Buku Gelombang Ketiga Indonesia Bisa Menjadi Pegangan Muslim Dunia


Jakarta – Anis Matta mewakili peradaban kaumnya. Itulah salah satu kesimpulan yang disampaikan Roby Muhammad saat peluncuran buku Gelombang Ketiga Indonesia karya Anis Matta, Rabu (5/3), di panggung utama Islamic Book Fair (IBF), Istora Senayan, Jakarta.

“Yang paling menarik dari buku ini adalah bagaimana Anis Matta bisa mulai dari sebuah cerita pribadi, yaitu makan dengan nasi kecap, sampai membuat peradaban. Ternyata, masalah dia pribadi waktu kecil, sama dengan masalah peradaban. Ini pelajaran menarik untuk kita. Karena kalau Pak Anis bisa menyelesaikan ketegangan pribadinya, maka kita benar-benar bisa menyelesaikan ketegangan peradaban itu,” katanya.

Salah satu ketegangan yang dikemukakan oleh Anis Matta, ungkap doktor bidang sosiologi lulusan Colombia University, New York, itu, adalah ketegangan yang terjadi antara mindset individu dan kolektif. Menurutnya, hal ini seperti sejarah penggunaan mesin uap di dunia. Bangsa Arab menggunakan mesin uap untuk keperluan kolektif, yaitu memasak kari kambing untuk dimakan bersama-sama. Sedangkan bangsa barat, menggunakan mesin uap untuk kepentingan individu, yaitu mengangkut hasil tambang dan industri untuk meraup keuntungan pribadi sebanyak-banyaknya.

Selain ketegangan antara mindset individu dan kolektif, lanjut Roby, sebenarnya terjadi juga ketegangan antara masa lalu dan masa depan. Sebagai contoh, orang Muslim yakin dan percaya bahwa Nabi Muhammad adalah sosok Muslim yang paripurna. Masyarakat terbaik yang pernah ada di muka bumi, itu juga hidup pada zaman nabi, yaitu sahabat-sahabat Rasulullah itu sendiri.

Menghadapi kenyataan ini, ada orang ekstrem ingin total kembali ke masa lalu. Ada juga yang ekstrem ke masa depan dengan melupakan masa lalu. Melalui buku Gelombang Ketiga, Anis Matta mengajak pembacanya untuk menyelesaikan ketegangan seperti itu.

“Menariknya, Pak Anis mengajukan sebuah teori sejarah, di mana sejarah ini bukan menjadi sebuah ekstrem, tapi sebuah kontinuitas. Inilah yang disebut dengan istilah ‘gelombang sejarah’. Mungkin ini akan menjadi pegangan bagi Muslim Indonesia, bahkan dunia, tentang bagaimana menjadi seorang Muslim yang tetap terhubung ke masa lalu, karena itu salah satu prototype umat terbaik, sambil tetap melangkah ke depan. Jadinya apa? Ya, jadinya ‘Masyarakat Gelombang Ketiga’,” jelasnya.

Untuk mengisi era gelombang ketiga, diperlukan partisipasi dari generasi yang hidup saat ini. “Berdasarkan penjelasan Pak Anis, gelombang ketiga ini belum selesai, malah baru mulai. Nah, Pak Anis sudah mengajak untuk memulainya. Siapa yang harus menyelesaikannya? Saya pikir, kita semua sebagai Muslim Indonesia dan dunia,” tutup CEO Provetic Lembaga Riset itu. (DLS/MFS/anismatta.net)


Baca juga :