Menjadi Bagian dari Kebaikan


Oleh: Solikhin Abu ‘Izzuddin

Rasulullah saw bersabda,
“Muadzin (orang yang adzan) akan diampuni dosa-dosanya sesuai dengan panjangnya suara adzannya. Siapapun yang mendengarnya pasti membenarkannya. Dia mendapatkan pahala dari orang-orang yang shalat bersamanya.” (Shahih Targhib wat Tarhib)

Orang-orang shalih memiliki obsesi yang tinggi untuk meraih keutamaan dan menggerakkan diri untuk menjadi bagian dari kebaikan. Bahkan menjadi pintu-pintu kebaikan dari orang-orang lain dan setelahnya.

Seorang pelopor dakwah Islam di Mesir, Imam Hasan Al Banna rahimahullah, dalam memoarnya beliau menuliskan pengalaman-pengalaman saat masih menjadi bocah kecil. Dia berpikir bagaimana mendapatkan pahala terbesar dari ibadah adzan, sementara masjid-masjid yang dia ketahui sudah memiliki muadzin masing-masing. Apakah yang harus dia lakukan untuk tetap mendapatkan pahala adzan, terutama adzan Shubuh?

Allah Azza wa Jalla akhirnya memberi petunjuk pada dirinya tentang seni meraih kebaikan dari adzan tersebut. Hasan Al Banna menuliskan di dalam Memoarnya,

“Saya menemukan kebahagiaan besar dan kelegaan yang luar biasa ketika saya membangunkan para muadzin untuk adzan Shubuh. Setelah itu saya berdiri, mendengarkan suara adzan yang keluar dari tenggorokan mereka dalam satu waktu, di mana antar masjid jaraknya berdekatan di desa. Terlintas dalam benak saya bahwa saya menjadi salah satu sebab bangunnya sejumlah jamaah shalat dan bahwa saya mendapatkan pahala seperti pahala mereka.”

Saudaraku, inilah cara sederhana untuk bahagia. Memulai kebaikan dari diri kita sehingga bisa menjadi bagian dari keshalihan orang lain. Memperoleh pahala dari suatu kebaikan yang dilakukan oleh orang lain. Cara cerdas untuk berprestasi dan berkarya meski dalam kondisi serba terbatas. Cara cerdas untuk menghadirkan keridhaan Allah dalam banyak ketaatan.

Sederhana, Man dalla ‘alaa khairin falahu mitslu ajri fa-ilihi... Barangsiapa menunjukkan pada kebaikan baginya pahala sebagaimana orang yang mengamalkan.

Nah, kini 9o-an hari ke depan kita akan memasuki pesta rakyat, pesta kenegaraan. Apa artinya malam minggu // Bagi orang yang tidak mampu // Mau ke pesta tak ber uang // Akhirnya nongkrong di pinggir jalan …

Agar tidak hanya sekadar nongkrong di pinggir jalan, mari kita gabungkan diri di sini menjadi bagian dari kebaikan, agar mendapat pahala dan keberkahan dari Allah Ta’ala.

1. Ishlahun Niyah

Memperbaiki dan terus memperbarui niat-niat kita. Menjadi bagian dari kebaikan dan proyek kebaikan tentu ada suka dan dukanya. Kita mesti terus menyiapkan diri dengan perbaikan niat agar apa yang kita kerjakan selalu bersandar kepada Allah dan keridhaannya. Membangunkan para muadzin tentu menjadi kebahagiaan namun jangan sampai membawa ketakaburan, justeru pahala dari Allah dalam ridha-Nyalah yang selalu dirindukan.

Niat yang benar akan menjadi kendali untuk terus taat. Sejarah telah memaparkan bahwa godaan duniawi dalam Perang Uhud bisa meluruhkan ketaatan. Ini warning Rabbani agar kita selalu berhati-hati. Sejati yang kita cari bukan ghanimah tersebut namun pertolongan Allah.

Keterbatasan berbagai sarana, senjata dan perbekalan dalam perang Badar justeru menjadikan para sahabat Nabi merasakan kuatnya keharusan kebergantungan kepada Allah sehingga mereka benar-benar mengerahkan seluruh kemampuan dan bertawakkal menyandarkan kelemahan kepada Allah.

Kini, di medan siyasi, dalam ‘aam intikhobi, menuju pertarungan eksistensi dakwah kita mesti memperbaiki kembali niat-niat kita agar kita tidak tergelincir dalam keterpurukan. Dakwah sebagai panglima harus terus menjadi kekuatan yang mengerahkan gerak para da’inya bersama berjuang menyambut kemenangan.

2. Ishlahun Nafs

Untuk menjadi bagian dari proyek kebaikan kita mesti menjadi menjadi ahlul khair, menjadi orang-orang yang fair untuk terus berpikir dan berdzikir membentuk jati diri muslim, mukmin dan da’i sejati. Karena pemenang atau pecundang terbaca dari maknawiyahnya, dari spiritualnya, dari kualitas ibadah dan penghambaannya kepada Allah.

Meski kita lemah, namun kita tidak mudah menyerah oleh masalah. Ketika diberi amanah disambut dengan sigap, bismillah saya akan mulai, saya beranikan untuk mencoba,  saya akan pelajari dan saya akan usahakan semaksimal kemampuan. Itulah jiwa yang sehat.

Spiritual yang sehat akan mempengaruhi cara pandang yang sehat dan menghadirkan pertolongan Allah sehingga semakin dekat. Nashrun minallahi wa fathun qoriib. Menurut kesaksian Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Turunnya surat Al Fath ketika jiwa kami sudah menjadi baik dan bertobat. Laqod rodhiyallahu … ayat 18.”

Saudaraku, pemilu dalam kacamata dakwah bukan sekadar memilih anggota dewan atau wakil rakyat di parlemen, namun lebih merupakan pertarungan eksistensi dakwah kaum muslimin. Akankah kita mampu menjaga keberadaan dan keberlangsungan dakwah sehingga para pengambil kebijakan benar-benar berpijak kepada kepentingan umat. Kita merasakan benar adanya kezaliman dimana-mana ketika kerusakan terus meluas sementara kemampuan kita untuk memperbaiki keadaan belumlah setara dengan eskalasi keburukan.

Dalam kacamata dakwah pemilu adalah cara bijak untuk bertindak mengambil peluang di tengah sempitnya bahkan berusaha ditutupnya berbagai peluang untuk menyuarakan kebenaran. Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu berpesan, “Seorang pemimpin adalah orang yang tahu jalan masuk ke suatu perkara dan mengetahui jalan keluar dari masalah sesempit apapun jalan yang tersedia.”

Oleh karena itu, Pemilu sudah dekat, daripada sibuk mempermasalahkan masalah lebih baik segera menyelesaikan masalah satu demi satu sebagaimana pesan heroik Khalid bin Walid dalam suatu pertempuran, “Daripada kalian sibuk menghitung jumlah kepala musuh lebih baik kalian segera memenggal leher mereka satu demi satu.”

Maka kader tak perlu keder melihat keangkuhan spanduk dan baliho yang terpajang karena mereka hanyalah spanduk, lebih segera silaturahim satu demi satu untuk menggerakkan dukungan. Dana kita sangat terbatas, kata Presiden PKS Anis Matta, namun kita mengubah keterbatasan dengan memperbanyak silaturahmi. Siap pak, laksanakan!

3. Ishlahul ‘Amal

Kita bekerja di jalan dakwah dan terus memperbaiki kualitas amal-amal kita dengan menjaga keikhlasan dan menjaga keshahihan amal sesuai manhaj, sesuai Al Qur’an dan As-Sunnah. Apa yang sudah kita kerjakan untuk dakwah ini? Bukan sekadar amal, bukan sekadar afiliasi, bukan sekadar partisipasi, bukan sekadar kontribusi, namuan ahsanu amala. Amal terbaik. Karena apa yang kita berikan itulah yang bakal menjadi milik kita sesungguhnya. Kita mesti all out alias tumplek bleg mengerahkan segala kemampuan.

Sebab…
kalau kita berpikir menang maka seluruh jalan akan terbentang
kalau kita berpikir menang maka seluruh strategi akan dirancang
kalau kita berpikir menang maka seluruh kekuatan akan digalang
kalau kita berpikir menang maka seluruh energi akan diundang
kalau kita berpikir menang maka seluruh halang rintang akan diterjang dan akhirnya kita menang
gunung kan ‘kudaki
lautan kan kuseberangi
rumah-rumah kudatangi
warung-warung kutelusuri
sawah-sawah kucangkuli
lapangan kusapu setiap hari
untuk meraih kemenangan sejati
menjadi tiga besar pemenang pemilu di negeri ini

Saudaraku, jangan sekadar “yang penting saya bekerja” karena itu sama halnya sudah mengkhianati janji diri menjadi muslim sejati. Namun kita mesti memastikan bahwa kita melakukan yang terpenting dan yang terbaik. Simak nasihat Buya Hamka, “Untuk mengejar cita-cita yang mulia, engkau jangan sampai kalah sama ayam jantan yang mengejar ayam betina. Ayam jantan bisa terbang dan menerjang bahkan naik ke genteng hanya demi sekadar melampiaskan syahwatnya.”

Kita tidak akan mendapatkan kemenangan jika kita tidak bekerja sama dan bersama bekerja di jalan dakwah, karena tangan Allah bersama jamaah, bersama orang-orang yang berjamaah di jalan dakwah. Sebab kebenaran yang tidak terorganisir, kata Sayyidina Ali karamallahu wajhah, akan bisa terkalahkan oleh kebatilan yang terorganisir. Dan berhati-hatilah dengan kebatilan orang-orang pintar atau tepatnya cerdik.

Kebatilan yang dilakukan oleh orang-orang pintar jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan kebatilan yang dilakukan oleh orang yang bodoh.

Jika orang bodoh mencuri ayam, terkadang bukan ayamnya yang tertangkap, justeru dirinya yang tertangkap.

Jika orang-orang pintar yang mencuri bisa miliaran bahkan triliunan rupiah, tak juga ketangkap bahkan bisa menangkap dan membuat perangkap kepada para penegak hukum agar menaati titahnya dan mulutnya terbekap.

Aneh ‘kan? Memang aneh. Tapi begitulah kenyataannya. Maka jangan mudah kau sakit hati bila melihat orang jahat diberi umur panjang, ketenaran, popularitas karena bisa membeli media dengan uang hasil kejahatannya, bisa menutup perkara dengan jaringan mafianya, bisa membeli alat negara dengan kemampuan lobi liciknya.

Jangan sakit hati saat engkau melihat kenyataan yang menyakitkan ini. Justeru mari sehatkan diri, kokohkan hati dengan hal-hal kecil untuk membangun optimisme diri bahwa selalu ada jalan untuk berprestasi meskipun kecil.

Jangan sakiti hatimu, bekerjalah dan terus bergeraklah menjadi bagian dari kebaikan. Semoga Allah mempertemukan kita dalam wajah cerah di tengah kemenangan dakwah dan insya Allah dalam reuni abadi di jannah dalam keadaan Happy Ending full baROkah.

Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Walillahil Hamd


*Solikhin Abu ‘Izzuddin – ZERO to HERO
Jazakumullah kepada ust.Muhith Muhammad Ishaq yang telah banyak menginspirasi tulisan ini.


Baca juga :