MERDEKA.COM - Wakil Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akrab disapa Ahok membuat penyataan pedas terkait banjir kerap melanda ibu kota. Dia menuding sebabnya adalah ketidakbecusan pemerintah daerah di wilayah penyangga, termasuk Depok, lantaran mengeluarkan izin bangunan di kawasan resapan air.
Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail membantah sangkaan itu. Dia mengatakan pihaknya telah menjalankan yang seharusnya untuk mengatur pola air terbuang melalui Kali Ciliwung.
Menurut dia, permukiman di sepanjang aliran sungai tidak melangkahi aturan. Dia menegaskan perumahan itu masih sesuai garis sepadan sungai. "Saya sering ingatkan evaluasi daerah kita masing masing sudah sesuai kah? Jika ada tumpahan Katulampa, ada tumpahan Depok, Jakarta sudah menyiapkan kanal berapa lebar? Seberapa dalam? Lewat mana?" katanya saat ditemui merdeka.com dua pekan lalu di Hotel Sofyan Betawi, Cikini, Jakarta Pusat. "Itu jadi salah satu kewajiban di daerah itu."
Berikut petikan wawancara Nur Mahmudi dengan Arbi Sumandoyo, Pramirvan Datu Aprillatu dan juru foto Muhammad Lutfhi Rahman.
Apakah Anda akan mengizinkan tanah di Depok buat dibeli Jokowi untuk mengantisipasi banjir di Jakarta?
Kembali lagi semuanya ada peraturan dan sesuai peruntukan. Saya tidak bisa mengandai-andai karena urusannya tidak ada.
Apakah Anda siap berkomunikasi dengan siapa saja?
Sangat siap, tapi jelasnya komunikasi antar wilayah tetap ada di Kementerian Pekerjaan Umum.
Apakah selama ini ada koordinasi antar pemerintah daerah soal penanganan banjir di Jakarta?
Ada. Contohnya begini, ada komunikasi penyebaran informasi tentang tingkatan air di sepanjang Sungai Ciliwung. Misalnya di Jembatan Pamus. Di situ ada pusat kontrol memberitahukan level air sedang mengalir di Sungai Ciliwung ke daerah hulu dan hilir.
Di hulu, Katulampa, akan memberitahukan tinggi air ke daerah Depok. Kemudian Depok memberitahukan ke Jakarta. Semuanya untuk berjaga-jaga.
Kerja sama hanya sebatas itu saja?
Maunya ingin apa? Kesepakatannya sudah diatur oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Kita tidak boleh membangun dengan ketentuan garis sepadan sungai. Diluar itu semua, saya sering ingatkan evaluasi daerah kita masing masing sudah sesuai kah?
Jika ada tumpahan Katulampa, ada tumpahan Depok, Jakarta sudah menyiapkan kanal berapa lebar? Seberapa dalam? Lewat mana? Itu jadi salah satu kewajiban di daerah itu.
Sama dengan kami, dapat kiriman dari Bogor melewati setu kami. Jadi setu kami siap tidak, kalau setu jebol? Seperti kali di Pesanggrahan, kami membetulkan di enam titik. Jadi itu kepunyaan siapa? Dari Bogor ke Depok sampai ke Tangerang. Nah itu tugas kami, turut mengendalikan juga. Jadi kurang apa lagi. Kurang koordinasi apa lagi.
Jadi bisa dibilang Depok bukan penyebab banjir di Jakarta?
Tidak sama sekali. Jika Bogor hujan deras sampai ke Penjaringan terus siapa mau disalahkan. Toh hujan yang bikin juga bukan orang Bogor. Kita maunya sih Jakarta juga melakukan hal sama.
Yakinkan tebing di kanal-kanal itu tidak ada bangunan. Pastikan bangunan-bangunan di pinggir sungai tak melebihi garis sepadan sungai. Yakinkan sampah-sampah tidak dibuang di Sungai Ciliwung.
Jakarta yakinkan daerah-daerah resapan tidak dibuat bangunan. Depok sekarang sudah dijadikan daerah konservasi. Jadi ada beberapa wilayah memang sudah ditentukan tidak boleh dibuat bangunan.
Berapa persen lahan hijau sekarang ini masih tersedia?
Sekarang ini masih tersedia sekitar 40 persen.
*Sumber: Merdeka.com