Elektabilitas Calon Presiden Prabowo Subianto belakangan mengalami kenaikan secara konsisten. Namun di saat bersamaan, serangan kampanye hitam terhadap pribadi putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo itu juga kian gencar. Di saat bersamaan, Prabowo menghadirkan politik ala Jawa yang elegan.
Pemilu Presiden 2014 ini benar-benar menjadi masa-masa sulit bagi Prabowo Subianto di pentas politik nasional. Di saat elektabilitasnya merangkak secara konsiten yang terkonfirmasi oleh seluruh lembaga riset politik, ia justru mendapat serangan politik kian massif dan cenderung membabi buta.
Persoalan laten tudingan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap Prabowo menemukan titik kulminasi di Pilpres 2014 ini. Hal ini tidak dijumpai dalam Pilpres 2009 lalu, di saat dirinya mendampingi Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Kini, surat dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP) menjadi bahan serangan terhadap Prabowo.
Namun, cukup mengejutkan reaksi yang muncul dari Prabowo Subianto. Mendapat serangan beragam dari kubu Joko-Kalla, Prabowo tak melakukan serangan balik. Ia justru berujar "Saya dituduh macam-macam, saya serahkan kepada Allah SWT," kata Prabowo saat berkampanye di Medan, Sumatera Utara, Rabu (11/6/2014).
Pernyataan Prabowo itu tentu terkait dengan perkembangan politik mutakhir saat ini. Beredarnya surat DKP yang belakangan menyudutkan Prabowo ini menjadi polemik yag menimbulkan pro dan kontra.
Sikap Prabowo ini cenderung konsisten. Seperti saat debat perdana capres/cawapres awal pekan ini, saat ditanya oleh Cawapres Kalla tentang persoalan HAM, Prabowo dengan tandas mengatakan persoalan HAM yang dituduhkan pada dirinya pada masa lalu, sebagai prajurit dapat ditanyakan ke atasannya. "Kita bertanggungjawab pada atasan, kalau penilaian ditentukan atasan kita," jelas Prabowo, yang saat itu menjabat Pangkostrad TNI AD, dalam debat Capres-Cawapres, di Balai Kartini, Jakarta, Senin (9/6/2014).
JK yang tidak puas, meminta penjelasan detail lagi kepada Prabowo. Karena JK belum puas, Prabowo tidak memberi jawaban yang kongkrit. Tapi dia meminta untuk bertanya pada atasannya saat itu. "Kalau ingin tanya, tanyalah atasan saya waktu itu," tegas Prabowo.
Sikap Prabowo yang tenang dan tidak melakukan perlawanan ini tak ubahnya pelaksanaan filosofi Jawa yang populer dan dijalankan oleh masyarakat Jawa secara taat. Sikap "mikhul dhuwur mendem jero" dalam merespons serangkaian tudingan kepada dirinya cukup menonjol.
Filsafat Jawa itu secara konsisten dipegang Praboowo di tengah kerasnya pertarungan politik saat ini yang kerap tak lagi mengindahkan etika politik. Pilihan sikap ini tentu akan menuai simpati publik, khususnya masyarakat Jawa. [mdr]
*http://nasional.inilah.com/read/detail/2108826/politik-mikul-dhuwur-mendem-jero-ala-prabowo#.U5jf1rEZOsg