Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi, pada tahun 2002, merupakan amanat MPR kepada DPR dan Presiden pada awal-awal reformasi karena kekurangpercayaan publik kepada Kejaksaan dan Kepolisian dalam memberantas korupsi.
Hal ini juga berkaca pada pengalaman negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Hongkong, yang efektif memberantas korupsi dengan memberikan kewenangan yang luar biasa kepada sebuah lembaga.
Hal itu dikatakan ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra kepada Rakyat Merdeka Online malam ini.
"Jadi korupsinya itu bukan kejahatan luar biasa, bukan extra ordinary crime. Banyak yang orang salah tentang ini. Korupsi itu kejahatan biasa tapi diperlukan cara-cara luar biasa untuk memberantasnya. Jadi caranya itu yang luar biasa. Berbeda dengan genocide, memang kejahatan luar biasa," kata Yusril.
Karena itu, dalam menjalankan tugasnya, masih menurut Yusril, KPK bertugas melakukan supervisi kepada Kejaksaan dan Kepolisian untuk memperkuat posisi kedua lembaga penegak hukum itu. Dengan fungsinya tersebut, tergambar bahwa KPK bukan lembaga permanen, tapi lembaga sementara.
"Kalau jaksa dan polisi sudah kuat, ya KPK bubar," imbuh mantan Menteri Kehakiman ini.
Selain itu, KPK bertugas mengambil alih perkara-perkara atau kasus yang menarik perhatian masyarakat tapi penangannnya terkatung-katung. Pada kasus seperti itulah, KPK harus masuk ke Kejaksaan dan Kepolisian. Tapi diingatkan, yang menjadi perhatian adalah kasusnya, bukan peristiwanya.
"Bukan peristiwanya orang tidak tahu, lalu digrebek dan menjadi perhatian banyak orang. Itu terbalik. Itu sama seperti (penemuan uang di dalam) kotak duren (dalam kasus di Kemenakertrans) Cak Imin. Apa sampeyan tahu ada kotak duren Cak Imin. Kan nggak tahu. Tapi digrebek lalu menarik perhatian masyarakat. Bukan begitu sebenarnya," lanjut Yusril.
Selain itu, KPK hanya boleh menangani kasus korupsi yang nilainya mencapai Rp 1 miliar.
Saat ini, KPK hampir berusia 10 tahun, tepatnya 9 tahun, setelah didirikan pada tahun 2002 lalu. Dalam usianya yang hampir mencapai satu dekade itu, kata Yusril, keberadaan KPK layak dievaluasi. Dievaluasi, apa betul dengan segala kewenangan yang luar biasa, KPK efektif dalam memberantas korupsi.
"Anda lihat saja supervisi tidak jalan. Mana ada (KPK) memberdayakan jaksa dan polisi. Kan nggak. KPK saja jalan sendiri. Malah mau memperbesar dirinya mejadikan lembaga permanen," jelasnya.
Begitu juga dengan menangani kasus korupsi yang bernilai di atas 1 miliar, ini juga tidak dijalankan. Selama ini, KPK hanya menangani kasus suap misalnya, yang kalau dikumpul secara keseluruhan baru mencapai Rp 1 miliar.
"Suap pada anggota DPR itu kan nggak sampai Rp 1 miliar. Itu hanya digabung-gabung (uang suap) lebih 10 orang, dikumpulkan," cetusnya.
Tak hanya itu, juga yang harus dievaluasi, menurut Yusril adalah apakah pengeluaran KPK dalam menjalankan tugasnya sebanding dengan uang negara yang berhasil diselamatkan. Ibarat sebuah warung padang, apakah akan terus dipertahakan bila modalnya Rp 100 juta, tapi tiap bulan nombok terus.
"Tanya orang Padang saja. Apakah awak mau terus dagang," katanya sambil tertawa.
"Jadi saya berada pada posisi yang objektif. Saya tidak mendesak KPK supaya bubar dan tidak mempertahankan KPK mati-matian. Tapi marilah kita secara objkektif mengevaluasi keberadaan KPK itu setelah hampir 10 tahun ini," tutup Yusril.
Soal dana yang dihabiskan KPK yang tidak sebanding dengan uang negara yang berhasil diselamatkan sudah sering dipertanyakan sebelumnya. Wakil Ketua Komisi III, Tjatur Sapto Edy misalnya dalam satu kesempatan, menilai negara tekor dengan adanya KPK. "Kasus yang ditangani KPK itu cuma sepertiga dari anggaran mereka (KPK). Sebenarnya negara tekor dengan adanya KPK," ujar politisi PAN tersebut.
Calon pimpinan KPK Bambang Wijojanto juga pernah mengungkapkan bagaimana temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas hasil kerja lembaga anti korupsi itu. "Dari hasil laporan BPK ini ada yang menarik. Jumlah dana yang berhasil diamankan KPK ternyata hanya sangat kecil sekali dibanding dengan yang (uang negara) dikorupsi," kata Bambang pada Jumat lalu. [zul]
*)http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=41480
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia
Hal ini juga berkaca pada pengalaman negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Hongkong, yang efektif memberantas korupsi dengan memberikan kewenangan yang luar biasa kepada sebuah lembaga.
Hal itu dikatakan ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra kepada Rakyat Merdeka Online malam ini.
"Jadi korupsinya itu bukan kejahatan luar biasa, bukan extra ordinary crime. Banyak yang orang salah tentang ini. Korupsi itu kejahatan biasa tapi diperlukan cara-cara luar biasa untuk memberantasnya. Jadi caranya itu yang luar biasa. Berbeda dengan genocide, memang kejahatan luar biasa," kata Yusril.
Karena itu, dalam menjalankan tugasnya, masih menurut Yusril, KPK bertugas melakukan supervisi kepada Kejaksaan dan Kepolisian untuk memperkuat posisi kedua lembaga penegak hukum itu. Dengan fungsinya tersebut, tergambar bahwa KPK bukan lembaga permanen, tapi lembaga sementara.
"Kalau jaksa dan polisi sudah kuat, ya KPK bubar," imbuh mantan Menteri Kehakiman ini.
Selain itu, KPK bertugas mengambil alih perkara-perkara atau kasus yang menarik perhatian masyarakat tapi penangannnya terkatung-katung. Pada kasus seperti itulah, KPK harus masuk ke Kejaksaan dan Kepolisian. Tapi diingatkan, yang menjadi perhatian adalah kasusnya, bukan peristiwanya.
"Bukan peristiwanya orang tidak tahu, lalu digrebek dan menjadi perhatian banyak orang. Itu terbalik. Itu sama seperti (penemuan uang di dalam) kotak duren (dalam kasus di Kemenakertrans) Cak Imin. Apa sampeyan tahu ada kotak duren Cak Imin. Kan nggak tahu. Tapi digrebek lalu menarik perhatian masyarakat. Bukan begitu sebenarnya," lanjut Yusril.
Selain itu, KPK hanya boleh menangani kasus korupsi yang nilainya mencapai Rp 1 miliar.
Saat ini, KPK hampir berusia 10 tahun, tepatnya 9 tahun, setelah didirikan pada tahun 2002 lalu. Dalam usianya yang hampir mencapai satu dekade itu, kata Yusril, keberadaan KPK layak dievaluasi. Dievaluasi, apa betul dengan segala kewenangan yang luar biasa, KPK efektif dalam memberantas korupsi.
"Anda lihat saja supervisi tidak jalan. Mana ada (KPK) memberdayakan jaksa dan polisi. Kan nggak. KPK saja jalan sendiri. Malah mau memperbesar dirinya mejadikan lembaga permanen," jelasnya.
Begitu juga dengan menangani kasus korupsi yang bernilai di atas 1 miliar, ini juga tidak dijalankan. Selama ini, KPK hanya menangani kasus suap misalnya, yang kalau dikumpul secara keseluruhan baru mencapai Rp 1 miliar.
"Suap pada anggota DPR itu kan nggak sampai Rp 1 miliar. Itu hanya digabung-gabung (uang suap) lebih 10 orang, dikumpulkan," cetusnya.
Tak hanya itu, juga yang harus dievaluasi, menurut Yusril adalah apakah pengeluaran KPK dalam menjalankan tugasnya sebanding dengan uang negara yang berhasil diselamatkan. Ibarat sebuah warung padang, apakah akan terus dipertahakan bila modalnya Rp 100 juta, tapi tiap bulan nombok terus.
"Tanya orang Padang saja. Apakah awak mau terus dagang," katanya sambil tertawa.
"Jadi saya berada pada posisi yang objektif. Saya tidak mendesak KPK supaya bubar dan tidak mempertahankan KPK mati-matian. Tapi marilah kita secara objkektif mengevaluasi keberadaan KPK itu setelah hampir 10 tahun ini," tutup Yusril.
Soal dana yang dihabiskan KPK yang tidak sebanding dengan uang negara yang berhasil diselamatkan sudah sering dipertanyakan sebelumnya. Wakil Ketua Komisi III, Tjatur Sapto Edy misalnya dalam satu kesempatan, menilai negara tekor dengan adanya KPK. "Kasus yang ditangani KPK itu cuma sepertiga dari anggaran mereka (KPK). Sebenarnya negara tekor dengan adanya KPK," ujar politisi PAN tersebut.
Calon pimpinan KPK Bambang Wijojanto juga pernah mengungkapkan bagaimana temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas hasil kerja lembaga anti korupsi itu. "Dari hasil laporan BPK ini ada yang menarik. Jumlah dana yang berhasil diamankan KPK ternyata hanya sangat kecil sekali dibanding dengan yang (uang negara) dikorupsi," kata Bambang pada Jumat lalu. [zul]
*)http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=41480
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia