Kasus Rudi: Pintu Masuk atau Pintu Keluar


Oleh: Erizal*
(Kolomnis, tinggal di Padang)


Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini terima suap dari Deviardi. Ia masih ada hubungan keluarga dengan Achsanul Qosasih, elite Partai Demokrat. Tapi, Achsanul Qosasih membatah ia sebagai orang Partai Demokrat. Ia swasta, mirip Ahmad Fathanah dalam suap kuota daging sapi.

Uang suap Deviardi berasal dari Simon Tanjaya PT Kernel Oil Indonesia. Konon, Simon juga perantara dari Widodo, Owner PT Kernel Oil Singapura. Deviardi sebetulnya berhubungan dengan Widodo, bukannya Simon. Tapi, untuk kemudahan, karena Simon berposisi di Indonesia.

Melalui pengacaranya, Simon Tanjaya mengaku tak mengenal Rudi Rubiandini. Uang itu buat ekspansi bisnis Karnel Oil, karena Deviardi mengaku sekretaris di SKK Migas. Mirip PT Indoguna yang mengaku uang buat Ahmad Fathanah untuk seminar soal kelangkaan daging sapi.

Bedanya, Ahmad Fathanah dipaksa mengaku oleh penyidik bahwa uang itu untuk Luthfi Hasan Ishaaq, termasuk sopirnya. Sehingga, tak lebih dari 2 x 24 jam Luthfi Hasan Ishaaq telah ditetapkan sebagai tersangka dan diseret ke penjara saat asyik memimpin rapat, tengah malam.

Menariknya, saat penggeledahan kantor SKK Migas dan ESDM, emas-dolar berceceran. Tak hanya di ruang mantan kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, di ruang sekjen ESDM Wayono Karno pun ditemukan uang 200 ribu dolar. Sepertinya rupiah tak laku di SKK Migas dan ESDM.

Ini berbeda saat penggeledahan Kementerian Pertanian. Tak ada rupiah yang ditemukan, apalagi yang berkaitan dengan penambahan kuota daging sapi. Tapi, Menteri Pertanian Suswono dibuat bolak-balik tak hanya ke KPK, tapi juga Pengadilan. Cap tak terlibat berbuih dibantahnya.

Menurut Menteri ESDM Jero Wacik bisa jadi uang yang ditemukan KPK di ruang Sekjen ESDM itu buat operasional kementerian. Intinya, ia tak tahu. Tapi, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan Johan Budi meragukan keterangan Jero Wacik, karena uang itu dolar semua, tak ada rupiah. Namun, perang wacana ini belum di KPK, masih di media karena ia belum dipanggil.

Jadi, orang ragu, apakah KPK akan berani membongkar tak hanya kasus suapnya, tapi juga mafia Migas ke akar-akarnya. Ini bukan pintu masuk, tapi pintu keluar, kata anggota Komisi III Ahmad Yani. Kasus pajak berhenti di Gayus. Hambalang, Century, malah berjalan bak siput.

Apalagi diam-diam Mahfud MD bertemu Jero Wacik. Meski dibantah terkait kasus suap di SKK Migas, mustahil itu murni soal undangan Demokrat, soal konvensi yang akan diikutinya. Sebab, Jero Wacik bukanlah anggota komite konvensi dan sebelumnya, tak terlihat aktif terlibat.

Saat menjadi Ketua MK Mahfud MD yang paling berjasa menyelamatkan pimpinan KPK terseret kasus Cicak versus Buaya. Ia selalu terdepan membela KPK saat sebagian orang mulai mengkritiknya. Saat orang terkejut penangkapan Rudi, ia malah sudah menduganya sejak awal.

Masih ingat saat ramai soal mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang tersandung kasus suap wisma atlet! Tiba-tiba bersama SBY, Mahfud melakukan konfrensi pers soal ulah Nazaruddin yang juga pernah mencoba menyuap Sekjen MK, Janejdri M. Gaffar.

Padahal, kasusnya sudah lama dan tak dilaporkannya ke KPK. Malah, hanya diam-diam dilaporkannya ke SBY. Jadi, tak sekali ini saja Mahfud MD berdiam-diam. Dulu SBY, kini Jero Wacik. Pernah juga diam-diam bertemu Bambang Widjojanto saat jadi pengacara Bibit-Chandra.

Apa kata dunia, bila Mahfud MD terpilih menjadi capres dari Partai Demokrat dan Jero Wacik akhirnya aman dari terkaman KPK? Ada deal antara Jero Wacik dan KPK disinyalir Fahri Hamzah. Fahri mungkin kesal karena bila Jero Wacik adalah Anis Matta, pasti sudah ditangkap. 

Karni Ilyas berlum bertanya, Sutan Batoegana sudah menjawab suap Rudi Rubiandini tak ada kaitannya dengan konvensi Demokrat. Taufikqurrahman Ruki, mantan Ketua KPK dijadikan jaminan. Konvensi bisa saja sukses, tapi tak ada jaminan elektabilitas Partai Demokrat tertolong.


*Harian Singgalang, (22/8/2013, hlm. 1)


Baca juga :