"Komunikasi Politik Bernuansa Seni Budaya"
Oleh: Ir H Yudi Widiana Adia, MSi
(Anggota Fraksi PKS DPR RI)
Sebuah pesan pendek masuk ke telepon seluler saya suatu siang akhir pekan lalu. Isinya ungkapan Terimakasih dari koordinator Posyandu Desa Purwasedar, Jampang, Sukabumi Selatan.
"Pak Yudi, mudah-mudahan desa kami menjadi kenangan tersendiri. Kami berharap Bapak lebih memerhatikan desa kami. Insya Allah, kami warga Purwasedar akan memperhatikan Bapak. Pak Yudi selalu di hati kami. (kader PKK + kader posyandu desa Purwasedar)".
Jujur saya terharu dengan sambutan masyarakat Sukabumi setiap kali kami berkunjung ke desa-desa atau kampung. Dalam kurun 4,5 tahun menjadi wakil rakyat di Senayan, hingga pekan kedua Januari 2014 ini, sudah 515 kampung yang kami sambangi dalam berbagai bentuk kegiatan, baik saat jadwal reses maupun tidak.
Dalam setahun terakhir, atas masukan kader-kader muda PKS Sukabumi yang kreatif, gaya komunikasi saya ketika bertemu konstituen dimodifikasi agar lebih segar dan menarik. Sebagai contoh, saat menyosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI, kami sajikan dalam nuansa atau dikemas oleh seni budaya.
Sejak awal acara, disajikan atraksi seni budaya yang dibawakan oleh para pemuda, pelajar, hingga kelompok seni dari desa setempat. Seni menyambut tamu dengan menampilkan Ki Lengser yang dipadukan dengan kesenian pencak silat atau kesenian marawis dan rebana menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat yang hadir.
Usai pembacaan kalam Ilahi, ibu-ibu PKK dan Posyandu tampil sebagai group vokal menyanyikan lagu berisi pesan-pesan bagi pemimpin atau wakil rakyat agar teguh memegang amanat.
Di sela-sela dialog, tim kreatif mengajak audiens menyanyikan lagu-lagu religi atau lagu-lagu nasional yang disajikan secara kreatif bahkan sesekali dipoles lebih ngepop.
Histeria massa dalam kadar rendah dan masih terkontrol terkadang tak terhindarkan. Saya melihat fenomena terse but darri sudut relasi sosial, dimana masyarakat yang tinggal dipelosok desa membutuhkan hiburan sekaligus aktualisasi diri. Perasaan itupun bertemu dengan kerinduan hadirnya pemimpin secara fisik atau kasat mata di tengah- tengah mereka. Pemimpin yang mau berempati mendengarkan keluh kesah dan aspirasi mereka. Pesan pendek diawal tulisan menggambarkan dengan jelas fenomena tersebut.
Dari 500*an lokasi dipelosok, terutama di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi, hampir seluruhnya mengakui baru sekali itu dikunjungi anggota DPR RI. Bahkan wakil rakyat daerah pun amat jarang yang mau turun ke desa-desa menyapa konstituennya, kecuali menjelang pemilu seperti saat ini.
Format atau gaya komunikasi politik dengan memadukan pesan-pesan politik dengan atraksi seni budaya, jauh lebih efektif dan mengena. Pesan-pesan yang biasanya berat pun terasa ringan dan menghibur tanpa meninggalkan unsur pendidikan politiknya.
Untuk menguji apakah pesan-pesan yang disampaikan bisa diterima audiens dengan baik, kami membuat kuis seputar materi yang disampaikan. Hasilnya mereka mampu menjawab pertanyaan kuis dengan baik. Bukan hanya kaum muda bahkan Kalangan tua terutama kaum Ibu.
Begitulah pengalaman kami bergaul dengan kalangan akar rumput. Semoga bermanfaat bagi pembaca yang budiman.