Dampak Ledakan Bom Mobil di Markas Kepolisian di Mansoura, Mesir (sumber: Kompas.com) |
Oleh Farid Wadjdi*
Pada artikel saya terdahulu, saya tuliskan bahwa pendiri Egyptian Movement Christians Against the Coup (Gerakan Kristen Mesir Menentang Kudeta) Rami Jan mengecam keras pernyataan pengusaha Koptik Naguib Sawiris, yang mengatakan bahwa protes anti kudeta harus dihadapi dengan kekerasan. Jan memperingatkan bahwa mengambil tindakan seperti itu akan menempatkan Mesir di ambang perang saudara. Jan mengatakan bahwa dengan mengancam untuk menyerang para pengunjuk rasa, ini menunjukkan bahwa Sawiris sendiri memiliki “milisi bersenjata untuk menyebarkan kekerasan”. Pernyataan lengkap Rami Jan dapat dibaca pada artikel yang berjudul “Christian activist denounces violence against anti-coup protesters” di website Middle East Monitor.
Hari Selasa kemarin (24/12/2013), sebuah mobil meledak di kompleks markas kepolisian di Delta Nil, Mansoura, Mesir. Bom yang meledak pada Selasa, 24 Desember 2013, ini menewaskan setidaknya 14 orang, termasuk 12 anggota polisi, dan melukai lebih dari 130 orang. Tanpa menunggu penyelidikan atas peristiwa tersebut, Perdana Menteri rezim militer Hazem Beblawi langsung menuduh Ikhwanul Muslimin berada di balik peristiwa pemboman tersebut, dan dengan cepat mengumumkan Ikhwanul Muslimin sebagai satu organisasi teroris. Demikian disampaikan kantor Berita MENA yang mengutip pernyataan juru bicara perdana menteri, Sherif Showky (baca Kompas.com).
Sementara itu, pihak Ikhwanul Muslimin juga mengeluarkan pernyataan mengutuk serangan hari Selasa itu dalam sebuah pernyataan yang paling keras. Ikhwanul Muslimin juga menyatakan berduka atas hilangnya putra putri Mesir, dan mengucapkan bela sungkawa yang tulus kepada mereka yang terluka dan keluarga yang telah kehilangan orang yang dicintai.
Meskipun Ikhwanul Muslimin telah menunjukkan demonstrasi secara damai tanpa kekerasan selama enam bulan pasca kudeta, hal itu tidak berpengaruh bagi Hazem Beblawi untuk segera mencap Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. Baca selengkapnya di website Middle East Monitor terkait berita tersebut.
Pada berita yang dilansir Middle East Monitor tersebut juga disebutkan bahwa The National Anti-Coup Alliance (Aliansi Nasional Anti Kudeta) mengecam ledakan mematikan di markas kepolisian tersebut. Aliansi ini menyatakan keprihatinan yang mendalam kepada pada korban yang tewas dan terluka. Mereka menunjuk aparat keamanan yang korup (yang mereka sebut menyebarkan kekerasan di negara tersebut) harus bertanggung jawab atas kematian tersebut.
Aliansi tersebut juga memperingatkan rencana meningkatkan kekerasan oleh Naguib Sawiris, seorang pengusaha Koptik Mesir terkemuka, yang mengancam akan menggunakan kekerasan untuk mengahadapi demonstran anti kudeta. Pernyataan Aliansi Nasional Anti Kudeta ini ternyata senada dengan pernyataan Rami Jan (pendiri Egyptian Movement Christians Against the Coup), yang telah disebut pada awal artikel ini.
Menanggapi pernyataan Sawiris tersebut, Rami Jan memberikan kecaman yang keras dan membantah bahwa orang-orang Kristen ingin mengangkat senjata terhadap saudara-saudara muslim mereka. Lalu, apakah ledakan tersebut adalah awal dari apa yang disebut Rami Jan sebagai provokasi untuk mengobarkan perang saudara? Semoga rakyat Mesir tidak terprovokasi dengan rencana jahat ini.
Tanggapan Ikhwanul Muslimin atas Tuduhan Sebagai Teroris
Lalu bagaimanakah tanggapan Ikhwanul Muslimin atas tuduhan Beblawi yang menuding IM sebagai pelaku pemboman dan dengan cepat mencap Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris? Melalui website resminya para pemimpin Ikhwanul Muslimin mengutuk keras pemboman tersebut. Mereka menyatakan terkejut atas pernyataan Beblawi yang begitu cepat menuduh Ikhwanul Muslimin, termasuk memberikan cap sebagai organisasi teroris.
