Oleh Abdullah Haidir
Sabtu Ahad depan (16-17) Mesir kembali akan menggelar pemungutan suara untuk pilpres putaran kedua. Posisi strategis negara Mesir, baik dari sisi sosial budaya, politik hingga idiologi, menjadikan 'hajatannya' ini sangat menyedot perhatian dunia. Disamping ini merupakan pilpres pertama dan relatife bersih tanpa intimidasi dan kecurangan fatal, setelah mereka hidup di bawah kekuasaan diktator yang tidak memberikan kebebasan politik kepada rakyatnya untuk kurun waktu sekian lama.
Yang lebih menyedot perhatian lagi adalah kedua kandidat yang bertarung nanti benar-benar mewakili dua representasi kekuatan yang selama ini saling berhadap-hadapan dan tidak mungkin berjalan seiring. Itu artinya, kemenangan salah satu pihak dianggap sebagai bahaya bagi pihak lainnya atau bahkan dianggap akan mematikan pihak lainnya. Bahkan, dalam ruang lingkup regional maupun internasional, diperkirakan hasilnya akan memberikan implikasi yang tidak dapat dibilang ringan, baik secara psikologis maupun praktis.
Sebagaimana diketahui, pilpres putaran pertama beberapa pekan yang lalu menghasilkan dua kandidat;
Kandindat pertama adalah Ahmad Syafiq, seorang militer yang dikenal sebagai loyalis Mubarak, di Mesir dikenal dengan istilah fuluuul. Karenanya dijuluki pula sebagai Mubarak 2. Dia merupakan perdana menteri terakhir semasa rezim Mubarak. Sangat menentang revolusi Mesir dan sangat sedih ketika revolusi Mesir berhasil menumbangkan Mubarak. Bahkan dia dituduh termasuk orang di belakang layar atas peristiwa Ma'rokah Jamal (perang onta) semasa revolusi, yaitu manuver rezim penguasa kala itu dengan mengirim para penunggang onta untuk membubarkan demonstrasi di Medan Tahrir dengan cara kekerasan sehingga menewaskan sekian banyak orang. Para pengamat nyaris sepakat, bahwa jika terpilih kembali sebagai presiden Mesir terpilih, aka akan membangun kembali puing-puing reruntuhan rezim lama dengan cara yang sama. Itu artinya rakyat Mesir kembali surut ke belakang seperti masa-masa suram sebelum revolusi.
Di luar dugaan, pada piplres putaran pertama, dia mendapatkan suara signifikan. Walaupun berada di urutan kedua dibawah Muhammad Mursi yang menempati urutan pertama, namun selisihnya hanya terpaut 1 persen saja. Banyak yang tersentak dengan hasil ini, antara percaya dan tidak percaya. Sebab dalam perkiraan sebelumnya, nama Syafiq jarang muncul akan menempati urutan atas. Amr Musa, mantan ketua Liga Arab dan politikus kawakan Mesir, justeru yang lebih diunggulkan dari kalangan pro rezim. Dalam beberapa survey yang dirilis berbagai media, namanya selalu muncul di urutan atas. Diperkirakan pula, saat itu rakyat tidak akan banyak yang tertarik untuk memilihnya, dia sangat dikenal sebagai orang Mubarak dan menghadapi berbagai tuduhan. Keluarga Mubarak terang-terangan mendukungnya dalam piplres putaran pertama. Bahkan namanya sempat dicoret oleh KPU Mesir bersama beberapa tokoh lainnya yang dianggap tidak memenuhi syarat. Namun, dengan sejumlah alasan, KPU Mesir kembali memasukkan namanya dalam daftar capres yang akan dipilih. Parlemen Mesir yang didominasi kalangan revolusioner bahkan sudah membuat keputusan untuk melakukan isolasi politik terhadap orang-orang rezim lama dengan melarang mereka terjun dalam kegiatan politik negara itu, termasuk di antaranya terhadap Syafiq. Namun keputusan itu belum dapat diekskusi karena harus menunggu ketetapan hukum dari MA.
Dengan semua latar belakang tersebut, tentu saja semua terkaget-kaget dengan perolehan suara Syafiq. Maka berbagai analisa dikemukakan untuk menyelidiki 'fenomena aneh' tersebut. Di antara beberapa analisa tersebut adalah;
1. Syafiq melakukan money politik dengan memanfaatkan dana besar yang dia miliki dan dukungan finansial dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan kemenangannya. Bagi sebagian masyarakat awam, tawaran materi yang jelas tentu lebih menarikan ketimbang harapan-harapan yang belum jelas bagi mereka.
2. Syafiq menggunakan jaringan birokrasi dan militer yang tentu saja masih banyak di dalamnya bercokol orang-orang Mubarak. Karena itu, pengaduan pelanggaran pilpres putaran pertama, kandidat yang satu ini paling banyak mendapatkan aduan. Namun, seperti umumnya, tampaknya tidak satupun pengaduan itu yang diperhatikan.
3. Syafiq memanfaatkan secara maksimal komunitas dan pihak-pihak yang merasa terancam dengan kemenangan kaum revolusioner. Di antara mereka adalah keluarga para birokrat dan militer dari atas hingga bawah yang jumlahnya cukup signifikan, para pengusaha yang sudah terlanjur menikmati berbagai fasilitas pemerintah, kelas menengah ke atas yang pragmatis dan oportunis dan lebih menghendaki stabilitas walau diktator, ketimbang instabilitas (menurut perkiraan mereka) walaupun demoktratis, Kristen koptik yang sangat merasa terancam dengan kemenangan kalangan Islam. Berikutnya, massa mengambang yang mudah digiring oleh berbagai opini media yang secara umum dikuasai orang-orang pro Mubarak.
4. Syafiq gencar memainkan issue yang menguntungkan dirinya dan memojokkan lawannya. Para pengamat menyatakan bahwa 75% kalangan pers berpihak kepada Syafiq. Maka dengan dukungan mayoritas media massa utama di Mesir, baik chanel TV, Koran, Majalah dan tentu saja dengan pengalamannya sekian lama mengendalikan kebijakan, Syafiq sedikit banyak berhasil mengubah pencitraan dirinya dari seorang mantan pejabat rezim diktator dengan segala catatan hitamnya, menjadi seorang negarawan yang berpengalaman, memiliki akses internasional luas, lebih menjamin stabilitas negara dan kelebihan-kelebihan lainnya. Sementara terhadap lawan politiknya, khususnya terhadap Ikhwanul Muslimin, dia tidak tanggun-tanggung melancarkan berbagai serangan bertubi-tubi dan memberikan citra sebaliknya, walau sangat kentara bahwa itu semua adalah dusta. Pemutarbalikkan opini ini, lumayan berpengaruh di tengah masyarakat karena secara massif mendapatkan tempat yang luas di berbagai media. Jika membaca komentar para pembaca atas berbagai berita seputar ini, tidak sedikit para pembaca yang tergiring oleh pola pengalihan issu ini. Hebatnya lagi, tidak sedikit media massa ternama negara-negara Islam di timur tengah di luar Mesir yang juga cenderung membela Syafiq dan memojokkan Ikhwanul Muslimin dalam pemberitaannya.
5. Kalangan reformis tidak menyepakati calon tunggal dalam menghadapi orang-orang pro Mubarak. Walaupun hal ini tidak berbanding lurus dengan pertambahan suara bagi Syafiq, tapi setidaknya membuka jalan bagi Syafiq untuk lolos dalam putaran kedua pilpres Mesir. Sebab, jika digabung, suara kalangan kandidat dari kalangan reformis, baik dari kalangan Islam maupun sekuler sosialis, jumlahnya lebih dari 60%. Itu berarti cukup bagi mereka untuk memenangkan pertarungan ini dalam satu putaran.
Adapun kandidat kedua adalah DR. Muhamad Mursi. Kandidat yang diusung oleh Partai Kebebasan dan Keadilan, sayap politik Organisasi Ikhwanul Muslimun, representasi kalangan Islamis sekaligus pendukung gerakan reformasi. Lolosnya beliau ke putaran kedua juga relatif mengejutkan banyak pihak. Karena, sebagaimana syafiq, Mursi juga tidak diunggulkan dalam berbagai survey. Dari kalangan Islamis, yang sering diunggulkan justeru DR. Abdul Mun'im Abul Fatuh, calon independen yang juga sebenarnya kader Ikhwanul Muslimin, namun dipecat oleh jamaahnya karena mencalonkan diri menjadi capres tanpa rekomendasi jamaah.
