Era pasca kemerdekaan, Indonesia terbagi menjadi 3 aliran besar: Nasionalis, Religius dan Komunis. Bung Karno mencoba mengkompromikanya dengan jargon Nasakom (Nasional Agama Komunis). Tahun 66, komunis kalah dalam pertarungan ideologi di bumi Indonesia, maka yang tersisa adalah Nasionalis dan Religius.
Pak Harto memahami betul kondisi ini, maka dia pun tetap membuatkan tempat tuk aliran-aliran itu agar bisa dalam kendalinya. Maka dibuatlah jalur aliran Hijau, Kuning dan Merah. Agar stabil, maka perlu ada arus yang dominan, maka arus kuning yang dominan dengan komando Doreng. Dibuatlah Repelita tuk mengistiqomahkan dan digaungkan jargon "Pembangunan" oleh sang Bapak Pembangunan.
Si Merah dibuat ada tapi tak berdaya. Namun, Si Merah dalam berbagai kesempatan menerikan "Merdeka" sebagai simbol bahwa merekalah pewaris dari perjuangan kemerdekaan, sebagai klaim bahwa Si Merah adalah yang paling Nasionalis, penerus cita-cita proklamasi.
Si Kuning tak kalah cerdik, dibuatlah film "G30S-PKI" dan "Janur Kuning". Dalam seremonial peringatan kemerdekaan selalu ditampilkan bahwa TNI lah pewaris sah perjuangan para pahlawan. Diundanglah para veteran sebagai simbol bahwan TNI lah yang berjuang menegakan negeri ini. Agar semakin mengharu biru, di-aransemen-lah lagu-lagu perjuangan "Gugur Bunga" tuk mengiringi Hening Cipta waktu upacara bendera ala militer yang wajib dilakukan.
Kemana si Hijau? Agar tenang, maka si Hijau dikasih tugas mulia; yang satu urus orang menikah dan naik haji sedang yang satunya urus anak-anak sekolah.
Si Hijau memang sedang layu. Dulu, merekalah yang meneriakan dengan lantang "MERDEKA ATAU MATI, ALLAHU AKBAR", tak sekedar meneriakan merdeka saja seperti si Merah, karena si Hijau waktu itu memang tak takut mati. Mungkinkah si Hijau lupa bahwa dalam darah meraka mengalir darah para syuhada pahlawan bangsa?
Di ujung barat, Cut Nyak Dien, sang mujahidah gagah kalah terkenal dengan Kartini. Tuanku Imam Bonjol, dengan sorban dan jenggotnya yang berwibawa.
Di tanah jawa, Muhammad Thoha yang meledakan dirinya bersama gudang amunisi yang mejadikan Bandung Lautan Api. Pangeran diponegoro, sang mujahid berkuda. Jenderal Besar Soedirman, yang sering mengutip ayat-ayat Al Qur'an dalam perjuanganya, tak mau menyerah kalah ketika Bung Karno memilih menyerah dan ditahan. Bung Tomo, bertakbir membakar semangat santri-santri jawa timur. Sang aktor utama Hari Pahlawan ini pun baru setelah puluhan tahun baru diakui sebagai pahlawan nasional.
Di timur, Patimura Ahmad Matulesy, keturunan bangsawan kerajaan Islam Maluku dengan gagah memegang pedang jihadnya melawan misi Gold Glory Gospel para penjajah kafir.
Ya, mungkin Gen Pahlawan dalam darah si Hijau sedang tidur atau ditidurkan. Mereka dibuat lupa bahwa merekalah pewaris perjuangan bangsa Indonesia. Si Hijaulah yang sebenarnya dalam tubuhnya mengalir darah merah Nasionalisme. Fakta sejarah membuktikan.
Tapi sekarang yang terjadi, si Hijau dituduh tidak punya rasa nasionalisme.
Hai, anak-anak hijau muda, bangunlah! Dalam darah kalian mengalir deras darah para syuhada pahlawan bangsa. Klaim sekarang juga bahwa kalian adalah pewaris perjuangan bangsa ini. Senandungkan dalam nasyid-nasyid kalian kisah-kisah heroik para pahlawan Indonesia. Tak salah kalian menyenandungkan nasyid-nasyid perjuangan saudara kita di Palestina. Tapi, disini, dalam sejarah perjuangan Indonesia ini banyak kisah perjuangan yang BERHAK didengar oleh anak cucu kita lewat senandung nasyidmu. Bangkitkan gen pahlawan dalam diri anak-anak hijau muda dengan beat nasyidmu yang menghentak! []
:: PKS PIYUNGAN | BLOG PARTAI KEADILAN SEJAHTERA ::