Jakarta – Ketegangan antara Islam, modernitas, dan keindonesiaan telah berkembang selama bertahun-tahun di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Hal tersebut disampaikan Anis Matta saat peluncuran bukunya yang berjudul Gelombang Ketiga Indonesia, Rabu (5/3), di panggung utama Islamic Book Fair (IBF), Istora Senayan, Jakarta.
“Secara perlahan-lahan, saya menyadari ada ketegangan segitiga. Islam di satu sisi, kemodernan di sisi yang lain, dan keindonesiaan pada sisi yang lain,” katanya.
Namun, menurut presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, ketegangan segitiga tersebut akan segera berakhir. Ini karena Indonesia akan segera memasuki era sejarah baru yang disebut dengan Gelombang Ketiga Indonesia.
“Setelah saya bergaul dengan lebih banyak orang dan para ahli sejarah, saya mulai melihat bahwa ketegangan ini akan segera berakhir. Akan ada titik temu antara Islam, kemodernan, dan keindonesiaan. Akan ada titik temu antara agama, pengetahuan, dan kesejahteraan. Titik temunya inilah yang saya rasakan sedang akan kita masuki. Proses menemukan titik temu ini yang saya sebut dengan ‘Gelombang Ketiga Indonesia’,” ungkapnya.
Anis, yang saat ini berusia 45 tahun, kemudian menjelaskan lima ciri masyarakat Indonesia pada gelombang ketiga. Lima ciri itu adalah penduduk Indonesia didominasi oleh orang-orang muda, khusunya yang berumur 45 tahun ke bawah, berpendidikan tinggi, berpenghasilan baik, terkoneksi secara luas ke seluruh dunia, dan native democracy (warga negara asli demokrasi).
Dengan lima ciri tersebut, maka Indonesia ke depan akan memiliki identitas baru. “Lebih religius, lebih berpengetahuan, dan lebih sejahtera. Itulah ciri Indonesia masa depan. Agama menjadi orientasi dan sumber moralnya. Pengetahuan menjadi sumber kompetensi dan produktivitasnya. Kesejahteraan itu output-nya,” jelasnya.
Syarat mewujudkan masyarakat idaman seperti itu, simpul Anis, adalah dengan menanamkan optimisme di hati masyarakat. Sedangkan di tingkat negara, harus ada perubahan lingkup kerja, dari skala politik menuju skala peradaban.
“Sekarang, mari kita akhiri ketegangan antara agama, modernitas, dan keindonesiaan. Kita ubah menjadi sebuah model, bahwa orang Indonesia ke depan itu lebih soleh, lebih pintar, dan lebih kaya. Untuk itu, kita harus mengubah cara kerja negara agar masuk ke skala peradaban, tidak hanya dalam skala politik. Kira-kira, pemimpin seperti apa yang diperlukan untuk itu?” tutup sosok yang memiliki kans besar didukung oleh PKS untuk menjadi presiden itu.
Uniknya, ratusan penonton yang memadati area panggung utama IBF secara spontan menjawab, “Anis Matta!” (DLS/MFS/anismatta.net)