Faktor lainnya mengapa Mursi tidak terlalu diunggulkan, karena pada pilpres pertama, beliau tidak didukung secara bulat oleh beberapa kekuatan dan tokoh-tokoh Islam berpengaruh, apalagi oleh kalangan sekuler sosialis. Partai An-Nur dan Jamaah Islamiyah secara resmi mendukung Abul Fattuh. Tampaknya ada semacam kekecewaan sejumlah kalangan Islam atas sikap IM yang belakangan mengajukan capres internalnya. Karena hal tersebut menurut mereka akan memecah suara kalangan Islam kepada beberapa figur. Apalagi sebelumnya IM menyatakan tidak akan mengusung calonnya dalam pilpres pertama ini . Tidak kurang, Syekh Qardhawi sebelumnya sempat memperingatkan agar IM jangan mengajukan calonnya agar suara umat Islam tidak terpecah-pecah. Namun IM memiliki pertimbangan tersendiri ketika akhirnya mereka mengusung calonnya untuk masuk dalam gelanggang pilpres. Tadinya IM berharap bahwa pilpres pertama ini hanya diikuti oleh para kandidat yang berasal dari kalangan reformis, baik Islam maupun sekuler. Namun, munculnya figur-figur yang notabene orangnya Mubarak dan kemenangan mereka dikhawatirkan akan menggagalkan cita-cita revolusi dengan menarik Mesir kembali ke belakang sejarah, membuat IM meninjau ulang kembali keputusannya. Karena, kandidat dari kalangan reformis dianggap belum memiliki struktur yang kuat dan mesin politik yang tangguh untuk menghadapi mereka yang memiliki strukrur sangat kuat dan pengalaman puluhan tahun bermanuver dalam dunia politik.
Faktor lain lagi yang membuat Mursi tidak terlalu diunggulkan adalah masa pencalonannya yang sangat mepet. Seperti telah diketahui bahwa calon pertama yang diajukan oleh IM adalah Khairat Syatir. Namun IM memasukkan nama Mursi juga sebagai antisipasi jika Syatir didepak oleh KPU. Syatir sendiri suda mulai melakuan kampanye secara gencar dan mendapatkan sambutan luar biasa. Namun Benar saja, apa yang dikhawatirkan terjadi, Syatir secara kontroversial tidak diterima oleh KPU karena dianggap pernah terkena vonis hukuman, walaupun itu produk rezim Mubarak dan perlu waktu 6 tahun untuk mendapatkan hak-hak politiknya. Maka majulah Mursi sebagai pengganti dengan persiapan yang serba terbatas. Mungkin, dengan alasan inilah, beberapa pihak yang tadinya mendukung calon IM, berbalik mendukung calon Islamis lainnya. Karena Mursi dianggap kurang bobotnya dibanding Syatir. Sementara itu, kalangan reformis independen maupun sekuler lebih tertarik kepada Abu Fatuh atau kepada Hamden Shabahi, ketimbang kepada Mursi.
Akan tetapi yang sering dilupakan adalah jaringan IM yang sudah sangat mengakar di tengah masyarakat Mesir serta kemampuan mereka menggerakkan kekuatannya sesuatu arahan dari pimpinan. Usia organisasi mereka sudah nyaris seabad dan kredibilitas mereka sangat diperhitungkan masyarakat Mesir, walaupun mereka sering di 'apusi' dan diintimidasi penguasa kala itu. Nyaris mereka berada di semua lini, di kalangan cendikiawan maupun rakyat bawah. Profesional maupun buruh. Bahkan hampir semua organisasi profesi mereka kuasai. Dan jangan lupa, kurang lebih 40% anggota parlemen adalah dari mereka.
Maka, seperti kata Amer Khalid, seorang dai terkenal Mesir, partai yang benar-benar riil di Mesir saat ini hanya Partai Kebebasan dan Keadilan, milik IM. Inilah mesin politik yang dimiliki oleh Mursi dan tidak dimiliki oleh kandidat lainnya. Walaupun badai fitnah menghantam dari sana sini (tidak sedikit kalangan Islam yang ikut-ikutan memojokkan IM), namun mereka tetap eksis dan akhirnya menempatkan calonnya sebagai kandidat yang mendapatkan suara terbanyak.
Peta pertarungan antara kedua kandidat kali ini agak berubah dibanding putaran pertama. Meskipun substansinya sama; Pertarungan antara reformis (Islam) dan rezim otoriter serta anti gerakan Islam. Syafiq diperkirakan masih akan menggunakan faktor-faktor kesuksesannya pada pilpres putaran pertama. Hanya saja dalam rangka public issue, dia lebih mengarahkan masyarakat bahwa pilpres putaran kedua ini adalah pertarungan antara IM dengan tokoh moderat atau antara Islam garis keras yang akan menggiring Mesir dalam tirani agama bersama segala implikasi negatifnya melawan pihak yang akan menggiring Mesir ke alam demokratis.
Adapun Mursi, posisinya kini makin mantap meskipun tetap masih diiringi harap-harap cemas. Berbagai elemen kekuatan Islam kini sudah bersatu di belakangnya. Beberapa tokoh reformasi independen, seperti Wail Ghanim, pemuda yang sempat jadi icon perjuangan pada masa revolusi, juga sudah mendukung. Partai An-Nur dan Jamaah Islamiyah sudah jelas menyatakan dukungannya. Para ulama, baik dari latar belakang ikhwan, salafi, sufi, juga banyak yang mendukung. Bahkan Syekh Abdurrahman Al-Barrak yang cukup karismatik di Saudi mewanti2 rakyat Mesir agar jangan memilih antek Mubarak. Ditambah lagi dengan hasil keputusan pengadilan terhadap Mubarak dan kroninya yang sangat tidak memuaskan rakyat Mesir. Hasil vonis pengadilan yang mengganjar Mubarak dan Habib Adli (mantan mendagri Mesir era Mubarak) dengan penjara seumur hidup dan membebaskan semua tertuduh lainnya, termasuk kedua anak Mubarak, dianggap oleh rakyat Mesir telah mencedarai cita-cita revolusi dan tidak mempedulikan arwah para syuhada. Di sisi lain, vonis tsb seperti menyadarkan rakyat Mesir kembali bahwa pengaruh rezim Mubarak masih sangat membahayakan dan tidak boleh dibiarkan berkuasa kembali. Akibatnya Medan Tahrir kembali membludak oleh para demonstran yang menentang kembalinya orang-orang rezim lama untuk menguasai Mesir. Tokoh-tokoh demonstran kembali hadir ke sana, termasuk Mursi yang kedatangannya sangat di elu-elukan para demonstran. Syafiq tentu saja tidak berani datang ke lapangan tersebut.
Faktor lain lagi yang cukup menguntungkan Mursi adalah hasil pemungutan suara di LN yang menunjukkan kemenangan telak Mursi atas Syafiq. Meskipun tidak mempengaruhi secara mutlak hasil perolehan suara di dalam negeri, 80% suara yang diraih Mursi di LN, cukup menjadi vitamin segar untuk menimblkan keyakinan bahwa rakyat Mesir tidak menginginkan actor rezim lama kembali berkuasa.
Yang masih menjadi tanda tanya adalah suara kalangan reformis sekuler sosialis, meskipun mereka pro revolusi dan ikut berjasa menumbangkan Mubarak, namun semacam ada kebimbangan di tengah mereka ketika konsekwensinya harus mengusung tokoh Islamis, apalagi dari kalangan Ikhwan, yg selama ini mereka anggap misinya bertentangan dg nilai yg mereka usung. Hamden Shabahi, capres yang mewakili kalangn ini dan mendapat suara cukup signifikan (urutan ketiga), hingga kini belum mendukung Mursi secara terang-terangan. Dia malah masih meminta rakyat Mesir untuk memboikot pemilu. Tampaknya bagi mereka, kekhawatiran berada dibawah tirani zalim, sama dengan kekhawatiran berada di bawah pemerintahan Islam yang adil.
Meskipun harapan atas kemenangan Mursi cukup besar, namun kewaspadaan harus selalu dijaga. Arus bawah yang cukup besar harus terus dirawat agar tidak mudah dibelokkan oleh berbagai opini. Disamping kekhawatiran terhadap berbagai kecunranga pemilu juga menjadi permasalahan serius. Adapula ancaman kudeta militer kalau kalangan Islamis menang. Semoga hasil pilpres kali ini memberikan hasil mencerahkan dunia Islam dan dunia dakwah sekaligus.
Bagi aktifis dakwah, hendaknya ikut mengamati kejadian sejarah langka ini… di dalamnya banyak pelajaran yang dapat diambil.
