KOMPAS - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) mengindikasikan adanya unsur pembiaran oleh oknum aparat penegak hukum atas konflik yang merebak dimasyarakat.
Hal itu terbukti dengan kembali pecahnya konflik antarwarga di Desa Pelauw, Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, yang menewaskan 6 orang dan menyebabkan 300 rumah terbakar, Jumat (10/2) lalu. Juga bentrokan antarwarga di dua desa bertetangga di Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Sabtu (11/2/2012) dini hari yang menyebabkan satu orang tewas dan sejumlah rumah rusak.
"Konflik sosial yang terjadi saat ini sudah pada tahap sangat mengkhawatirkan. Sayangnya terkesan ada pembiaran konflik ini terus berlangsung di masyarakat. Setelah kasus Sidomulyo (Lampung) akhir bulan lalu, sekarang pecah dua bentrokan warga di Maluku dan Sulawesi, hanya dalam waktu selang sehari. Ini sudah sangat mengkhawatirkan," kata Abdul Hakim, sekretaris FPKS DPR RI, di Jakarta, Senin (12/2/2012).
Hakim sangat prihatin dan menyesalkan pecahnya bentrok di Maluku dan Sulawesi dalam waktu yang hampir bersamaan. Menurut dia, jika kondisi ini dibiarkan, maka konflik sosial seperti itu akan akan semakin banyak dan memicu disintegrasi bangsa.
FPKS, kata Hakim, melalui kadernya di Komisi III DPR akan meminta pertanggungjawaban Kepala Polri Timur Pradopo atas kelambanannya mencegah pecahnya konflik sosial di masyarakat. "FPKS melihat ada unsur pembiaran sehingga konflik sosial di masyarakat terus menerus terjadi, seharusnya, Kapolri dan jajaran lebih progresif melakukan tindak pencegahan. Jika pencegahan sudah dilakukan, tentu konflik tidak akan terjadi, apalagi sampai menyebabkan korban jiwa dan 300 rumah terbakar. Atas musibah ini, Kapolri harus bertanggung jawab," kata Hakim.
Untuk penanganan korban, Hakim mendesak pemerintah segera memberikan bantuan, terutama untuk pemenuhan kebutuhan dasar.
Sesuai dengan UU No. tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, konflik antarwarga apalagi sampai menyebabkan ratusan keluarga tidak memiliki tempat tinggal masuk dalam kategori bencana sosial, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi. Sesuai dengan pasal 5 UU No.24/2007, tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Dan Pasal 26 di antaranya menyebutkan, setiap orang berhak mendapatkan pelindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana dan berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.
"Kami mendesak agar Pemda dan pemerintah pusat segera memberikan bantuan, kepada korban konflik yang tidak memiliki tempat tinggal dan kelaparan," kata Hakim yang juga anggota Komisi VIII DPR RI.
Hal itu terbukti dengan kembali pecahnya konflik antarwarga di Desa Pelauw, Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, yang menewaskan 6 orang dan menyebabkan 300 rumah terbakar, Jumat (10/2) lalu. Juga bentrokan antarwarga di dua desa bertetangga di Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Sabtu (11/2/2012) dini hari yang menyebabkan satu orang tewas dan sejumlah rumah rusak.
"Konflik sosial yang terjadi saat ini sudah pada tahap sangat mengkhawatirkan. Sayangnya terkesan ada pembiaran konflik ini terus berlangsung di masyarakat. Setelah kasus Sidomulyo (Lampung) akhir bulan lalu, sekarang pecah dua bentrokan warga di Maluku dan Sulawesi, hanya dalam waktu selang sehari. Ini sudah sangat mengkhawatirkan," kata Abdul Hakim, sekretaris FPKS DPR RI, di Jakarta, Senin (12/2/2012).
Hakim sangat prihatin dan menyesalkan pecahnya bentrok di Maluku dan Sulawesi dalam waktu yang hampir bersamaan. Menurut dia, jika kondisi ini dibiarkan, maka konflik sosial seperti itu akan akan semakin banyak dan memicu disintegrasi bangsa.
FPKS, kata Hakim, melalui kadernya di Komisi III DPR akan meminta pertanggungjawaban Kepala Polri Timur Pradopo atas kelambanannya mencegah pecahnya konflik sosial di masyarakat. "FPKS melihat ada unsur pembiaran sehingga konflik sosial di masyarakat terus menerus terjadi, seharusnya, Kapolri dan jajaran lebih progresif melakukan tindak pencegahan. Jika pencegahan sudah dilakukan, tentu konflik tidak akan terjadi, apalagi sampai menyebabkan korban jiwa dan 300 rumah terbakar. Atas musibah ini, Kapolri harus bertanggung jawab," kata Hakim.
Untuk penanganan korban, Hakim mendesak pemerintah segera memberikan bantuan, terutama untuk pemenuhan kebutuhan dasar.
Sesuai dengan UU No. tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, konflik antarwarga apalagi sampai menyebabkan ratusan keluarga tidak memiliki tempat tinggal masuk dalam kategori bencana sosial, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi. Sesuai dengan pasal 5 UU No.24/2007, tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Dan Pasal 26 di antaranya menyebutkan, setiap orang berhak mendapatkan pelindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana dan berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.
"Kami mendesak agar Pemda dan pemerintah pusat segera memberikan bantuan, kepada korban konflik yang tidak memiliki tempat tinggal dan kelaparan," kata Hakim yang juga anggota Komisi VIII DPR RI.
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia