Oleh Zulfi Akmal
Al-Azhar, Cairo
Kita memang tidak berhak untuk ikut campur urusan negara orang. Kita bukanlah pelaku politik praktis. Tapi sebagai penonton hati kita tidak bisa dipungkiri harus memilih salah satu kubu yang berseteru.
Bagaikan menonton bola. Jangankan menjadi pemain salah satu klub bola, satu bangsa dengan pemain bola itu saja tidak, bahkan ketemupun tidak pernah. Tapi kita punya kecendrungan kepada salah satu klub bola sebagai suporter.
Demikian lah barangkali perasaan kita ketika melihat peristiwa Mesir, apalagi bagi yang tinggal di lembah Nil ini. Namun pilihan kali ini bukan dalam rangka main-main atau hiburan, tapi pilihan yang tidak sembarang pilihan, yang akibatnya sangat berat di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, tidak heran bila banyak muncul pertanyaan dari kawan-kawan; Kita milih yang mana di antara dua ini? Kedua-duanya sama-sama didukung oleh ulama. Manakah yang benar di antara dua kubu itu?
Saya bukanlah orang yang berkompeten untuk menjawab itu. Ilmu saya belum sampai kederjat berhak memberikan fatwa. Kalaupun saya berusaha membuat bahas ilmiah, pasti nanti akan muncul lagi bantahan yang katanya lebih ilmiah. Akhirnya akan muncul debat yang tidak akan berkesudahan sampai umur habis. Lagian saya tidak ingin mengajak orang lain meyakini apa yang saya yakini, apalagi memaksa. Kita semua sudah dibekali Allah dengan akal, perasaan dan piranti untuk memilih.
Untuk penyelesaiannya bagi diri saya pribadi, menentukan mana yang benar dan mana yang salah mudah saja. Bagi saya segala sesuatu selalu dan harus dikembalikan kepada akhirat. Karena tidak ada hal yang akan luput dari pertanggungjawaban akhirat. Apakah bila dia hanyalah masalah politik duniawi, akan terbebas dari hisab akhirat? Menurut keimanan dan ilmu saya itu hal mustahil.
Allah berfirman dalam surat al Isra' 36: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan HATI, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya".
Kita garis bawahi kata-kata "hati".
Jadi sampai kecendrungan yang ada dalam hati terhadap sesuatu apapun tidak akan luput dari perhitungan di hadapan Allah Yang Maha Menghisab di akhirat nanti.
Oleh karena itu, untuk memihakkan hati kita kepada salah satu yang bertikai, perlu penghayatan yang dalam. Tidak asal jadi dan asal ikut. Untuk itu caranya seperti ini; bila nanti di akhirat semua kita dibangkitkan, kita memilih dibangkitkan dengan rombongan yang mana? Ikut rombongan pengkudetakah atau rombongan yang dikudeta? Ingin bersama jenderal dan para pendukungnya atau ingin bersama presiden dan pengikutnya?
Dan ingat, di kedua kubu ada ulama yang mendukung dengan dalil dan ilmunya. Kualitas keilmuan mereka sama-sama diakui dan mumpuni. Tapi kualitas iman, keikhlasan dan objektifitasnya hanya Allah Yang Maha Tahu, kita hanya bisa menilai dengan tampilan zahir dari mereka semua. Baik itu dari perkataan, sikap dan amal.
Dengan seperti itu kita akan menjatuhkan pilihan sesuai dengan ilmu, data, dan kecenderungan hati masing-masing, yang kita yakin itu benar, bukan asal ikut, kemudian siap mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah, sekaligus siap menanggung resikonya.
Selamat merenung dan menjatuhkan pilihan.
Waffaqanallahu jami'an ila ma yuhibbuhu wa yardha.