detik.com - Hujan akhir-akhir ini sudah jarang datang. Tapi, bagi sebagian lembaga dan organisasi massa di Banten, hari-hari ini hingga Oktober mendatang justru menjadi musim basah.
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan berlangsung Oktober nanti, mendadak lembaga dan ormas di Banten diguyur hujan uang. Uang hampir Rp 400 miliar dibagi-bagikan kepada mereka dengan mudahnya. Bahkan ada yang sampai disuruh-suruh membuat proposal untuk diberikan uang.
"Di daerah pantura Banten ada beberapa kelompok masyarakat yang diminta mengirimkan proposal bantuan. Padahal selama ini mereka tidak pernah dan tidak butuh bantuan tersebut," kata Kholil Ismail, Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Uang Rakyat (AMPUR) kepada detik+.
Hujan uang itu antara lain mengalir dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Menggandeng Rano Karno, Atut akan kembali maju untuk mempertahankan kursi Banten 1.
Tahun 2011 ini, Pemprov Banten memang memiliki banyak uang untuk dibagi-bagikan sebagai bantuan dan hibah. Pemprov mengalokasikan anggaran sebesar Rp 340, 463 miliar untuk bantuan dana hibah. Sementara untuk bantuan sosial dialokasikan Rp 51 miliar.
Humas Pemprov Banten Komari menjelaskan, bantuan dana hibah tersebut dibagi-bagikan kepada enam kelompok calon penerima bantuan, yaitu; hibah kepada pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pengamanan Pemilukada, dan lain-lain.
Kemudian hibah untuk organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan dan Olahraga, seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), KONI, Pramuka, dan lain-lain. Hibah untuk organisasi pendidikan, hibah untuk organisasi keagamaan, hibah untuk organisasi wanita serta hibah untuk kelompok masyarakat atau perorangan seperti yayasan, Dewan Kemakmuran Masjid, dan lain-lain.
Namun ditemukan banyak kejanggalan dalam penggunaan dana hibah tersebut. Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan uang hibah itu mengalir ke sejumlah lembaga yang mempunyai hubungan kerabat dengan Atut. Misalnya, lembaga yang dipimpin anak, suami, menantu, dan ipar sang gubernur.
Dana hibah antara lain mengalir ke Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sebesar Rp 1,85 miliar. Organisasi ini dipimpin Aden Abdul Khalik yang merupakan adik tiri-ipar Ratu Atut.
Ada pula Tagana Banten pimpinan Andhika Hazrumy, anak Atut, yang menerima Rp 1,75 miliar. Kemudian juga mengalir ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayanan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) yang kebetulan dipimpinan Ade Rossi, menantu Atut.
P2TP2A tercatat mendapat dana Rp 1,5 miliar. Istri Andika ini juga dapat dana hibah lain sebesar Rp 3 miliar lewat Himpunan Pendidik Anak Usia Dini (HIMPAUDI) Banten.
Bukan hanya adik dan menantu. Suami Atut, yakni Hikmat Tomet, yang merupakan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah, juga kecipratan Rp 750 juta. Sementara KONI Banten yang diketuai Ady Surya Darma dari Golkar, partai pendukung Atut, mendapat Rp 15 miliar.
"Ini bisa dibilang penjarahan bila dilihat dari aliran dana hibah yang banyak ke kerabat dan keluarga sendiri," kata aktivis ICW Ade Irawan kepada detik+.
Selain masuk ke kantong ormas keluarga Atut sendiri, ICW juga menemukan, ada pengeluaran fiktif dari penyaluran dana hibah tersebut. Dari 30% aliran dana hibah yang diteliti ICW, sebagian ternyata fiktif.
Data ICW, misalnya ada pihak yang mendapat bantuan sekian puluh juta rupiah. Tapi dalam catatan yang ada di Pemprov nilainya lebih dari itu. Bahkan ada yang tercatat menerima, ternyata setelah dicek tidak menerima. "Ini kan laporan fiktif namanya dan ada penyelewengan," jelas Ade.
Dana hibah yang mengalir ke sejumlah lembaga yang dipimpin keluarga dan kolega Atut tidak pelak dicurigai sebagai upaya untuk tujuan pemenangan gubernur Banten ini di Pilkada nanti. "Kecurigaan itu tidak bisa dielakkan. Dan cara seperti ini sering dilakukan incumbent dalam menghadapi Pilkada," terang Ade.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) juga mempunyai kecurigaan serupa. Pasalnya, anggaran Belanja Bantuan Sosial dan Hibah Provinsi Banten 2011 mengalami peningkatan anggaran yang sangat drastis.
Dalam anggaran Bantuan Sosial dan Hibah Pemprov Banten pada 2008, tercatat sekitar Rp 105 miliar. Untuk 2009 sebesar Rp 100, 9 miliar, pada 2010 dana bansos dan hibah ini dialokasikan Rp 101,7 miliar. Lantas pada 2011 terjadi lonjakan hampir tiga kali lipatnya, yakni tercatat mencapai Rp 391,46 miliar
"Tahun 2011 belanja hibah dan bansos di Pemprov Banten melonjak hingga 285%. Ini sangat aneh. Apalagi saat ini menjelang Pilkada," jelas Sekjen FITRA Yuna Farhan kepada detik+.
Menurut Farhan, ketidakjelasan kriteria pengalokasian bansos dan hibah berpotensi digunakan incumbent untuk menarik simpati pemilihan atau kampanye dengan menggunakan APBD.
"Pengalokasian hibah dan bansos sangat mungkin diberikan kepada organisasi masyarakat yang notabene menjadi tim pendukung calon incumbent. Ini bisa dibilang penjarahan dan korupsi politik," tukas Yuna.
Kejanggalan dana bansos dan hibah tersebut dilaporkan AMPUR ke Kejati Banten. Tapi hingga kini belum ada proses. Sementara LSM dari Pandeglang, Banten lainnya yakni Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), melapor ke KPK akhir Agustus lalu. KPK pun memperingatkan kepala daerah agar tidak menyalahgunakan dana hibah. "Gunakan Dana Bantuan Sosial sesuai dengan orang atau organisasi yang berhak menerima bantuan tersebut," tegas Juru Bicara KPK Johan Budi kepada detik+.
Sedangkan ICW melaporkan kejanggalan dana hibah Banten ini ke Kemendagri dan Kemenkeu. Kedua institusi tersebut diminta untuk mengawasi secara ketat anggaran Dana Bantuan Hibah dan Bansos di Pemprov Banten. Supaya tidak disalahgunakan demi Pilkada oleh pasangan Atut-Rano Karno.
*)sumber: http://www.detiknews.com/read/2011/09/08/100540/1717957/159/menjarah-hibah-agar-jabatan-tak-hilang?9922022
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan berlangsung Oktober nanti, mendadak lembaga dan ormas di Banten diguyur hujan uang. Uang hampir Rp 400 miliar dibagi-bagikan kepada mereka dengan mudahnya. Bahkan ada yang sampai disuruh-suruh membuat proposal untuk diberikan uang.
"Di daerah pantura Banten ada beberapa kelompok masyarakat yang diminta mengirimkan proposal bantuan. Padahal selama ini mereka tidak pernah dan tidak butuh bantuan tersebut," kata Kholil Ismail, Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Uang Rakyat (AMPUR) kepada detik+.
Hujan uang itu antara lain mengalir dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Menggandeng Rano Karno, Atut akan kembali maju untuk mempertahankan kursi Banten 1.
Tahun 2011 ini, Pemprov Banten memang memiliki banyak uang untuk dibagi-bagikan sebagai bantuan dan hibah. Pemprov mengalokasikan anggaran sebesar Rp 340, 463 miliar untuk bantuan dana hibah. Sementara untuk bantuan sosial dialokasikan Rp 51 miliar.
Humas Pemprov Banten Komari menjelaskan, bantuan dana hibah tersebut dibagi-bagikan kepada enam kelompok calon penerima bantuan, yaitu; hibah kepada pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pengamanan Pemilukada, dan lain-lain.
Kemudian hibah untuk organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan dan Olahraga, seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), KONI, Pramuka, dan lain-lain. Hibah untuk organisasi pendidikan, hibah untuk organisasi keagamaan, hibah untuk organisasi wanita serta hibah untuk kelompok masyarakat atau perorangan seperti yayasan, Dewan Kemakmuran Masjid, dan lain-lain.
Namun ditemukan banyak kejanggalan dalam penggunaan dana hibah tersebut. Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan uang hibah itu mengalir ke sejumlah lembaga yang mempunyai hubungan kerabat dengan Atut. Misalnya, lembaga yang dipimpin anak, suami, menantu, dan ipar sang gubernur.
Dana hibah antara lain mengalir ke Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sebesar Rp 1,85 miliar. Organisasi ini dipimpin Aden Abdul Khalik yang merupakan adik tiri-ipar Ratu Atut.
Ada pula Tagana Banten pimpinan Andhika Hazrumy, anak Atut, yang menerima Rp 1,75 miliar. Kemudian juga mengalir ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayanan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) yang kebetulan dipimpinan Ade Rossi, menantu Atut.
P2TP2A tercatat mendapat dana Rp 1,5 miliar. Istri Andika ini juga dapat dana hibah lain sebesar Rp 3 miliar lewat Himpunan Pendidik Anak Usia Dini (HIMPAUDI) Banten.
Bukan hanya adik dan menantu. Suami Atut, yakni Hikmat Tomet, yang merupakan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah, juga kecipratan Rp 750 juta. Sementara KONI Banten yang diketuai Ady Surya Darma dari Golkar, partai pendukung Atut, mendapat Rp 15 miliar.
"Ini bisa dibilang penjarahan bila dilihat dari aliran dana hibah yang banyak ke kerabat dan keluarga sendiri," kata aktivis ICW Ade Irawan kepada detik+.
Selain masuk ke kantong ormas keluarga Atut sendiri, ICW juga menemukan, ada pengeluaran fiktif dari penyaluran dana hibah tersebut. Dari 30% aliran dana hibah yang diteliti ICW, sebagian ternyata fiktif.
Data ICW, misalnya ada pihak yang mendapat bantuan sekian puluh juta rupiah. Tapi dalam catatan yang ada di Pemprov nilainya lebih dari itu. Bahkan ada yang tercatat menerima, ternyata setelah dicek tidak menerima. "Ini kan laporan fiktif namanya dan ada penyelewengan," jelas Ade.
Dana hibah yang mengalir ke sejumlah lembaga yang dipimpin keluarga dan kolega Atut tidak pelak dicurigai sebagai upaya untuk tujuan pemenangan gubernur Banten ini di Pilkada nanti. "Kecurigaan itu tidak bisa dielakkan. Dan cara seperti ini sering dilakukan incumbent dalam menghadapi Pilkada," terang Ade.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) juga mempunyai kecurigaan serupa. Pasalnya, anggaran Belanja Bantuan Sosial dan Hibah Provinsi Banten 2011 mengalami peningkatan anggaran yang sangat drastis.
Dalam anggaran Bantuan Sosial dan Hibah Pemprov Banten pada 2008, tercatat sekitar Rp 105 miliar. Untuk 2009 sebesar Rp 100, 9 miliar, pada 2010 dana bansos dan hibah ini dialokasikan Rp 101,7 miliar. Lantas pada 2011 terjadi lonjakan hampir tiga kali lipatnya, yakni tercatat mencapai Rp 391,46 miliar
"Tahun 2011 belanja hibah dan bansos di Pemprov Banten melonjak hingga 285%. Ini sangat aneh. Apalagi saat ini menjelang Pilkada," jelas Sekjen FITRA Yuna Farhan kepada detik+.
Menurut Farhan, ketidakjelasan kriteria pengalokasian bansos dan hibah berpotensi digunakan incumbent untuk menarik simpati pemilihan atau kampanye dengan menggunakan APBD.
"Pengalokasian hibah dan bansos sangat mungkin diberikan kepada organisasi masyarakat yang notabene menjadi tim pendukung calon incumbent. Ini bisa dibilang penjarahan dan korupsi politik," tukas Yuna.
Kejanggalan dana bansos dan hibah tersebut dilaporkan AMPUR ke Kejati Banten. Tapi hingga kini belum ada proses. Sementara LSM dari Pandeglang, Banten lainnya yakni Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), melapor ke KPK akhir Agustus lalu. KPK pun memperingatkan kepala daerah agar tidak menyalahgunakan dana hibah. "Gunakan Dana Bantuan Sosial sesuai dengan orang atau organisasi yang berhak menerima bantuan tersebut," tegas Juru Bicara KPK Johan Budi kepada detik+.
Sedangkan ICW melaporkan kejanggalan dana hibah Banten ini ke Kemendagri dan Kemenkeu. Kedua institusi tersebut diminta untuk mengawasi secara ketat anggaran Dana Bantuan Hibah dan Bansos di Pemprov Banten. Supaya tidak disalahgunakan demi Pilkada oleh pasangan Atut-Rano Karno.
*)sumber: http://www.detiknews.com/read/2011/09/08/100540/1717957/159/menjarah-hibah-agar-jabatan-tak-hilang?9922022
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia