Sebagaimana sudah banyak diberitakan oleh media, MK akhirnya mengabulkan judicial review atas pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) tahun 2003 yang membatalkan/menghapus sistem RSBI.
Untuk diingat kembali, pasal tersebut mengatur agar setiap Kabupaten/Kota memiliki minimal satu Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan RSBI. Sekolah tersebut berhak menarik pungutan tambahan di luar layanan reguler untuk memperbaiki kualitas pendidikan.
Pasal tersebut dinilai oleh banyak kalangan sebagai pasal yang bermasalah. Bahkan, Sabar Nurohman, Dosen di Universitas Negeri Yogyakarta, dalam sebuah wawancara dengan admin pksbanguntapan.com menyatakan "Dengan adanya RSBI, telah berlangsung upaya sengaja untuk membuat KELAS dalam dunia pendidikan".
"Hari ini kita melihat bahwa anak-anak dari keluarga mampu akan memperoleh akses pendidikan berkualitas, dengan tenaga pengajar dan fasilitas berkualitas, sehingga jadilah mereka sebagai anak-anak yang berkualitas dan pada akhirnya dapat memperoleh taraf hidup yang berkualitas. Sebaliknya, bagi anak-anak dari warga yang kurang mampu diberi kesempatan bersekolah dengan biaya gratis, di sekolah yang berjalan ala kadarnya, dibimbing oleh SDM dan fasilitas yang ala kadarnya, lulus dengan kualitas ala kadarnya, sehingga merekapun akan memperoleh taraf hidup yang ala kadarnya. Jadi dapat dibilang ada upaya pemiskinan sistemik melalui jalur pendidikan", lanjut dosen yang juga mantan aktivis mahasiswa ini.
Ia menambahkan "Beberapa tahun terakhir saya sudah blusukan di banyak sekolah di DIY. Saya melihat kesenjangan yang luar biasa antara sekolah berlabel RSBI dibanding sekolah Non-RSBI, terutama dilihat dari ketersediaan anggaran untuk proses pendidikan".
"Kalau Anda masuk ke sekolah RSBI, Anda akan melihat gedung yang sedang terus dibangun, fasilitas lab yang terus dilengkapi. Namun jika Anda meluangkan waktu untuk masuk ke lab di sekolah Non RSBI, Anda akan mudah menemui jangka sorong rusak, komputer rusak dan sekolah tidak sanggup untuk menggantinya, karena tidak ada anggaran."
Ketika ditanya "kenapa kesenjangan itu bisa terjadi", Sabar Nurohman menyatakan "Ini semua terjadi karena adanya ketidakadilan dalam distribusi anggaran pendidikan kita. Sekolah yang sudah maju oleh pemkab/pemkot akan diberi label RSBI, lalu sekolah tersebut dapat suport dana luar biasa dari pemerintah, selain itu dia juga boleh narik dari masyarakat. Sedangkan sekolah biasa (SNN), diberi anggaran ala kadarnya, sekaligus dilarang menarik dari masyarakat. Maka yang terjadi adalah sekolah yang sudah maju akan semakin maju, dan sekolah biasa akan jalan di tempat. Parahnya, pada praktiknya sekolah maju lebih banyak dinikmati orang kaya adapun keluarga biasa hanya mampu menyekolahkan anaknya di sekolah "biasa"."
Di akhir wawancara kami, beliau berharap semoga setelah keputusan MK, maka alokasi anggaran pemerintah akan lebih merata. Beliau mengingatkan, masih banyak sekolah yang mau roboh, masik banyak guru yang digaji 200.000 perbulan. Seharusnya, ketika anggaran pendidikan sudah mencapai 20% dari APBN, tidak boleh lagi ada anak yang takut belajar di bawah kelas yang mau roboh dan tidak ada lagi guru yang dibayar 200.000 perbulan.
*http://www.pksbanguntapan.com/2013/01/pakar-pendidikan-uny-rsbi-bisa-menjadi.html
___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia