Bismillah,
Dengan kalimat basmalah, suami saya, Muhamad Idrus, ayah dari empat anak lelaki, menerima amanah menjadi calon anggota DPR RI No. 4, dari PKS untuk Dapil III: Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu.
Saya sebagai istri cukup kaget dan agak shock ketika beberapa bulan lalu, hal itu terjadi. Apalagi, saat itu tengah terjadi gonjang-ganjing yang sempat membuat saya semakin apriori dan skeptis terhadap dakwah politik. Tapi, saya yakin semua ada alasannya.
Life teaches me to be a realist. Tapi, bang Idrus beda. He’s a dreamer. Ketika awal pernikahan (2002) dengan pede ia cerita kelak akan memiliki kendaraan dan rumah sendiri sebelum usia 27 tahun. Akan punya perusahaan besar dengan sekian banyak karyawan sebelum usia 30 tahun. Akan merenovasi rumah orang tua, membiayai umrah dan haji ortu, memberdayakan masyarakat Cilincing, khususnya Tanah Merdeka, membangun pabrik penyerap tenaga kerja, de el el.
Semua diungkapkan di usia 24 tahun, saat penghasilannya hanya dari usaha warnet, sekitar Rp 500.000/bulan, belum punya apa-apa, masih numpang, dan saya pada posisi diminta berhenti dari kerja yang berpenghasilan hampir 6 kali lipat penghasilannya.
Tapi, subhanallah, pelan-pelan semua impiannya terwujud. And being a very social person, ia melibatkan banyak orang dalam meraih mimpinya. Ia ingin sukses bersama. Ia selalu berinovasi dan memikirkan cara agar dapat memberi lebih banyak pada masyarakat. Dalam bentuk nyata.
Lebay? Menurut aku yang cenderung asosial, sih iya. Tapi, itulah bang Idrus dengan idealismenya. Always think about others.
Salah satunya, alhamdulillah bang Idrus telah mencetuskan budidaya jamur dan penyebaran bibit cabe untuk pemberdayaan warga, terutama kaum perempuan. Dan, di tengah pencapaian mimpi-mimpi tersebut, datanglah agenda baru dari PKS.
Bang Idrus dan saya sudah lama bergelut dengan aktivitas politik, dari jaman PK sampai sekarang, PKS. Insya Allah, keterlibatan kami murni karena dakwah, dan pemahaman bahwa politik adalah salah satu sarana dakwah, bukan sebaliknya. Tapi saat bang Idrus diamanahkan menjadi caleg, saya langsung istighfar.
Apalah artinya suami saya, sungguh belum pantas rasanya diusung oleh PKS dan bersanding dengan sosok lain. Resistensi diri muncul. Namun, amanah harus dijalankan, dan seperti biasa bang Idrus selalu berusaha total dalam menjalankannya.
Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, kami berusaha mengambil dan memberi manfaat dari pencalegan ini, khususnya bagi diri pribadi:
1. Membuat kami menjadi pribadi Muslim yang berusaha lebih keras untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas amalan harian. Lebih menjaga diri dari hal-hal yang makruh/syubhat, lebih berusaha untuk tawadhu, dan banyak hal lainnya. Karena amanah yang besar menuntut bekal ruhiyah yang besar pula. Dan sejujurnya, saya pribadi sampai saat ini masih berusaha “memantaskan” diri, bahkan untuk sekadar menjadi "bu caleg" (hadeuh, masih jauh banget nih...)
2. Mendidik masyarakat tentang politik. Insya Allah, there’ll be no money politics, tidak ada janji dan aksi palsu semata menjelang Pemilu. Saya pribadi kaget saat mengetahui bahwa hal yang biasa bagi caleg selama ini untuk bagi-bagi uang demi dukungan.
Salah seorang tetangga dengan santainya meminta uang minimal Rp 20.000 saat diberi kalender dan booklet sebagai sarana pengenalan diri. Masya Allah, inikah potret politik Indonesia? Dengan uang Rp 20.000 tega menggadaikan masa depan bangsa?
Bang Idrus bertekad tidak akan memberi, bahkan mendekati money politics. Kemenangan bukan yang perkara dicari. Yang penting sekarang adalah memanfaatkan momentum untuk mengedukasi masyarakat tentang politik bersih. Politik yang, insya Allah, tulus bekerja untuk masyarakat, karena bagi kami tidak ada suatu pengorbananpun yang akan sia-sia. Semua adalah bagian dari ibadah. AYTKTM-lah.
3. Mengenal realitas masyarakat lebih dalam. Alhamdulillah, dengan terjun langsung ke masyarakat secara intens, bang Idrus bisa lebih memahami sekaligus memetik pelajaran bermanfaat. Seperti saat ia berkunjung ke rumah salah satu warga masyarakat yang sangat bersahaja, tapi anaknya di usia lima tahun sudah mampu mengkhatamkan Al Qur'an tiga hari sekali dan hafalannya jauh di atas kami berdua.
Atau, saat bertemu dengan mereka yang kurang beruntung, tapi tetap semangat dan positif dalam menjalani hidup. Membuat kita kembali merenung, “nikmat Allah yang mana yang kau dustakan?”.
4. Menginspirasi pemberdayaan ekonomi dan pentingnya pendidikan. Berasal dari pinggiran Jakarta dan terbiasa berwirausaha sejak kecil, banyak pelajaran yang bisa diambil dari kiprah bang Idrus. Suami saya berharap mampu memotivasi masyarakat untuk terus berjuang demi kehidupan yang lebih baik, insya Allah.
Bekerja untuk masyarakat adalah keharusan. Jadi atau tidak jadi aleg bukan masalah. Yang penting adalah menjadikan momen pencalegan ini sebagai ladang ibadah semaksimal mungkin. Semoga Allah mengikhlaskan hati dan menerima amal kami yang hina dina bergelimangan dosa ini. Amin.
Terakhir, saya ingin mengatakan, di luar inkompetensi saya sebagai ‘bu caleg’, Muhamad Idrus adalah sosok yang, Insya Allah, tepat untuk menjadi anggota DPR. Untuk mengenal integritas dan rekam jejaknyanya lebih dalam, silahkan klik http://muhamadidrus.com/ atau follow akun twitter: @idrus28. Tak kenal, maka tak sayang, so please DO klik the link.
Terima kasih.
(Risma Neswati, ibu dari empat anak lelaki)