbantahkan akan luar biasanya keimanan yang dipegang rakyat GAZA. Ribuan ton rudal yang ditembakkan ke GAZA yang mengakibatkan lebih dari dua ribuan warga mati syahid, ribuan orang luka-luka, ribuan rumah dan infra struktur hancur lebur, belum lagi boikot obat-obat, pangan ditambah tekanan luar biasa internasional, terutama dari sekutu Israel, ternyata tak sedikit pun menggeser keimanan mereka.

Bahkan sebaliknya, serangan membabi buta tentara Israel tersebut justru memperteguh keimanan warga GAZA. Alih-alih takut dengan senjata Zionis, rakyat GAZA malah semakin yakin akan janji-janji kebaikan dan surga dari Allah SWT bagi siapa saja yang berjuang membela tegaknya panji-panji Islam di muka bumi.

Keteguhan memegang janji Allah dan keimanan inilah yang menjadi kunci rahasia rakyat GAZA mampu bertahan selama 51 hari dari bombardir rudal-rudal tentara Zionis. Di mata rakyat GAZA, kepedihan dan penderitaan yang mereka alami akibat tembakan peluru dan rudal mesin otomatis tentara Zionis, tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan kelezatan yang dijanjikan Allah SWT kepada mereka yang kokoh memegang keimanan.

Rakyat GAZA percaya, cepat atau lambat, hari ini atau esok, kemenangan jihad Islam akan segera mereka dapatkan. Dengan keimanan itu pula, mereka meyakini, cepat atau lambat, segala tipu daya Zionis dan sekutunya akan berakhir dan mengalami kehancuran.

Dan keyakinan rakyat GAZA tersebut, tidaklah bertepuk sebelah tangan. Terbukti, kolaborasi Zionis dan sekutunya memborbardir rakyat GAZA ternyata hanya mampu bertahan selama 51 hari, tidak lebih dari itu. Dan akhirnya, melalui “juru bicara” mereka, Mesir dan AS, Zionis mengibarkan bendera putih, tanda menyerah. Dengan keteguhan imannya, rakyat GAZA berhasil memaksa Zionis dan sekutunya meminta gencatan senjata. Sementara di sisi lain, meski ribuan ton rudal ditembakkan, rakyat GAZA dan HAMAS, tetap tegar dan tidak sedikit pun menunjukkan tanda-tanda kekalahan. Subhanallah.

Kita, para aktivis dakwah yang saat ini sedang meretas jalannya, sudah selayaknya meneladani keteguhan iman yang dipegang rakyat GAZA. Fitnah, rekayasa busuk mengkerdilkan dan memfitnah dakwah dan partai dakwah ini adalah sunatullah dakwah yang tak bisa dielakkan. Hanya dengan berpegang teguh dengan keimanan dan terus menerus berjuang serta istiqamah bekerja konsisten di jalan dakwah ini, insya Allah kemenangan cepat atau lambat akan segera diraih.

Kedua, berjalan baiknya kaderisasi kepemimpinan di rakyat GAZA dan HAMAS. Berjalan baiknya kaderisasi ini pelajaran kedua yang dapat kita petik dari kemenangan GAZA atas Israel. Bukan kali ini saja, rudal-rudal tentara Zionis membunuhi ribuan rakyat GAZA. Sebelumnya, Israel juga menjalani politik genosida ini, bahkan diprediksi ke depan pun Zionis akan menjalani rekayasi keji ini. Sudah mafhum karena inilah yang menjadi salah satu tujuan utama setiap serangan Israel ke GAZA, yaitu memutus mata rantai kaderisasi rakyat GAZA.

Sayangnya, rencana keji Zionis itu, gagal total. Alih-alih memutus rantai kaderisasi di GAZA, yang terjadi malah sebaliknya, kaderisasi kepemimpinan terus berjalan dengan rapi di rakyat GAZA dan HAMAS. Bak jamur di musim hujan, seberapa pun tentara Israel berhasil membunuh komandan HAMAS, seketika itu pula telah muncul komandan baru sebagai penggantinya, bahkan yang jauh lebih smart dan militan dari pendahulunya.

Dengan membunuhi anak-anak, Zionis berharap mata rantai kepemimpinan mujahidin pun akan terputus. Namun yang terjadi juga sebaliknya, lahir pula puluhan bahkan ratusan bayi-bayi GAZA, calon generasi dan pemimpin GAZA masa depan. Dahsyatnya lagi, di tengah himpitan ekonomi dan ribuan rudal yang ditembakkan Zionis, lahir pula ribuan anak-anak GAZA hafidz Qur’an.

Inilah yang membuat Zionis seakan putus asa. Secanggih apa pun rekayasa busuk mereka menghancurkan umat Islam GAZA, terasa sia-sia karena kaderisasi dan pembinaan kepemimpinan terus berjalan dan tidak pernah henti walau dihujani rudal ribuan ton beratnya.

Belajar dari perjuangan rakyat GAZA tersebut, tantangan, kerjaan, ujian yang ada di depan mata, selayaknya kita hadapi dengan sikap keteguhan iman, sikap cerdas dan dengan militansi yang luar biasa, tanpa sedikit pun merasa mengeluh dengan ujian meski seberat apa pun cobaan dan tantangan itu.

Namun di luar sikap cerdas dan tepat merespon tantangan yang ada itu, dakwah ini juga kudu memprioritaskan kaderisasi untuk mempersiapkan para pimpinan dakwah masa depan yang tangguh, kokoh keimanannya dan tidak pernah sedikit pun merasa mengeluh menghadapi ujian. Dan menumbuhkan kecintaan kepada Qur’an dan perjuangan Nabi Saw serta para sahabatnya adalah salah satu metode efektif untuk memunculkan para pemimpin dakwah yang kokoh keimanannya tersebut.

Karenanya, sikap dakwah merespon program kaderisasi ini seyogianya sama dan sebanding dengan sikap dakwah merespon tantangan, ujian dan persoalan di pemerintahan, legislatif, politik dan ekonomi. Bahkan, jika memperhatikan tujuannya, yaitu untuk keberlangsungan estafet kepemimpin dakwah ke depan, program kaderisasi dakwah justru kudu lebih mendapat prioritas. Bukan sekadar anjuran yang dapat diabaikan oleh kader, namun sebuah kewajiban yang inklud dalam setiap aktivitas kader.

Hal lainnya yang juga urgen dalam proses kaderisasi kepemimpinan ini adalah memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya dan seluas mungkin kepada para kader muda untuk menduduki pos-pos tertentu. Ini adalah strategi magang agar para kader muda ini memiliki pengalaman mumpuni dan segera siap memainkan peran bila suatu waktu dakwah ini membutuhkan skill mereka. Prinsipnya, semakin banyak kader dakwah diberi kesempatan untuk magang di berbagai pos, maka semakin siap jamaah ini menghadapi tantangannya.

Kaderisasi kepemimpin dakwah inilah yang selama ini dijalani rakyat GAZA. Menyadari betul akan rekayasa Zionis memberangus regenerasi jihad di GAZA, tidak ada cara lain yang lebih efektif dan terbaik selain menjalani program kaderisasi. Dan rakyat GAZA benar-benar menempatkan kaderisasi ini menjadi prioritas utama mereka, selain merespon tantangan yang ada. Inilah rahasianya meskipun banyak para komandan HAMAS mati syahid, namun perjuangan HAMAS dan rakyat GAZA tak pernah berhenti karena rakyat GAZA memiliki ribuan stok pemimpin hasil dari program kaderisasi.

Ketiga, kemenangan ini adalah bukti solidnya ukhuwah semua elemen di GAZA. Rakyat GAZA benar-benar memberikan teladan bagi kita para aktivis dakwah bahwa ukhuwah bukan sekadar live service.  Selain keteguhan iman, ukhuwahlah juga yang menjadi penopang kekuatan rakyat GAZA.

Di mata rakyat GAZA, ukhuwah bukan sekadar manis di bibir, namun benar-benar terwujud dalam kehidupan dan perjuangan mereka sehari-hari, tak hanya bagi laki-laki juga para wanita. Untuk melindungi para pejuang GAZA dan HAMAS, para wanita tak segan-segan menjadi perisai berada di barisan terdepan berhadapan langsung dengan tentara Zionis Israel. Mereka yang kuat membantu mereka yang lemah. Pepatah ringan sama dijinjing, berat sama dipikul, sudah menjadi bagian tak terpisah dari jiwa rakyat GAZA.

Belajar dari rakyat GAZA, selayaknya ukhuwah ini pun bukan sekadar live service bagi kita para aktivis dakwah. Pepatah ringan sama dijinjing, berat sama dipikul, kudu melekat dalam diri kita para aktivis. Sudah semestinya, kita menyadari perjuangan dakwah ini tidak dapat dijalani sendiri. Keberhasilan kita saat ini, tidak lepas dari peran dan kontribusi saudara kita, kader dakwah lainnya.

Karena itulah, sudah selayaknya rasa taawun kita kedepankan dengan membantu saudara kita sesama kader dakwah agar kesulitan, baik ekonomi mereka dapat terselesaikan. Tak mesti diperintah, semestinya sudah secara otomatis, para kader yang saat ini mendapat amanah dan posisi ekonominya lebih baik, sudah selayaknya mendatangi dan membatu saudaraki kita, para kader dakwah yang saat ini sedang mengalami kesulitan.

Di sinilah kita belajar banyak dari rakyat GAZA. Tanpa ukhuwah, saling tolong menolong antara mereka, yang kuat mendatangi dan membantu yang lemah, mustahil mereka dapat bertahan dari boikot keji dan gempuran dahsyat ribuan ton rudal Zionis dan sekutunya. Dan dengan keimanan yang kokoh dan ukhuwah itu pula, mereka berhasil membuat Zionis dan sekutunya frustasi.

Sekali lagi, terima kasih rakyat GAZA, engkau memang pantas disebut sebagai bangsa pemenang.



Baca juga :