Prinsip Ekonomi Yusuf AS


Prinsip Ekonomi Yusuf AS

Oleh Andi Irawan
Dosen Pascasarjana Ekonomi Islam STEI Tazkia


Di dalam ilmu ekonomi ada terminologi penting yang disebut Economic Shock (guncangan Ekonomi). Shock adalah fenomena ekonomi yang terjadi yang memberikan dampak penting bagi variabel-variabel ekonomi penting seperti growth (pertumbuhan), inflasi, unemployment (pengangguran), angka kemiskinan dan lain-lain.

Shock itu ada yang bisa dimanage oleh decision maker negara ada yang tidak. Shock yang sulit dimanage atau dikelola ini biasanya berimplikasi melahirkan krisis ekonomi. Pelemahan nilai tukar hari ini adalah salah satu bentuk shock ekonomi yang penting.

Ketika shock dalam bentuk pelemahan Rupiah gagal dikelola dia bisa berimplikasi krisis ekonomi karena menimbulkan 3 dampak penting yakni inflasi, pelambatan atau kontraksi pertumbuhan dan pengangguran khususnya ketika magnitude dampak yang ditimbulkannya besar dan berdurasi panjang.

Inflasi terjadi karena barang-barang impor yang dibeli dengan Dollar menjadi lebih mahal ketika diukur dengan mata uang domestik. Ketika barang itu adalah barang modal maka ia menimbulkan inflasi karena menaikkan biaya produksi (cost push inflation). Sedangkan ketika yang diimpor itu adalah barang konsumsi, inflasi terjadi karena kenaikan langsung harga barang itu ketika dinilai dengan mata uang domestik (import inflation).

Perlambatan pertumbuhan ekonomi. Bahan baku impor dibeli dalam dolar yang jika dinilai dalam mata uang domestik berarti terjadi kenaikan harga bahan baku atau terjadi kenaikan biaya produksi, padahal produk yang dijual dalam mata uang domestik. Ketika keuntungan yang didapat tidak lagi bisa menutupi biaya yang semakin mahal akibat kenaikan harga bahan baku impor maka sebagian industri kolaps yang berimplikasi pada menurunnya pertumbuhan ekonomi.


Pengangguran meningkat karena industri yang kolaps terpaksa mem-PHK karyawannya atau industri yang masih eksis terpaksa menekan biaya produksi dengan memangkas jumlah tenaga kerja yang dipekerjakannya.

Di dunia hari ini mata uang sudah indentik dengan komoditas. Depresiasi Rupiah yang terjadi karena demand Dollar AS menjadi lebih tinggi dari suplainya sehingga harganya ketika dinilai dengan Rupiah menjadi tinggi. Lalu bagaimana cara yang terbaik melakukan stabilisasi Rupiah agar tidak berimplikasi pada krisis ekonomi.

Sesungguhnya kita bisa belajar tentang philosopi menghadapi krisis dari inovator awal stabilisasi krisis ekonomi dalam sejarah peradaban manusia yakni Nabi Yusuf AS. Prinsip-prinsi Yusuf AS (QS 12; 43-49) tentang stabilisasi krisis tetap up to date untuk diimplementasi hari ini.

Prinsip pertama, sumber kekuatan dari serangan krisis adalah berasal kekuatan ekonomi riil yang dibangun suatu bangsa dalam keadaan ekonomi normal. Kita belajar dari Yusuf AS bagaimana mengatasi krisis pangan dunia, ia mengajarkan bahwa kekuatan mesir saat itu dibangun dari kekuatan pangan domestiknya. Dan kekuatan itu dibangun dalam keadaan normal.

Krisis itu adalah indentik dengan invasi musuh yang mendadak ke satu negara. Hanya musuhnya bukan berbentuk pasukan negara lain tapi guncangan ekonomi. Sebagai ilustrasi, misalkan ada dua negara, negara pertama dengan pasukan yang serius berlatih membangun kekuatan dan kompetisi tampa peduli kapan ia harus terjun menghadapi musuhnya dengan negara kedua dengan pasukan yang lalai berlatih dan menganggap bahwa kondisi aman tidak perlu serius berlatih. Shock terjadi ketika tiba-tiba ada invasi musuh, maka kita bisa memprediksi bahwa negara yang akan mengatasi invasi musuh yang mendadak tersebut adalah negara yang pertama tapi sebaliknya negara kedua akan dikalahkan.

Apa yang kita bisa adopsi dari prinsip Yusuf bagi stabilitas Rupiah yang berkelanjutan dan tidak rawan guncangan? kekuatan suplai valuta asing harus dari kekuatan ekonomi domestik. Hal ini selaras dengan Kaidah Ekonomi Internasional modern yang mengatakan stabilitas mata uang suatu negara akan kokoh jika Cadangan Devisa Nasional kuat dan besar. Cadangan devisa ini sebenarnya indentik dengan kekayaan sumberdaya alam suatu negara. Dalam teori klasik ekonomi internasional tentang back-up nilai tukar disebutkan bahwa emas adalah logam mulia penting yang pernah dijadikan oleh banyak negara dalam era Bretton Woods memback-up nilai tukar mata uang mereka. Semakin besar cadangan emas yang memback-up maka semakin kuat dan stabil nilai tukar uang suatu negara.

Mari sedikit kita berandai-andai, kalau emas yang diproduksi Freeport yang konon telah menghasilkan 724,7 juta ton emas. Kalau semua itu menjadi reserve (cadangan devisa) maka nilainya sama dengan 39,53 triliun Dollar AS. Itu baru dari satu sumber tambang emas. Bagaimana lagi jika semua kekayaan alam negara ini benar-benar kita kelola dengan baik dan menjadi reserve (cadangan devisa) nasional kita, Rupiah pasti sangat kuat dan tidak mudah goyah dengan gejolak ekonomi eksternal apapun.

Kita harus membangun kekuatan suplai valuta asing dari kekuatan riil ekonomi nasional bukan dari kekuatan ekonomi yang bersifat gelembung. Penguatan nilai tukar rupiah jangan kita gantungkan pada capital inflow karena rawan berubah-ubah tergantung pada ekspetasi investor Portofolio yang rawan spekulasi dan gambling.

Kekuatan Rupiah harus didasarkan pada kekuatan rill ekonomi yakni melalui investasi riil domestik dan kekuatan perdagangan internasional kita. Dan untuk itu kita tidak boleh abai dalam mengembangkan efiensi kelembagaan pasar ekspor dan investasi, membangun infrastruktur yang kuat dan mencetak SDM yang trampil yang menguasai teknologi dan inovasi.

Prinsip kedua dari Yusuf AS adalah kemampuan mengembangkan prinsip menahan kepentingan sesaat hari ini demi kepentingan bersama yang berkelanjutan di masa mendatang.

Kalau kita merujuk prinsip Yusuf AS, maka melemahnya Rupiah adalah momen untuk menahan kepentingan sesaat berupa kegandrungan kita terhadap impor yang sangat tinggi. Momen ini kita pakai untuk menaikkan kekuatan ekonomi domestik. Melemahnya rupiah, misalnya adalah momen penting untuk mencapai swasembada daging, gula, jagung, sayur-buah dan kedelai bukan sebaliknya tetap berpikir jalan pintas dengan impor. []


*REPUBLIKA (6/9/2013)


Baca juga :