Hamza Zawba, juru bicara Freedom & Justice Party (FJP), mengatakan bahwa, “Semua bentuk kekerasan adalah kejahatan. Allah, serta seluruh dunia, bersaksi bahwa Ikhwan tidak bersalah atas semua itu.” Dalam sebuah postingan di akun Facebooknya, Qutb Al-Arabi, wartawan dan anggota terkemuka Ikhwan, mendesak kepala militer untuk fokus mencari pelaku dan dalang pemboman, dan memotong tangan penyerang tentara Mesir dan petugas keamanan.
Selanjutnya Tariq Qutb, mantan anggota Parlemen untuk FJP mengatakan bahwa, “Revolusi kami lakukan dengan jalan damai. Kami tidak akan menyimpang dari pendekatan damai kami … insiden ini adalah taktik dan trik kudeta menjijikkan. Mereka membunuh orang Mesir untuk meloloskan konstitusi kudeta ilegal.”
Sementara itu, sumber-sumber informasi dari tim hukum yang mewakili tahanan pro-legitimasi di Dakahlia mengungkapkan bahwa dalam gedung Direktorat Keamanan, yang sebagian rusak dalam ledakan Selasa itu, terdapat 60 tahanan anti-kudeta yang merupakan pendukung Ikhwanul Muslimin. Karena itu adalah sebuah keanehan, jika Ikhwanul Muslimin disebut sebagai pelaku di balik pemboman tersebut, sedangkan di dalam gedung tersebut terdapat 60 tahanan yang merupakan anggota Ikhwanul Muslimin.
Sementara itu, pembelaan terhadap Ikhwanul Muslimin justru datang dari situs media The Christian Science Monitor yang berkedudukan di Boston. Disebutkan bahwa meskipun rezim militer telah seringkali menuduh Ikhwanul Muslimin sebagai pelaku berbagai kekerasan yang terjadi di Mesir (termasuk yang terjadi di Sinai Utara), hingga kini tidak satu pun tuduhan itu yang terbukti. Serangan di Mansoura adalah serangan terbaru dan mematikan, dalam kampanye hitam terhadap Ikhwanul Muslimin tersebut.
Dalam kaitannya dengan tuduhan Beblawi terhadap Ikhwanul Muslimin, situs tersebut justru menengarai tersangka pelaku pemboman adalah Ansar Bayt al-Maqdis, kelompok Al-Qaeda yang telah mengaku bertanggung jawab atas sejumlah serangan terhadap pusat-pusat kota Mesir, termasuk percobaan pembunuhan menteri dalam negeri Mohamed Ibrahim pada bulan Oktober.
Disebutkan bahwa kantor Ikhwanul Muslimin di London juga mengeluarkan pernyataan bahwa ledakan bom di Mansoura ini adalah serangan langsung yang bertujuan memecah persatuan rakyat Mesir dan menuntut penyelidikan segera, sehingga para pelaku kejahatan ini dapat dibawa ke pengadilan.”
“Hal ini tidak mengherankan bahwa Beblawi, boneka Perdana Menteri junta militer, telah memutuskan untuk memanfaatkan darah orang Mesir yang tidak bersalah melalui pernyataan bias yang dirancang untuk menciptakan kekerasan, kekacauan dan ketidakstabilan lebih lanjut,” katanya dalam sebuah pernyataan melalui email kepada wartawan.
Menurut jajak pendapat terbaru oleh Zogby Analytics, dua-pertiga dari jumlah penduduk tidak percaya bahwa organisasi Islam adalah gerakan yang harus diperangi. Penetapan resmi oleh rezim kudeta terhadap Ikhwanul Muslimin sebagai gerakan teroris justru akan memperburuk rasa takut dan ketidakpercayaan. Di kalangan oposisi dan kelompok anti kudeta lainnya, akan timbul kekhawatiran bahwa serangan hari Selasa itu akan digunakan sebagai pembenaran untuk memperluas jangkauan tindakan kekerasan oleh rezim militer.
*sumber: Kompasiana