Maka, Menjadilah seperti Musa


Maka, Menjadilah seperti Musa
(July 23, 2014 at 7:20am)

Kutulis sajak ini tanpa airmata
Meski kau sudah bulat berkata
Lantang mundur dari ajang yang bikin kami berkamar dua
Bahwa ada aksi curang, makar gelembungkan suara
Hingga akhirnya kau urung jadi pemimpin Indonesia

Tapi ini bukan beban di hati hamba
Meski sinis, caci, cerca, terus membahana
Apa saja yang kau pikir dan bicara
Satu simpulan di kepala mereka:
Kau, manusia berbahaya!

Meski kau batal bersinggasana
Kau sudah lekati di dalam dada
Jangan surut hanya karena mereka jumawa
Atas ‘kalah’ yang kau derita
Itu tidaklah seberapa
Andai kau masih mau mengabdi pada bangsa
Demi Indonesia tidak kian nestapa
Di bawah duli presiden bergaya jari dua

Belajarlah kau pada Musa
Saat ia terusir kalah lalu dihina
Berkonsolidasi di Madyan demi titah-Nya
Bersiap siaga melawan sang angkara
Raja pendaku tuhan semesta

Kadang siapa saja berubah karena kuasa
Dulu lugu, kelak zalim demi wibawa
Ditopang puji dan puja tak berkira
Dari tukang hitung cepat, bandit BLBI, pemerhati, hingga media utama
Ditopang intelektual dan alim ulama pelawan fatwa
Maka jadilah: yang hitam, putih dikata
Yang berdarah-darah dibilang niscaya dalam angka

Pada akhirnya...
Semua bisa menjadi apa saja
Jadikan presiden berpredikat durjana
Seperti Firaun di negri Mesir sana

Selaksa Musa yang riwayatkan setitik nista
Karena regangkan nyawa orang taksengaja
Setitik aib pula yang benamkan kau selamanya
Sebagai penjahat hak asasi manusia, katanya

Tapi, bangkitlah! Buktikan kau berjiwa ksatria!
Seperti Musa saat tegakkan kalimat lillahi ta’ala
Agar tuhan yang disembah hanya Dia saja
Bukan raja-raja jahat penuh polesan citra

Kau mungkin tetap selemah Musa
Saat gagap bila nanti hadapi penguasa angkara murka
Batarakala adikuasa cengkerami negara
Tapi kau telah miliki kawan sekata
Sedalam ilmu Khidir, seluas Harun dalam setia

Ada ulama yang sebenarnya merawat agama
Bukan sekadar fatwa meski disebut ‘bajingan’, dihina
Bertabiklah pada sederet para bijak yang siap berkata
Menasihat dari hati agar amarah berpadu dengan kuatnya jiwa
Masih ada waktu untuk berbenah melawan barisan pendusta
Masih ada ruang untuk mencinta, pada Indonesia tercinta
Bukan sekadar bersimbolkan burung garuda
Lebih dari itu: mendamba Nusantara jaya berpilar Pancasila

Jenderal, tetaplah kau seperti kuda!
Berlari menggapai cita, menolak lupa
Tanpa kesumat dendam membara
Karena kami percaya: menjadi dewasa
Tak harus selalu tampil di muka
Ia bisa hadir sebagai oposan penguasa
Biar rakyat tidak mudah lupa

Agar Indonesia tidak menjadi Bani Israel di hadapan Musa.(Buat seorang perwira yang berani melawan tirani Moerdani, tapi hormati Jenderal Bintang Lima AH Nasution)

*Puisi karya Yusuf Maulana


Baca juga :