*by @Fahrihamzah
Senang melihat tulisan @donalfariz di KOMPAS hari ini (11/12), "Kritik KPK". Semoga ICW kembali ke masyarakat sipil.
ICW selama ini terlalu lekat dengan KPK karena proyeknya (bisnisnya) terlalu didominasi oleh proyek KPK.
Maka dalam sejarah ICW, tulisan @donalfariz inilah yang pertama mengkritik KPK meski belum setajam yg diharapkan.
Masyarakat sipil atau LSM mengkritik lembaga negara itilah tugasnya...itulah best practice-nya di mana2.
Karena itu LSM harus menghindari bergantung hidup dari lembaga negara dan itu dulu di sebut "LSM plat merah".
LSM semacam itu dibuat untuk memuji2 lembaga negara seperti ICW terhadap KPK selama ini. Syukurlah ada @donalfariz .
Selayaknyalah ICW memperbaiki diri. Dengan menjaga jarak dengan negara dan pasar sebab kalianlah masyarakat sipil itu.
Kalau ada yg tak bisa menjaga jarak maka biarlah mereka bergabung ke sana seperti @febridiansyah yg jadi pegawai KPK.
Dengan tradisi independentlah ICW akan bertahan sebagai wakil kekuatan sipil yang kuat dan konsisten.
Bahkan sistem donasi harus diperbaiki sebab kalau dana asing dominan juga bahaya. Publik akan menilainya janggal.
ICW adalah wakil dari masyarakat sipil Indonesia maka masyarakat dan donasi lokal harus diutamakan.
Dengan cara itu ICW akan nampak semakin mengakar dan tidak terjebak membawa agenda orang lain yg asing.
Kritik pertama aktivis ICW @donalfariz ini kepada KPK adalah momen penting yg perlu kita rayakan.
Asalkan ini jangan hanya jadi politik bargain sesaat atau politik balik badan menjelang hancurnya KPK.
Akhirnya saya punya teman di ICW yang mulai bicara sistem. Saya senang.
Kritik saya selama ini karena sama dengan kritik @donalfariz sebab sukses KPK tidak bisa dirayakan sendiri.
Sukses KPK menurut UU 30/2002 adalah jika KPK tidak diperlukan lagi. Bukan jika polisi dan jaksa tambah hancur.
Andai mesin, KPK adalah trigger Mechanism dan bukan mesin itu sendiri. KPK takkan sanggup. Republik ini terlalu luas.
Maka @donalfariz benar, gagalnya pelaksanaan pasal 6 dari UU 30/2002 lebih bisa dijadikan indicator gagal.
Daripada sukses dengan angka 100% diputuskan bersalah (conviction rate) yg tak ada dalam UU KPK.
Welcome to the rational world mr. @donalfariz ...sekian.