Tuntut LHI 18 Tahun Penjara, Jaksa Tak Mengindahkan Fakta Persidangan


JAKARTA – Jaksa penuntut umum dalam kasus dugaan suap impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq, tidak mengindahkan fakta-fakta persidangan, sehingga tuntutannya sama persis dengan dakwaan. 

"Seperti copy paste," kata penasehat hukum LHI, Zainudin Paru dalam keterangannya, Kamis (28/11/2013).

Semestinya dasar untuk mengajukan tuntutan berbeda dengan dakwaan karena muncul fakta-fakta persidangan yang mementahkan dakwaan.

Zainudin mencontohkan soal telepon Ahmad Fatanah (AF) kepada supirnya, Alul, yang menjadi dasar penangkapan LHI. Baik dalam BAP maupun dakwaan disebutkan AF menelepon Alul dan mengatakan: "Alul, jangan jauh-jauh dari mobil ada daging busuk Luthfi."

Di persidangan, atas permintaan penasihat hukum LHI, rekaman percakapan diperdengarkan. Ternyata AF mengatakan: "Alul jangan jauh-jauh dari mobil, ada daging busuk!" Tidak ada nama Luthfi disebut dalam percakapan yang sesungguhnya.

Majelis hakim sempat terkaget-kaget mendengarkan rekaman itu, dan meminta diputar ulang hingga tiga kali. Pasalnya, percakapan inilah yang menjadi dasar penangkapan LHI oleh petugas KPK.

Namun dalam tuntutan, jaksa tetap saja menggunakan keterangan yang ada di BAP dan dakwaan, yang jelas-jelas tidak sesuai dengan percakapan yang sebenarnya.

Kemudian soal uang Rp1 miliar, yang dalam dakwaan jaksa diperuntukkan untuk LHI. Dalam persidangan terungkap, uang tersebut oleh AF akan digunakan untuk membayar uang muka pembelian mobil Mercy S200 sebesar Rp400 juta dan membayar biaya disain interior yang dipesan AF sebesar Rp495 juta.

Ini terungkap dari kesaksian Felix Radjali, seorang sales dari Williams Mobil. Dalam kesaksiannya Felix menyatakan, pada tanggal 29 Januari 2013 pukul 15.00 WIB, dirinya dikontak oleh AF untuk datang ke Hotel Le Meredian guna mengambil uang muka pembelian mobil. Felix tiba sekira pukul 17.00 WIB, dan langsung menghubungi AF.

Oleh AF, Felix diminta menunggu. Namun hingga pukul 19.00 WIB AF tidak muncul sehingga ia memutuskan pulang. Dalam perjalanan pulang ia ditelepon istri AF, Septi Sanustika yang mengabarkan AF ditangkap petugas KPK.

Demikian juga dengan saksi Ilham dari sebuah perusahaan disain interior. Pada tanggal 29 Januari 2013 itu dia juga diminta datang ke Hotel Le Meredien untuk mengambil uang pembayaran disain interior yang dipesan AF sebesar Rp 495 juta. Namun uang pembayaran tak jadi diterima karena ia tidak sempat bertemu AF.

"Fakta-fakta ini tidak diindahkan jaksa, sehingga jaksa menyatakan uang itu untuk LHI," ujar Zainudin.

Terkait tuntutan jaksa agar terdakwa dicabut haknya untuk memilih dan dipilih, Zainuddin menganggap hal itu berlebihan, mengada-ada, dan tidak tidak beralasan hukum.

"Kasus korupsi berbeda dengan kasus subversif. Jadi tuntutannya kembali pada tertib KUHAP. Jika terbukti bersalah dituntut dengan nominal hukum. Jika tidak terbukti ya dibebaskan demi hukum," jelas dia.

Zainudin berharap, majelis hakim tidak mengabulkan permintaan jaksa. "Kami, tim penasihat hukum berkeyakinan majelis hakim akan memperhatikan fakta-fakta persidangan, mengadili dengan nurani, sehingga menolak tuntutan jaksa,” tandasnya.

*sumber: okezone


Baca juga :