Wallahua’lam.
Riyadh, Rajab 1433H
___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia
Pengamat Timur Tengah tinggal di Riyadh
Bagi aktifis dakwah, hendaknya ikut mengamati kejadian sejarah langka ini… di dalamnya banyak pelajaran yang dapat diambil.
Dukungan untuk capres Muhammad Mursi |
Yang lebih menyedot perhatian lagi adalah kedua kandidat yang bertarung nanti benar-benar mewakili dua representasi kekuatan yang selama ini saling berhadap-hadapan dan tidak mungkin berjalan seiring. Itu artinya, kemenangan salah satu pihak dianggap sebagai bahaya bagi pihak lainnya atau bahkan dianggap akan mematikan pihak lainnya. Bahkan, dalam ruang lingkup regional maupun internasional, diperkirakan hasilnya akan memberikan implikasi yang tidak dapat dibilang ringan, baik secara psikologis maupun praktis.
Sebagaimana diketahui, pilpres putaran pertama beberapa pekan yang lalu menghasilkan dua kandidat;
Ahmad Syafiq
Kandindat pertama adalah Ahmad Syafiq, seorang militer yang dikenal sebagai loyalis Mubarak, di Mesir dikenal dengan istilah fuluuul. Karenanya dijuluki pula sebagai Mubarak 2. Dia merupakan perdana menteri terakhir semasa rezim Mubarak. Sangat menentang revolusi Mesir dan sangat sedih ketika revolusi Mesir berhasil menumbangkan Mubarak. Bahkan dia dituduh termasuk orang di belakang layar atas peristiwa Ma'rokah Jamal (perang onta) semasa revolusi, yaitu manuver rezim penguasa kala itu dengan mengirim para penunggang onta untuk membubarkan demonstrasi di Medan Tahrir dengan cara kekerasan sehingga menewaskan sekian banyak orang. Para pengamat nyaris sepakat, bahwa jika terpilih kembali sebagai presiden Mesir terpilih, aka akan membangun kembali puing-puing reruntuhan rezim lama dengan cara yang sama. Itu artinya rakyat Mesir kembali surut ke belakang seperti masa-masa suram sebelum revolusi.
Di luar dugaan, pada piplres putaran pertama, dia mendapatkan suara signifikan. Walaupun berada di urutan kedua dibawah Muhammad Mursi yang menempati urutan pertama, namun selisihnya hanya terpaut 1 persen saja. Banyak yang tersentak dengan hasil ini, antara percaya dan tidak percaya. Sebab dalam perkiraan sebelumnya, nama Syafiq jarang muncul akan menempati urutan atas. Amr Musa, mantan ketua Liga Arab dan politikus kawakan Mesir, justeru yang lebih diunggulkan dari kalangan pro rezim. Dalam beberapa survey yang dirilis berbagai media, namanya selalu muncul di urutan atas. Diperkirakan pula, saat itu rakyat tidak akan banyak yang tertarik untuk memilihnya, dia sangat dikenal sebagai orang Mubarak dan menghadapi berbagai tuduhan. Keluarga Mubarak terang-terangan mendukungnya dalam piplres putaran pertama. Bahkan namanya sempat dicoret oleh KPU Mesir bersama beberapa tokoh lainnya yang dianggap tidak memenuhi syarat. Namun, dengan sejumlah alasan, KPU Mesir kembali memasukkan namanya dalam daftar capres yang akan dipilih. Parlemen Mesir yang didominasi kalangan revolusioner bahkan sudah membuat keputusan untuk melakukan isolasi politik terhadap orang-orang rezim lama dengan melarang mereka terjun dalam kegiatan politik negara itu, termasuk di antaranya terhadap Syafiq. Namun keputusan itu belum dapat diekskusi karena harus menunggu ketetapan hukum dari MA.
Dengan semua latar belakang tersebut, tentu saja semua terkaget-kaget dengan perolehan suara Syafiq. Maka berbagai analisa dikemukakan untuk menyelidiki 'fenomena aneh' tersebut. Di antara beberapa analisa tersebut adalah;
1. Syafiq melakukan money politik dengan memanfaatkan dana besar yang dia miliki dan dukungan finansial dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan kemenangannya. Bagi sebagian masyarakat awam, tawaran materi yang jelas tentu lebih menarikan ketimbang harapan-harapan yang belum jelas bagi mereka.
