Yogyakarta - Partai Politik sebaiknya memaksimalkan penggunaan jejaring sosial sebagai media kampanye karena sebagian besar pemilih potensial pada Pemilu 2014 merupakan kalangan pemuda yang akrab dengan media itu, kata seorang pakar komunikasi visual.
"Sudah saatnya partai politik (parpol) menomorduakan kampanye luar ruang dan beralih mengutamakan media alternatif," kata Pakar Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia Sumbo Tinarbuko di Yogyakarta, Minggu.
Upaya itu, menurut dia, perlu dilakukan apalagi saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah membatasi pemasangan alat peraga kampanye. Tim sukses masing-masing parpol tentu harus mengutamakan penggunaan ide alternatif untuk melakukan kampanye di samping menggunakan media luar ruang yang dinilai sebagai metode lama.
"Misalnya menggunakan jejaring sosial seperti 'facebook' dan 'tweeter' serta membuat aksi-aksi nyata yang melibatkan peran publik atau memunculkan cerita sukses dari masing-masing calon," katanya.
Menurut dia, mekanisme kampanye menggunakan alat peraga atau menggunakan media luar ruang tidak jarang justru tetap dinilai mengganggu pemandangan kota. Hal itu juga berpotensi menimbulkan sikap apriori masyarakat terhadap materi normatif yang disampaikan oleh masing-masing calon.
"Sikap apriori bisa muncul dari masyarakat yang terkadang diwujudkan dengan aksi-aksi vandalisme berupa penyobekan serta poencoretan iklan-iklan politik di berbagai tempat," katanya.
Selain itu, banyaknya pemasangan iklan politik atau peraga kampanye di tepi jalan disertai penggunaan warna yang mencolok, menurut dia, kerap kali memunculkan efek psikologis bagi pengguna jalan yang berpotensi mengganggu lalu lintas.
"Berkampanye dengan memanfaatkan media luar ruang justru hanya menimbulkan kesemrawutan dan menjadi 'teror visual' bagi lingkungan," kata dia.
*beritasatu
Menurut dia, mekanisme kampanye menggunakan alat peraga atau menggunakan media luar ruang tidak jarang justru tetap dinilai mengganggu pemandangan kota. Hal itu juga berpotensi menimbulkan sikap apriori masyarakat terhadap materi normatif yang disampaikan oleh masing-masing calon.
"Sikap apriori bisa muncul dari masyarakat yang terkadang diwujudkan dengan aksi-aksi vandalisme berupa penyobekan serta poencoretan iklan-iklan politik di berbagai tempat," katanya.
Selain itu, banyaknya pemasangan iklan politik atau peraga kampanye di tepi jalan disertai penggunaan warna yang mencolok, menurut dia, kerap kali memunculkan efek psikologis bagi pengguna jalan yang berpotensi mengganggu lalu lintas.
"Berkampanye dengan memanfaatkan media luar ruang justru hanya menimbulkan kesemrawutan dan menjadi 'teror visual' bagi lingkungan," kata dia.
*beritasatu