Politik, Ikhlas dan Tawadhu


Nourman Hidayat
(Anggota DPRK Aceh Besar)

Tiga bulan lalu, Saya digugat oleh seorang pemuda asal dapil saya melalui wall facebook. "Kami tidak merasakan manfaat apapun dari anggota dewan ini." Kata dia saat mengomentari photo saya.

Pemuda ini saya kenal, dan faktanya, diantara gampong (desa) lain di dapil saya, gampong pemuda inilah yang mendapat manfaat terbesar melalui dana aspirasi yg saya perjuangkan di DPRK. Mulai pembangunan jalan hotmix senilai 1,7 milyar, rumah dhuafa, MCK mushala, jalan lingkungan, modal usaha, dll.

Sebagai anggota dewan yang terpilih selama dua periode dan bersiap untuk pemilihan periode berikutnya, pernyataan ini tentu membuat saya malu dan bahkan terhina. Karena facebook dibaca oleh banyak orang yang mengenal saya. Sebagian lainnya adalah para hater yang sangat menyukai informasi seperti ini.

Kaget, kecewa, dan malu menjadi satu. Sebagai anggota dewan dari Partai Keadilan Sejahtera, pernyataan itu adalah aib besar. Tidak layak aleg PKS dianggap lebay dan tidak produktif. Meski saya terpilih kedua kalinya dengan hanya bermodal spanduk kecil senilai 750 ribu rupiah dan mendapat dukungan yang bagus dari masyarakat. Saya harus mengkoreksi diri.

Ternyata kesalahan terbesar saya, dan (mungkin) anggota dewan PKS lainnya adalah 'tidak mengumumkan kerja dan pengabdian sebagai anggota dewan' dengan alasan tawadhu'. Atau alasan lain, "ikhlas dong" atau "tangan kanan memberi tangan kiri tidak boleh tau". Dan banyak alasan lainnya. Padahal alasan yang sama itu juga digunakan para hater ambigu untuk menyerang PKS.

Masyarakat tidak mengetahui misalnya, suatu proyek pembangunan jalan desa adalah atas perjuangan PKS. Atau penambahan tunjangan pegawai, gratis biaya berobat, santunan kematian, rumah dhuafa, dan lain lain adalah contoh buah karya empati anggota dewan PKS.

Bisa jadi kader juga buta informasi ini, sehingga mereka tidak mampu menjelaskan saat direct selling. Amunisi terbaik adalah fakta kerja bukan rencana-rencana. Kader harus mendapat amunisi yang cukup untuk memudahkan dakwah politiknya.

Sejak saat itu wall facebook saya mulai rutin memuat photo-photo kegiatan dan juga proyek pembangunan yang saya perjuangkan. Baik yang sedang dikerjakan, yang telah selesai dikerjakan maupun yang sedang di-advokasi. Saya selalu menegaskan bahwa sumber uang itu adalah uang rakyat, silahkan rakyat menikmati, kami hanya melayani.

Berada dalam pertarungan eksistensi, mari kita eksis melalui dunia nyata dan gunakan fasilitas dunia maya. Karena eksistensi berbanding lurus dengan kontribusi. Abaikan alasan 'tawadhuk, ikhlas dong, tangan kanan tangan kiri' dari para hater. Sejatinya mereka hanya tidak menginginkan kita menang di 2014.


Baca juga :