"Hukum Takkan Tegak oleh Kebencian | Belajar dari Mandela" by @Fahrihamzah


Fahri Hamzah
F-PKS

Dalam relativitas hukum kita berdoa agar kita tak menjadi korban...

Seperti Firman Tuhan, "Dan takutlah kamu pada finah yg tak saja menimpa orang zalim..."(al-anfal 25).

Sudah terlalu banyak orang baik yang kena fitnah...

Sudah terlalu banyak hukum yang salah arah...

Hukum tidak selayaknya menyasar orang baik yg keliru...atau lugu..

Hukum selayaknya hanya mengejar penjahat...orang2 yang sakit jiwanya sehingga tak bisa membedakan benar salah..

Atau hukum hanya bagi yang meyakini bahwa jalan jahat adalah jalan hidup...

Karena itu, terlalu banyak filsafat dalam hukum yang niatnya "memaafkan"...

"1000 salah membebaskan lebih baik dari pada 1 salah menghukum"..indubio proreo...misalnya...

Atau aparat penegakan hukum..."dapat menghentikan perkara demi kepentingan umum atau demi hukum.."

Bahkan presiden tak bisa menghukum tapi presiden dapat memberikan grasi, amnesti dan rehabilitasi...

Semua ini menandakan bahwa kegemaran menghukum seperti sekarang bukanlah inti dari hukum...

Karena Tuhan pun maha pengampun...innAllaha ghafururrahiim...

Saya takkan mengajak kita pada masyarakat tak taat hukum...mustahil..

Tapi saya takkan mau terlibat dalam kemarahan akibat kampanye anti korupsi..

Kampanye dan kemarahan telah merusak citarasa bangsa ini pada hukum dan keadilan...

Kampanye dan kebencian telah merusak objektifitas kita dan nalar orang2 pintar yg emosional..

Mood publik telah dirusak oleh kombinasi kepemimpinan lemah dan lembaga negara yang mencari popularitas...

Pemimpin dan lembaga publik telah keluar dari keharusan menyelesaikan masalah menuju kampanye pencitraan..

Buat mereka ini yang penting didukung media toh publik tidak tahu...anjing menggonggong kafila berlalu...

Lalu kita semua melihat kegeraman dan kekecewaan dan kegusaran..menyebar seperti airbah..aku tertegun. .

Narasi anti korupsi ini telah menyamai kampanye anti komunis dulu.

Kampanye anti komunis dan PKI dilakoni oleh orde baru dalam waktu lama. ..orde baru kuat..

Suka atau tidak, Suharto naik karena jasa memberantas PKI yg dituduh melakukan gestapu...

Wajar kalau kemudian orde baru terjebak memakai kampanye "anti komunis" sebagai cara menjaga negara...

Tapi apakah pantas pola yang sama dipakai untuk kampanye "anti korupsi?"..

Itulah yang saya takkan percaya...era itu telah kita akhiri dan wajib kita akhiri...

Hukum takkan tegak oleh ideologi dan kampanye...apalagi kebencian dan provokasi...

Hukum tegak demi kehidupan bersama justru oleh permaafan dan jiwa besar...

Karena itu jika semakin besar kekuasaan yang kita pegang seharusnyalah ampunan lebih diutamakan..

Orang tak memahami ini dengan baik sampai kemarin kita kehilangan Nelson Mandela...

Apakah yang diajarkan Mandela pada dunia... kalau kita ambil satu adalah betapa dahsyatnya efek permaafan...

Setelah 27 tahun dipenjara dalam rezim apartheid seharusnya Mandela dapat meniru Orde Baru.....

Setelah keluar penjara tahun 1990 seharusnya Mandela bisa memakai jargon "anti apartheid" untuk membangun kekuatan..

Apartheid tak hanya dibenci di afrika tapi seluruh dunia...harusnya Mandela ambil untung...tapi tidak..

Sebelum meninggalkan penjara pulau Ruben, Mandela memeluk kalapasnya dan memaafkannya...

Kelak tahun 1994 ketika dilantik sebagai presiden Afrika Selatan di kursi depan para tamu ia mengundang seorang pria...

Pria itulah yang setiap pagi mengencinginya dalam penjara pulau Ruben...ia maafkan dan ia muliakan...

Afrika Selatan, menurut Mandela takkan bisa keluar dari masalah oleh parade pengadilan HAM kaum aphartheid...

Memang sulit mengatasi kemarahan kelompok kulit hitam mayoritas yang terzalimi...tapi jiwa besar Mandela menjawabnya.

Apakah Mandela tidak komit pada penegakan hukum? Apakah Mandela seorang aphartheid?

Jawaban Mandela selalu di atas itu... "memaafkan tapi tidak melupakan" ...kata dia.

Di tengah masalah yang tidak selesai dan di tengah kegemaran menggantung masalah maka Mandela jadi sangat relevan.

Alkisah...suatu hari mandela datang ke Bandung tahun 1992 untuk peringatan konferensi Asia Afrika ia merasa ada yg aneh.

IA TIDAK melihat gambar Sukarno satupun... tokoh yang ia kagumi dan sering dengar suaranya tanpa melihat...

Memang foto sukarno terlarang di masa orba. Hanya di tempat tertentu ia dibolehkan. Itulah kita..beda dengan Mandela..

Kita memerlukan jiwa Mandela untuk Indonesia yang akan datang...

Raksasa besar ini harus dipimpin oleh pikiran raksasa...yang akan membuatnya kembali jadi raksasa...

Kata emha, kita ini burung GARUDA bukan burung emprit...tapi pemimpin mempersepsikan diri bagai emprit...

Menurut Anis Matta, pada gelombang ke-3 sejarah bangsa kita tidak lagi memerlukan pemimpin/gaya otoriter.

Menurut Anis Matta kita memerlukan presiden pencipta musim. Dialah yg akan memperbaiki mood publik.

Pemimpin inilah yang akan menciptakan suasana kondusif bagi kebangkitan Bangsa Indonesia ke depan.

Sehingga hukum akan menjadi alat bagi mewujudkan keadilan dan kemaslahatan umum...

Dan senyum pemimpin menjadi sumber kemantapan hati, keyakinan dan kepercayaan satu sama lain...

Sekian.

*https://twitter.com/Fahrihamzah



Baca juga :