2. Syafiq menggunakan jaringan birokrasi dan militer yang tentu saja masih banyak di dalamnya bercokol orang-orang Mubarak. Karena itu, pengaduan pelanggaran pilpres putaran pertama, kandidat yang satu ini paling banyak mendapatkan aduan. Namun, seperti umumnya, tampaknya tidak satupun pengaduan itu yang diperhatikan.
3. Syafiq memanfaatkan secara maksimal komunitas dan pihak-pihak yang merasa terancam dengan kemenangan kaum revolusioner. Di antara mereka adalah keluarga para birokrat dan militer dari atas hingga bawah yang jumlahnya cukup signifikan, para pengusaha yang sudah terlanjur menikmati berbagai fasilitas pemerintah, kelas menengah ke atas yang pragmatis dan oportunis dan lebih menghendaki stabilitas walau diktator, ketimbang instabilitas (menurut perkiraan mereka) walaupun demoktratis, Kristen koptik yang sangat merasa terancam dengan kemenangan kalangan Islam. Berikutnya, massa mengambang yang mudah digiring oleh berbagai opini media yang secara umum dikuasai orang-orang pro Mubarak.
4. Syafiq gencar memainkan issue yang menguntungkan dirinya dan memojokkan lawannya. Para pengamat menyatakan bahwa 75% kalangan pers berpihak kepada Syafiq. Maka dengan dukungan mayoritas media massa utama di Mesir, baik chanel TV, Koran, Majalah dan tentu saja dengan pengalamannya sekian lama mengendalikan kebijakan, Syafiq sedikit banyak berhasil mengubah pencitraan dirinya dari seorang mantan pejabat rezim diktator dengan segala catatan hitamnya, menjadi seorang negarawan yang berpengalaman, memiliki akses internasional luas, lebih menjamin stabilitas negara dan kelebihan-kelebihan lainnya. Sementara terhadap lawan politiknya, khususnya terhadap Ikhwanul Muslimin, dia tidak tanggun-tanggung melancarkan berbagai serangan bertubi-tubi dan memberikan citra sebaliknya, walau sangat kentara bahwa itu semua adalah dusta. Pemutarbalikkan opini ini, lumayan berpengaruh di tengah masyarakat karena secara massif mendapatkan tempat yang luas di berbagai media. Jika membaca komentar para pembaca atas berbagai berita seputar ini, tidak sedikit para pembaca yang tergiring oleh pola pengalihan issu ini. Hebatnya lagi, tidak sedikit media massa ternama negara-negara Islam di timur tengah di luar Mesir yang juga cenderung membela Syafiq dan memojokkan Ikhwanul Muslimin dalam pemberitaannya.
5. Kalangan reformis tidak menyepakati calon tunggal dalam menghadapi orang-orang pro Mubarak. Walaupun hal ini tidak berbanding lurus dengan pertambahan suara bagi Syafiq, tapi setidaknya membuka jalan bagi Syafiq untuk lolos dalam putaran kedua pilpres Mesir. Sebab, jika digabung, suara kalangan kandidat dari kalangan reformis, baik dari kalangan Islam maupun sekuler sosialis, jumlahnya lebih dari 60%. Itu berarti cukup bagi mereka untuk memenangkan pertarungan ini dalam satu putaran.
Muhammad Mursi
Adapun kandidat kedua adalah DR. Muhamad Mursi. Kandidat yang diusung oleh Partai Kebebasan dan Keadilan, sayap politik Organisasi Ikhwanul Muslimun, representasi kalangan Islamis sekaligus pendukung gerakan reformasi. Lolosnya beliau ke putaran kedua juga relatif mengejutkan banyak pihak. Karena, sebagaimana syafiq, Mursi juga tidak diunggulkan dalam berbagai survey. Dari kalangan Islamis, yang sering diunggulkan justeru DR. Abdul Mun'im Abul Fatuh, calon independen yang juga sebenarnya kader Ikhwanul Muslimin, namun dipecat oleh jamaahnya karena mencalonkan diri menjadi capres tanpa rekomendasi jamaah.
Faktor lainnya mengapa Mursi tidak terlalu diunggulkan, karena pada pilpres pertama, beliau tidak didukung secara bulat oleh beberapa kekuatan dan tokoh-tokoh Islam berpengaruh, apalagi oleh kalangan sekuler sosialis. Partai An-Nur dan Jamaah Islamiyah secara resmi mendukung Abul Fattuh. Tampaknya ada semacam kekecewaan sejumlah kalangan Islam atas sikap IM yang belakangan mengajukan capres internalnya. Karena hal tersebut menurut mereka akan memecah suara kalangan Islam kepada beberapa figur. Apalagi sebelumnya IM menyatakan tidak akan mengusung calonnya dalam pilpres pertama ini . Tidak kurang, Syekh Qardhawi sebelumnya sempat memperingatkan agar IM jangan mengajukan calonnya agar suara umat Islam tidak terpecah-pecah. Namun IM memiliki pertimbangan tersendiri ketika akhirnya mereka mengusung calonnya untuk masuk dalam gelanggang pilpres. Tadinya IM berharap bahwa pilpres pertama ini hanya diikuti oleh para kandidat yang berasal dari kalangan reformis, baik Islam maupun sekuler. Namun, munculnya figur-figur yang notabene orangnya Mubarak dan kemenangan mereka dikhawatirkan akan menggagalkan cita-cita revolusi dengan menarik Mesir kembali ke belakang sejarah, membuat IM meninjau ulang kembali keputusannya. Karena, kandidat dari kalangan reformis dianggap belum memiliki struktur yang kuat dan mesin politik yang tangguh untuk menghadapi mereka yang memiliki strukrur sangat kuat dan pengalaman puluhan tahun bermanuver dalam dunia politik.
Faktor lain lagi yang membuat Mursi tidak terlalu diunggulkan adalah masa pencalonannya yang sangat mepet. Seperti telah diketahui bahwa calon pertama yang diajukan oleh IM adalah Khairat Syatir. Namun IM memasukkan nama Mursi juga sebagai antisipasi jika Syatir didepak oleh KPU. Syatir sendiri suda mulai melakuan kampanye secara gencar dan mendapatkan sambutan luar biasa. Namun Benar saja, apa yang dikhawatirkan terjadi, Syatir secara kontroversial tidak diterima oleh KPU karena dianggap pernah terkena vonis hukuman, walaupun itu produk rezim Mubarak dan perlu waktu 6 tahun untuk mendapatkan hak-hak politiknya. Maka majulah Mursi sebagai pengganti dengan persiapan yang serba terbatas. Mungkin, dengan alasan inilah, beberapa pihak yang tadinya mendukung calon IM, berbalik mendukung calon Islamis lainnya. Karena Mursi dianggap kurang bobotnya dibanding Syatir. Sementara itu, kalangan reformis independen maupun sekuler lebih tertarik kepada Abu Fatuh atau kepada Hamden Shabahi, ketimbang kepada Mursi.
Akan tetapi yang sering dilupakan adalah jaringan IM yang sudah sangat mengakar di tengah masyarakat Mesir serta kemampuan mereka menggerakkan kekuatannya sesuatu arahan dari pimpinan. Usia organisasi mereka sudah nyaris seabad dan kredibilitas mereka sangat diperhitungkan masyarakat Mesir, walaupun mereka sering di 'apusi' dan diintimidasi penguasa kala itu. Nyaris mereka berada di semua lini, di kalangan cendikiawan maupun rakyat bawah. Profesional maupun buruh. Bahkan hampir semua organisasi profesi mereka kuasai. Dan jangan lupa, kurang lebih 40% anggota parlemen adalah dari mereka.
Maka, seperti kata Amer Khalid, seorang dai terkenal Mesir, partai yang benar-benar riil di Mesir saat ini hanya Partai Kebebasan dan Keadilan, milik IM. Inilah mesin politik yang dimiliki oleh Mursi dan tidak dimiliki oleh kandidat lainnya. Walaupun badai fitnah menghantam dari sana sini (tidak sedikit kalangan Islam yang ikut-ikutan memojokkan IM), namun mereka tetap eksis dan akhirnya menempatkan calonnya sebagai kandidat yang mendapatkan suara terbanyak.
Prospek Pertarungan
Peta pertarungan antara kedua kandidat kali ini agak berubah dibanding putaran pertama. Meskipun substansinya sama; Pertarungan antara reformis (Islam) dan rezim otoriter serta anti gerakan Islam. Syafiq diperkirakan masih akan menggunakan faktor-faktor kesuksesannya pada pilpres putaran pertama. Hanya saja dalam rangka public issue, dia lebih mengarahkan masyarakat bahwa pilpres putaran kedua ini adalah pertarungan antara IM dengan tokoh moderat atau antara Islam garis keras yang akan menggiring Mesir dalam tirani agama bersama segala implikasi negatifnya melawan pihak yang akan menggiring Mesir ke alam demokratis.
Adapun Mursi, posisinya kini makin mantap meskipun tetap masih diiringi harap-harap cemas. Berbagai elemen kekuatan Islam kini sudah bersatu di belakangnya. Beberapa tokoh reformasi independen, seperti Wail Ghanim, pemuda yang sempat jadi icon perjuangan pada masa revolusi, juga sudah mendukung. Partai An-Nur dan Jamaah Islamiyah sudah jelas menyatakan dukungannya. Para ulama, baik dari latar belakang ikhwan, salafi, sufi, juga banyak yang mendukung. Bahkan Syekh Abdurrahman Al-Barrak yang cukup karismatik di Saudi mewanti2 rakyat Mesir agar jangan memilih antek Mubarak. Ditambah lagi dengan hasil keputusan pengadilan terhadap Mubarak dan kroninya yang sangat tidak memuaskan rakyat Mesir. Hasil vonis pengadilan yang mengganjar Mubarak dan Habib Adli (mantan mendagri Mesir era Mubarak) dengan penjara seumur hidup dan membebaskan semua tertuduh lainnya, termasuk kedua anak Mubarak, dianggap oleh rakyat Mesir telah mencedarai cita-cita revolusi dan tidak mempedulikan arwah para syuhada. Di sisi lain, vonis tsb seperti menyadarkan rakyat Mesir kembali bahwa pengaruh rezim Mubarak masih sangat membahayakan dan tidak boleh dibiarkan berkuasa kembali. Akibatnya Medan Tahrir kembali membludak oleh para demonstran yang menentang kembalinya orang-orang rezim lama untuk menguasai Mesir. Tokoh-tokoh demonstran kembali hadir ke sana, termasuk Mursi yang kedatangannya sangat di elu-elukan para demonstran. Syafiq tentu saja tidak berani datang ke lapangan tersebut.
Faktor lain lagi yang cukup menguntungkan Mursi adalah hasil pemungutan suara di LN yang menunjukkan kemenangan telak Mursi atas Syafiq. Meskipun tidak mempengaruhi secara mutlak hasil perolehan suara di dalam negeri, 80% suara yang diraih Mursi di LN, cukup menjadi vitamin segar untuk menimblkan keyakinan bahwa rakyat Mesir tidak menginginkan actor rezim lama kembali berkuasa.
Yang masih menjadi tanda tanya adalah suara kalangan reformis sekuler sosialis, meskipun mereka pro revolusi dan ikut berjasa menumbangkan Mubarak, namun semacam ada kebimbangan di tengah mereka ketika konsekwensinya harus mengusung tokoh Islamis, apalagi dari kalangan Ikhwan, yg selama ini mereka anggap misinya bertentangan dg nilai yg mereka usung. Hamden Shabahi, capres yang mewakili kalangn ini dan mendapat suara cukup signifikan (urutan ketiga), hingga kini belum mendukung Mursi secara terang-terangan. Dia malah masih meminta rakyat Mesir untuk memboikot pemilu. Tampaknya bagi mereka, kekhawatiran berada dibawah tirani zalim, sama dengan kekhawatiran berada di bawah pemerintahan Islam yang adil.
Meskipun harapan atas kemenangan Mursi cukup besar, namun kewaspadaan harus selalu dijaga. Arus bawah yang cukup besar harus terus dirawat agar tidak mudah dibelokkan oleh berbagai opini. Disamping kekhawatiran terhadap berbagai kecunranga pemilu juga menjadi permasalahan serius. Adapula ancaman kudeta militer kalau kalangan Islamis menang. Semoga hasil pilpres kali ini memberikan hasil mencerahkan dunia Islam dan dunia dakwah sekaligus.
Bagi aktifis dakwah, hendaknya ikut mengamati kejadian sejarah langka ini… di dalamnya banyak pelajaran yang dapat diambil.
Wallahua’lam.
Riyadh, Rajab 1433H
___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia