Oleh: Abdullah Haidir, Lc
PIP PKS Arab Saudi
Qabasaat Qur'aaniyah (5)
وَالضُّحَى . وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى . مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى . وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْأُولَى
Demi waktu Dhuha, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu, dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagi kamu dari permulaan… (QS. Adh-Dhuha)
~*~
Surat Adh-Dhuha, boleh dibilang sebagai surat penghibur bagi para da'i. Diriwayatkan, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, bahwa surat ini diturunkan pada fase Makiyah di saat sekian lama tidak turun wahyu. Ada pula riwayat yang mengatakan bahwa ketika itu beliau jatuh sakit. Lalu orang-orang kafir mengejek Rasulullah saw bahwa Tuhannya telah meninggalkannya.
Maka, untuk menghibur Rasulullah saw, Allah menurunkan surat Adh-Dhuha, yang berisi pesan bahwa Dia tidak akan meninggalkannya. Bahkan justeru Allah Ta'ala telah memberinya berbagai macam kenikmatan. Bukankah beliau dulunya anak yatim, lalu Allah berikan perlindungan, bukankah sebelumnya dia miskin, lalu Allah beri kecukupan, bukankah sebelumnya dia tidak tahu syariat yang benar, kemudian Allah tunjukkan jalan yang benar. Itu semua sudah cukup menjadi bukti bahwa Dia tidak akan meninggalkannya. Bahkan Allah berjanji untuk memberinya lebih baik dan membuat hatinya ridha di kemudian hari.
Beginilah salah satu tabiat dakwah. Sesungguhnya, dakwah selalu memberikan lebih banyak dari apa yang kita berikan. Dia selalu memberikan lebih besar dari apa yang kita rasakan. Seringkali kita hanya melakukan hitungan-hitungan lahir dan kuantitatif untuk mengukur capaian dakwah kita. Akibatnya sering muncul perasaan gagal dan tidak berguna untuk kemudian menyurutkan langkah.
Padahal jika seseorang terus berada dalam garis dakwah di sepanjang medan dan usia yang dilaluinya, itu sudah cukup menjadi prestasi terbesar dakwahnya. Bukankah 950 tahun dakwah Nabi Nuh alaihissalam hanya menghasilkan beberapa gelintir orang saja yang mengikutinya. Tapi dia tetap tercatat sebagai Nabi Ulul Azmi yang dikenang dalam kesungguhan berdakwah. Bahkan Rasulullah saw pernah diperlihatkan oleh Malaikat Jibril, seorang Nabi tanpa satu orang pengikutpun.
Itupun jika kenyataannya demikian. Apalagi jika ternyata apa yang kita dapatkan dari apa yang Allah berikan dan bentangkan dalam jalan dakwah ini ternyata begitu banyak dan begitu beragam, baik dalam tataran kolektif ataupun individu. Cobalah perhatikan, kondisi dakwah 10-20 tahun sebelum ini dengan apa yang terjadi sekarang. Terjadi lompatan yang sangat besar dan cukup signifikan dalam berbagai aspek kehidupan.
Adapun berbagai macam problematikan dan kendala tentu kita tidak boleh menutup mata. Tapi jadikanlah itu tantangan yang menuntut kerja keras dan langkah tegas, bukan sebagai vonis kegagalan yang memberatkan langkah dan menumbuhkan sikap pesimis. Karena tabiat dakwah juga mengajarkan kepada kita bahwa semakin banyak capaian dakwah yang diraih, semakin tampak pula medan lebih luas yang belum terjangkau. Berikutnya, akan semakin banyak tantangan dan kendala yang harus dihadapi. Itu artinya semakin terbuka medan yang lebih luas untuk beramal dan memacu kerja serta mengerahkan seluruh potensi dan semakin besar tuntutan untuk menyatukan langkah, bersinergi dan beramal jamai. Ini memang erat kaitannya dengan cara kita memandang persoalan.
Mengingat berbagai kebaikan yang telah diraih untuk memotivasi kerja dan menumbuhkan asa, adalah mental petarung dan pejuang. Adapun hanya pandai menyebut-nyebut kekurangan dan melemahkan langkah perjuangan, adalah mental penonton dan pecundang.
Karenanya, di akhir surat ini Allah Ta'ala berpesan,
Maka, untuk menghibur Rasulullah saw, Allah menurunkan surat Adh-Dhuha, yang berisi pesan bahwa Dia tidak akan meninggalkannya. Bahkan justeru Allah Ta'ala telah memberinya berbagai macam kenikmatan. Bukankah beliau dulunya anak yatim, lalu Allah berikan perlindungan, bukankah sebelumnya dia miskin, lalu Allah beri kecukupan, bukankah sebelumnya dia tidak tahu syariat yang benar, kemudian Allah tunjukkan jalan yang benar. Itu semua sudah cukup menjadi bukti bahwa Dia tidak akan meninggalkannya. Bahkan Allah berjanji untuk memberinya lebih baik dan membuat hatinya ridha di kemudian hari.
Beginilah salah satu tabiat dakwah. Sesungguhnya, dakwah selalu memberikan lebih banyak dari apa yang kita berikan. Dia selalu memberikan lebih besar dari apa yang kita rasakan. Seringkali kita hanya melakukan hitungan-hitungan lahir dan kuantitatif untuk mengukur capaian dakwah kita. Akibatnya sering muncul perasaan gagal dan tidak berguna untuk kemudian menyurutkan langkah.
Padahal jika seseorang terus berada dalam garis dakwah di sepanjang medan dan usia yang dilaluinya, itu sudah cukup menjadi prestasi terbesar dakwahnya. Bukankah 950 tahun dakwah Nabi Nuh alaihissalam hanya menghasilkan beberapa gelintir orang saja yang mengikutinya. Tapi dia tetap tercatat sebagai Nabi Ulul Azmi yang dikenang dalam kesungguhan berdakwah. Bahkan Rasulullah saw pernah diperlihatkan oleh Malaikat Jibril, seorang Nabi tanpa satu orang pengikutpun.
Itupun jika kenyataannya demikian. Apalagi jika ternyata apa yang kita dapatkan dari apa yang Allah berikan dan bentangkan dalam jalan dakwah ini ternyata begitu banyak dan begitu beragam, baik dalam tataran kolektif ataupun individu. Cobalah perhatikan, kondisi dakwah 10-20 tahun sebelum ini dengan apa yang terjadi sekarang. Terjadi lompatan yang sangat besar dan cukup signifikan dalam berbagai aspek kehidupan.
Adapun berbagai macam problematikan dan kendala tentu kita tidak boleh menutup mata. Tapi jadikanlah itu tantangan yang menuntut kerja keras dan langkah tegas, bukan sebagai vonis kegagalan yang memberatkan langkah dan menumbuhkan sikap pesimis. Karena tabiat dakwah juga mengajarkan kepada kita bahwa semakin banyak capaian dakwah yang diraih, semakin tampak pula medan lebih luas yang belum terjangkau. Berikutnya, akan semakin banyak tantangan dan kendala yang harus dihadapi. Itu artinya semakin terbuka medan yang lebih luas untuk beramal dan memacu kerja serta mengerahkan seluruh potensi dan semakin besar tuntutan untuk menyatukan langkah, bersinergi dan beramal jamai. Ini memang erat kaitannya dengan cara kita memandang persoalan.
Mengingat berbagai kebaikan yang telah diraih untuk memotivasi kerja dan menumbuhkan asa, adalah mental petarung dan pejuang. Adapun hanya pandai menyebut-nyebut kekurangan dan melemahkan langkah perjuangan, adalah mental penonton dan pecundang.
Karenanya, di akhir surat ini Allah Ta'ala berpesan,
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)." (QS. Adh-Dhuha)
Riyadh, Rajab 1433 H.
___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia