Memilih jalan hidup sebagai penegak hukum, terutama yang berkonsentrasi dalam hal pemberantasan korupsi, harus menerima segala macam risiko. Tidak terkecuali bagi Abraham Samad, kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 27 November 1966, yang saat ini menjabat sebagai ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sekitar awal 2000-an, Abraham yang pada waktu itu masih bergabung dengan Anti Corruption Committee (ACC), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pemberantasan korupsi, mendapatkan teror fisik dari orang-orang yang tidak menyenangi kiprahnya. “Wartel (warung telepon) yang saya dirikan bersama istri saya itu hancur karena diserang,“ kata Abraham.
Namun, teror fisik ini tidak menjadikan semangat Abraham kendur. Justru peristiwa itu semakin membuat semangat memberantas korupsi menjadi lebih kencang. Apalagi, ia didukung oleh istrinya. Ia menganggap, istrinya memiliki tipikal yang sama dengannya, tidak cengeng terhadap ancaman.
Namun, ia tidak tahu apakah anakanaknya mengalami trauma atas teror dan ancaman-ancaman yang ia terima. Hanya, ancaman-ancaman itu membuatnya semakin waspada.
Saat inipun, setelah ia menjabat sebagai ketua KPK, Abraham tidak luput dari ancaman.
Sejak ia terpilih hingga saat ini, Abraham mengaku masih kerap mendapatkan ancaman. Namun, ancaman itu tidak lagi dalam bentuk fisik. Ia sering menerima SMS yang bernada mengancam. Misalnya, SMS itu berbunyi, “Ingat, ini Jakarta, bukan Makassar. Jakarta lebih keras.“
Namun, Abraham mengaku ancaman-ancaman itu tidak membuatnya kendur. Ia memikirkan sisi positifnya. Bahwa, ancaman-ancaman terkait kegiatannya adalah bagian dari perjalanan hidupnya. [REPUBLIKA]
Sekitar awal 2000-an, Abraham yang pada waktu itu masih bergabung dengan Anti Corruption Committee (ACC), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pemberantasan korupsi, mendapatkan teror fisik dari orang-orang yang tidak menyenangi kiprahnya. “Wartel (warung telepon) yang saya dirikan bersama istri saya itu hancur karena diserang,“ kata Abraham.
Namun, teror fisik ini tidak menjadikan semangat Abraham kendur. Justru peristiwa itu semakin membuat semangat memberantas korupsi menjadi lebih kencang. Apalagi, ia didukung oleh istrinya. Ia menganggap, istrinya memiliki tipikal yang sama dengannya, tidak cengeng terhadap ancaman.
Namun, ia tidak tahu apakah anakanaknya mengalami trauma atas teror dan ancaman-ancaman yang ia terima. Hanya, ancaman-ancaman itu membuatnya semakin waspada.
Saat inipun, setelah ia menjabat sebagai ketua KPK, Abraham tidak luput dari ancaman.
Sejak ia terpilih hingga saat ini, Abraham mengaku masih kerap mendapatkan ancaman. Namun, ancaman itu tidak lagi dalam bentuk fisik. Ia sering menerima SMS yang bernada mengancam. Misalnya, SMS itu berbunyi, “Ingat, ini Jakarta, bukan Makassar. Jakarta lebih keras.“
Namun, Abraham mengaku ancaman-ancaman itu tidak membuatnya kendur. Ia memikirkan sisi positifnya. Bahwa, ancaman-ancaman terkait kegiatannya adalah bagian dari perjalanan hidupnya. [REPUBLIKA]
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia