Akhlak seorang Prabowo Subianto terhadap atasan atau yang lebih tua memang patut diacungi jempol. Kesantunan yang memang karakter dan bukan sebuah pencitraan apalagi penghambaan terhadap kekuasaan dan uang. Suri tauladan yang sangat dibutuhkan bagi generasi saat ini yang pilar-pilar akhlak regenerasinya tengah terkikis kebudayaan asing.
Saat menjabat sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, di penghujung Februari 1998, Mayor Jenderal Prabowo membuat kejutan di dunia militer dengan gebrakannya mengundang Jenderal Besar Abdul Haris Nasution menjadi tamu kehormatan Kopassus. Semua Perwira Tinggi (Pati) terperangah dengan apa yang dilakukan menantu Soeharto ini.
Jenderal Besar (Purn.) A.H Nasution, adalah Jenderal dengan pangkat lima bintang di bahunya. Tak heran jika ia disebut dengan Jenderal Besar. Di Indonesia, yang memiliki jabatan setinggi itu hanya tiga orang, yakni Jenderal Besar Soedirman, Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, dan Jenderal Besar Soeharto. Namun sayang, Jenderal besar itu terpinggirkan karena tak lagi produktif sementara usianya sudah terlalu lanjut.
Tapi lihat apa yang dilakukan Prabowo terhadap sosok Jenderal renta itu? Kedua mata Abdul Haris Nasution dibuatnya mengalir. Jenderal yang gagasan perang gerilyanya menjadi acuan kurikulum sekolah militer internasional itu terharu bagaimana seorangpemuda gagah nan tampan, seorang menantu Presiden dengan jabatan strategis yang didudukinya begitu mau memanjakannya, membopongnya, menghormatinya, bahkan ia lakukan itu di depan ratusan pasukan ter-elite di Asia itu.
Apa yang diinginkan Prabowo dari Jenderal Abdul Haris, seorang renta yang habis manis sepah ‘terbuang’? Maka dengan tangannya sendiri kemudian Mayor Jenderal Prabowo Subianto memakaikan baret merah berbintang lima ke kepala Jenderal Abdul Haris serta menyematkan pisau emas dan wing komando, disaksikan Ibu Johanna, istri Jenderal Abdul Haris yang kedua matanya turut berkaca-kaca. Dari kejauhan ibu Johanna menyaksikan bagaimana suaminya menjadi inspektur upacara dengan berdiri menaiki jeep terbuka berpelat bintang lima seraya memeriksa barisan satuan anak emas Angkatan Darat itu.
Tak hanya kepada Jenderal Abdul Haris, karena Prabowo juga menghormati Jenderal Soedirman, Soekarno, dan mertuanya sendiri, Soeharto. Rasa hormat itu juga ia berikan untuk semua Pati (Perwira Tinggi) di militer, seperti Rudini, Try Sutrisno, Feisal Tanjung, Wiranto, Subagyo HS, Sugiono, Sintong Pandjaitan, dan seluruh tokoh yang telah berjasa untuk bangsa ini.
Kemarin, Senin (30/6) Prabowo yang telah menjadi Capres dengan raihan elektabilitas tertinggi memenuhi undangan Indonesian Council on World Affairs (ICWA) di Hotel Borobudur, Jakarta. Dalam undangan tersebut Prabowo diminta untuk mengutarakan pandangannya mengenai politik luar negeri dan kepentingan nasional di hadapan perwakilan kedutaan besar negara asing di Indonesia.
Prabowo pun memenuhi undangan yang telah dinanti lebih dari seratusan orang itu. Saat tiba di ruangan Hotel Borobudur, Prabowo pun disambut meriah. Banyak tamu yang berdiri untuk menyalami Prabowo yang juga disambut Capres nomor urut 1 itu.
Namun tiba-tiba pandangan mata Prabowo tertumbuk pada seorang wanita renta yang tengah duduk di kursi roda. Tanpa banyak bicara Prabowo langsung menghampiri nenek renta tersebut. Dengan mengangkat dua tangannya di depan dada, kemudian tanpa malu Prabowo langsung berlutut dan memegang tangan nenek tua yang tak lain adalah Herawati Diah, tokoh pers perempuan Indonesia yang kini telah berusia 95 tahun.
Herawati merupakan istri almarhum Burhanuddin Mohammad Diah (BM Diah), pendiri Harian Merdeka dan seorang pejuang kemerdekaan yang memang seharusnya dihormati.
Kecakapan budi pekerti seorang Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto yang senantiasa tetap terjaga akan menjadi cermin tauladan generasi bangsa.
*sumber: spektanews