By: Nandang Burhanudin
***
Tahun 2004 saat sering mengajar di masjid Rekindo di daerah TMP Kalibata, saya sangat akrab dengan Kopaja 57. Naik dari Cililitan dan turun di perempatan TMP Kalibata, dilanjut jalan kaki.
Saat itu lagi hangat-hangat kampanye. Setiap kali mata saya tertuju pada stiker-stiker yang menjadi hiasan angkutan umum di Jakarta. Salah satu stiker itu adalah: SBY: Selamatkan Bangsa Yang besar ini!
Ketika diundang menjadi muwajjih ahli di Yayasan Utsmaniyah Citeureup Bogor, tentang Politik dalam Maqashid Syar'iyyah. Saya sempat disemprot oleh para ummahat. Karena saya cenderung berpendapat "kritis" atas kebijakan partai-partai Islam (PBB-PPP-PKS) yang mendukung pasangan SBY-JK, dan tidak ke Amien Rais-Siswono. Walaupun saat putaran kedua, saya tetap memberikan pilihan ke Capres SBY, sang jenderal yang terzhalimi! Begitu kesannya saat itu.
Sekian tahun berjalan, hingga 2 periode kekuasaan pak SBY, saya mencatat hampir tak ada perkembangan positif selain dari kebanggaan saya memiliki Presiden yang gagah, tegap, fasih berbahasa Inggris, Jenderal bintang empat, dan mahir menyanyi.
Saya dan mungkin juga rakyat kebanyakan melihat, sosok SBY hanya menjadi pemimpin formalitas. Karena sejatinya, Presiden hakiki berada di balik layar. Seakan mampu menghipnotis dan menguasai jiwa bapak SBY. Hingga tak ada satu kebijakan pun kecuali atas restu sang remote control.
Tengok kasus Century. Triliyunan rupiah uang rakyat raib begitu saja. Belum kasus Hambalang, bahkan kasus BLBI, korupsi Mantan Presiden Soeharto tak kunjunga jelas. Malah bapak SBY seakan tersandera kasus Lapindo yang melibatkan ARB.
Saya kurang ahli tentang masalah ekonomi. Namun saya merasakan betapa bapak SBY tidak seperti di stiker Kopaja; Selamatkan Bangsa Yang besar ini! Malah justru pak SBY berada di pusaran masalah berikut;
1. Radikalisme yang tidak surut. Akibat dari gaya kepemimpinannya yang tak kunjung tegas, lugas, dan pantas. Membiarkan bibit-bibit radikalitas hingga merasuki unsur-unsur pemerintahan sendiri, para aparat yang jauh lebih radikal dari teroris itu sendiri.
2. Konflik kepentingan. Hanya di Indonesia dan ini terjadi saat Indonesia sudah merdeka 67 tahun, ada Presiden yang menjabat sebagai Ketum Partai, Dewan Kehormatan, Dewan Pembina. Belum lagi faktor keluarga, anak, istri, besan, hingga adik ipar. Padahal dahulu saat BJ Habiebie menjadi Presiden, rakyat -elemen tertentu- menolak kehadiran Ilham Habiebie di IPTN, padahal tak ada yang menyangsikan keahlian dan expert seorang Ilham Habiebie.
3. Ambivalensi aparat dan pejabat di era SBY lebih parah dibanding dengan era Gusdur sekalipun. Perhatikan sikap para pejabat bidang hukum dan ekonomi, mereka sibuk dengan hidden agenda masing-masing. Setiap Pepres/PP yang diteken SBY, hampir tidak dijalankan.
4. Gila hormat dan antikritik. Gaya Pak Harto dijiplak habis-habisan oleh Bapak SBY. Politik pencitraan. SBY dikesankan, "Sempurna! Tanpa cacat!". Maka laporan dan sikap ABS menjadi pilihan semua kalangan. Semua dijinakkan. Bahkan untuk menjinakkan kalangan penulis, undangan ke penulis-penulis kritis pun disebar. Terbukti, para penulis kritis itu sekarang diam membisu. Mungkin sudah cukup bangga mendapatkan cinderamata berupa gambar Istana Kepresidenan. Sedang untuk wartawan dan media massa, maka gratifikasi seks plus-plus menjadi alternatif. Semua agar pers terbungkam dan dikangkangi penguasa.
5. Visi kepemimpinan tentang penyelamatan bangsa sangat rapuh dan tidak jelas arahnya. Hal ini sangat nampak saat pemilu 2009 memilih Boediono. Sosok bermasalah dan sama sekali tak ada kreasi positif di 5 tahun menjadi Wapres. SBY meninggalkan JK, sang Ketum Golkar, menyingkirkan Prof. Yusril Ihza Mahendra, sang kreator koalisi, bahkan terakhir menistakan PKS, partai yang setia dan berjibaku dari awal. Semua dikarenakan ia khawatir ada pesaing dan merongrong wibawanya. Maka yang dibela adalah justru sosok-sosok yang diragukan visi kebangsaan dan niat baik menyelamatkan bangsa ini.
Ini kesan saya tentang Bapak SBY. Masih banyak kesan-kesansaya. Tapi biarlah yang lain ditulis lain waktu. Selamat menaikkan BBM, meningkatkan harga-harga, dan menurunkan harkat martabat kami sebagai rakyat. Saya tetap mendoakan semoga Pak SBY husnul khatimah. Semoga saja ada di antara anak cucu beliau yang nantinya menjadi penyelamat bangsa yang besar ini! Kendati namanya tidak SBY lagi! Saya pun tidak akan terlalu kritis, khawatir nanti diundang ke istana menjadi pembaca doa syukuran berakhirnya kekuasaan Bapak SBY! Titip salam saya bagi pemilik dan penggerak remote control ya pak!
:: PKS PIYUNGAN | BLOG PARTAI KEADILAN SEJAHTERA ::
Klik Download App BB | Klik Download App Android
Klik Download App BB | Klik Download App Android