Kualitas transparansi dalam penyelenggaraan ibadah haji dan pengelolaan keuangan haji masih sangat rendah. Tentu saja hal ini membuat Komisi VIII mendorong agar segera terbentuk badan baru dalam mengelola urusan haji dan merevisi UU No 13/2008.
"Melalui badan khusus ini seyogyanya Kemenetrian Agama bisa lebih fokus pada persoalan bimbingan dan pendidikan keagamaan masyarakat, agar konflik-konflik sosial yang mengatasnamkan agama bisa dicegah. Kami juga ingin agar Kemenag dapat memajukan pendidikan berbasis agama (madrasah) setara dengan pendidikan berbasis umum," kata anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Hakim, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Rabu, 22/2).
Menurut Hakim, ada tiga hal pokok yang nantinya akan dikelola oleh badan ini. Pertama soal tata kelola penyelenggaraan haji, baik dari aspek manajemen SDM pengelola haji dan manajemen tata laksana haji yang menyangkut sistem pendaftaran dan setoran awal, serta penentuan standar minimal BPIH baik yang indirect cost ataupun direct cost. Hal ini untuk menghindari duplikasi anggaran yang sering kali muncul dari item indirect cost, seperti biaya operasional dan petugas haji.
Kedua, lanjut Hakim, terkait pengelolaan dana keuangan haji yang jumlahnya triliunan. Setiap tahun, pelaksanaan haji menghabiskan dana sekitar Rp 8,4 triliun, yang 54 persen diantaranya habis untuk dana charter pesawat terbang. Tentu saja anggaran sebesar ini terlalu boros dan perlu dihitung ulang berapa real cost dari dana charter pesawat ini.
Ketiga, masih kata Hakim, menyangkut aspek investasi yang dihasilkan dari dana para jamaah haji, baik dana setoran awal (waitinglist), Dana Abadi Umat, dana optimasliasi haji dan dana tabungan haji. Sampai kini dana setoran awal sudah mencapai Rp 38 triliun, dengan rincian sebesar Rp 23 triliun disimpan di Sukuk, Rp 12 triliun di deposito, dan Rp 3 triliun di giro yang kedua-duanya atas nama Menteri Agama, yang tidak jelas laporan pertanggungjawabannya.
"Karena itu, percepatan pembentukan badan khusus haji ini mutlak dilakukan. Nantinya merupakan badan non-kementerian setingkat menteri yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden, semisal BNP2TKI atau BNPB. Sehingga untuk di tingkat provinsi dan kabupaten bisa dibentuk badan khusus haji daerah," demikian Hakim. [ysa]
*http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=55598
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia
"Melalui badan khusus ini seyogyanya Kemenetrian Agama bisa lebih fokus pada persoalan bimbingan dan pendidikan keagamaan masyarakat, agar konflik-konflik sosial yang mengatasnamkan agama bisa dicegah. Kami juga ingin agar Kemenag dapat memajukan pendidikan berbasis agama (madrasah) setara dengan pendidikan berbasis umum," kata anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Hakim, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Rabu, 22/2).
Menurut Hakim, ada tiga hal pokok yang nantinya akan dikelola oleh badan ini. Pertama soal tata kelola penyelenggaraan haji, baik dari aspek manajemen SDM pengelola haji dan manajemen tata laksana haji yang menyangkut sistem pendaftaran dan setoran awal, serta penentuan standar minimal BPIH baik yang indirect cost ataupun direct cost. Hal ini untuk menghindari duplikasi anggaran yang sering kali muncul dari item indirect cost, seperti biaya operasional dan petugas haji.
Kedua, lanjut Hakim, terkait pengelolaan dana keuangan haji yang jumlahnya triliunan. Setiap tahun, pelaksanaan haji menghabiskan dana sekitar Rp 8,4 triliun, yang 54 persen diantaranya habis untuk dana charter pesawat terbang. Tentu saja anggaran sebesar ini terlalu boros dan perlu dihitung ulang berapa real cost dari dana charter pesawat ini.
Ketiga, masih kata Hakim, menyangkut aspek investasi yang dihasilkan dari dana para jamaah haji, baik dana setoran awal (waitinglist), Dana Abadi Umat, dana optimasliasi haji dan dana tabungan haji. Sampai kini dana setoran awal sudah mencapai Rp 38 triliun, dengan rincian sebesar Rp 23 triliun disimpan di Sukuk, Rp 12 triliun di deposito, dan Rp 3 triliun di giro yang kedua-duanya atas nama Menteri Agama, yang tidak jelas laporan pertanggungjawabannya.
"Karena itu, percepatan pembentukan badan khusus haji ini mutlak dilakukan. Nantinya merupakan badan non-kementerian setingkat menteri yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden, semisal BNP2TKI atau BNPB. Sehingga untuk di tingkat provinsi dan kabupaten bisa dibentuk badan khusus haji daerah," demikian Hakim. [ysa]
*http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=55598
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia