Khan Yunis – Petinggi Gerakan Perlawanan Islam Hamas Dr. Shalah Bardawil kembali menegaskan gerakannya menolak langkah kepergian Mahmud Abbas ke PBB dan meminta pengakuan negara Palestina di atas perbatasan tahun 1967, karena itu adalah langkah sepihak dan mengandung pelepasan sebagian besar wilayah bersejarah Palestina.
Dia mengatakan, “Apa yang disebut tuntutan September adalah tuntutan Israel dan Amerika sejak awal.” Dia menilai itu sebagai perangkap untuk melikuidasi isu Palestina dan untuk memberikan 78% wilayah bersejarah Palestina kepada Israel, setelah itu dilakukan perundingan bertahun-tahun terhadap tanah yang tersisa dan menggugurkan hak kembali pengungsi Palestina.
Dia melanjutkan, “Apa yang terjadi adalah rangkaian dari mata rantai kudeta terhadap proyek nasional Palestina.” Ini merupakan bahaya besar bagi persoalan Palestina yang dilegalkan, jauh lebih buruk dari Oslo. Karena langkah ini menghancurkan hak pembebasan menentukan nasib sendiri bagi rakyat Palestina dan pada akhirnya mengarah kepada pelepasan hak kembali pengungsi Palestina dan pemukiman rakyat Palestina di berbagai Negara setelah diakuinya hak Israel oleh Negara Palestina untuk eksis di atas 78% wilayah Palestina, bahkan orang-orang Palestina yang ada di dalam Israel pun akan terancaman diusir ke wilayah yang disebut sebagai negara Palestina di atas 22% wilayah historis Palestina.
Bardawil mengungkapkan bahwa para pimpinan Fatah telah memberitahukan selama pertemuan rekonsiliasi bahwa mereka menolak langkah seperti ini dan apa yang terjadi tidak lain hanyalah maneuver politik yang tidak akan keluar ke dunia ril, namun yang nampak secara terang-terangan berbeda dengan semua perkataan yang mereka sampaikan dalam pertemuan-pertemuan. (asw)
*)sumber: http://www.infopalestina.com/ms/
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia
Dia mengatakan, “Apa yang disebut tuntutan September adalah tuntutan Israel dan Amerika sejak awal.” Dia menilai itu sebagai perangkap untuk melikuidasi isu Palestina dan untuk memberikan 78% wilayah bersejarah Palestina kepada Israel, setelah itu dilakukan perundingan bertahun-tahun terhadap tanah yang tersisa dan menggugurkan hak kembali pengungsi Palestina.
Dia melanjutkan, “Apa yang terjadi adalah rangkaian dari mata rantai kudeta terhadap proyek nasional Palestina.” Ini merupakan bahaya besar bagi persoalan Palestina yang dilegalkan, jauh lebih buruk dari Oslo. Karena langkah ini menghancurkan hak pembebasan menentukan nasib sendiri bagi rakyat Palestina dan pada akhirnya mengarah kepada pelepasan hak kembali pengungsi Palestina dan pemukiman rakyat Palestina di berbagai Negara setelah diakuinya hak Israel oleh Negara Palestina untuk eksis di atas 78% wilayah Palestina, bahkan orang-orang Palestina yang ada di dalam Israel pun akan terancaman diusir ke wilayah yang disebut sebagai negara Palestina di atas 22% wilayah historis Palestina.
Bardawil mengungkapkan bahwa para pimpinan Fatah telah memberitahukan selama pertemuan rekonsiliasi bahwa mereka menolak langkah seperti ini dan apa yang terjadi tidak lain hanyalah maneuver politik yang tidak akan keluar ke dunia ril, namun yang nampak secara terang-terangan berbeda dengan semua perkataan yang mereka sampaikan dalam pertemuan-pertemuan. (asw)
*)sumber: http://www.infopalestina.com/ms/
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia