Oleh Zulfi Akmal
Al-Azhar Cairo
Imam Abu Yusuf adalah salah seorang murid dan pewaris mazhab Abu Hanifah. Dan beliau adalah qadhil qudhah (hakim agung) di zaman Khalifah Harun Ar Rasyid.
Beliau pernah mengadili antara Khalifah Harun Ar Rasyid dan seorang yang beragama Nashrani dalam satu sengketa yang terjadi di antara mereka berdua.
Dalam perkara itu Abu Yusuf memenangkan orang Nashrani, dan Harun pada pihak yang kalah. Karena memang terbukti kebenaran berpihak kepada orang Nashrani.
Ketika Abu Yusuf sudah hampir meninggal, beliau bermunajat:
"Ya Allah, Engkau Maha Tahu bahwa aku sudah menduduki jabatan ini. Aku tidak pernah cenderung kepada salah seorang dari dua orang yang bersengketa walaupun di dalam hatiku.
Kecuali ketika seorang Nashrani bersengketa dengan Harun Ar Rasyid. Aku tidak menyamakan di antara mereka berdua dalam perasaan. Karena aku berharap di dalam hatiku supaya kebenaran berada di pihak Ar Rasyid, sekalipun akhirnya aku menangkan orang Nashrani itu, karena memang dia dalam posisi benar".
Kemudian beliau menangis.
Lihatlah kisah ini dengan penuh pentadabburan, bermacam pelajaran kita dapatkan. Di antaranya:
1. Betapa cemasnya Abu Yusuf atas tindakan tidak adil yang beliau lakukan, sekalipun hanya di dalam perasaan, dan tidak mempengaruhi kepada keputusan.
Barangkali bagi kita perkara biasa bila beliau lebih cenderung kepada Ar Rasyid yang muslim dari pada lawannya yang beragama Nashrani. Tapi tidak demikian dengan timbangan keadialan yang dipahami oleh Abu Yusuf.
Bila ukuran hakim adil itu seperti Abu Yusuf, bagaimana kira-kira dengan hakim-hakim yang ada sekarang ini?
Bagi yang berprofesi sebagai hakim atau bercita-cita menjadi hakim, sangat perlu menempelkan kisah Abu Yusuf ini di keningnya. Supaya jadi rem dan rambu-rambu ketika dia mengadili antara orang yang berkesumat.
2. Alangkah halusnya barometer dosa bagi seorang ulama sekaligus hakim seperti Abu Yusuf. Hanya bisikan di dalam hati yang tidak berdampak kepada perbuatan dianggap sebuah dosa yang akan memberatkan pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Alangkah bening dan bersihnya hati beliau.
Kita hari ini amat butuh kepada hakim-hakim adil seperti beliau yang mulia ini. Demi tegaknya keadialan dan kebenaran di permukaan bumi.
Semoga rahmat Allah selalu tercurah buat beliau dan setiap hakim adil serta kita semua.