Wakil Walikota Bogor nonaktif Achmad Ruyat, ahirnya divonis bebas murni oleh hakim Pengadilan Tipikor Bandung Joko Siswanto, pada Kamis (8/9/2011).
Dalam vonis bebas tersebut, Achmad Ruyat tidak terbukti melakukan korupsi seperti yang dituduhkannya. Hakim beranggapan tuduan primer dan subsiser tidak terbukti.
Menurut Pengcara Achmad Ruyat, Soleh Amim, hakim memiliki independensi, tidak bisa diintervensi, dan sangat jeli melihat fakta-fakta persidangan.
Selain itu, baik saksi ahli maupun saksi yang didatangkan jaksa semuanya menyakatan dakwaan jaksa tidak terbukti dan Perda Nomor 1 Tahun 2002 itu adalah produk hukum yang tidak pernah judicial review dan sudah melalui evaluasi gubernur yang artinya tidak ada pelanggaran apapun.
Soleh juga bersyukur atas vonis bebas murni tersebut. "Apa yang dilakukan hakim sudah tepat dan klien kami memang tidak melakukan korupsi seperti apa yang dituduhkannya," ujarnya.
Sidang tersebut dihadiri istri, anak-anak, dan keluarga Achmad Ruyat. Setelah vonis, Achmad Ruyat langsung sujud syukur di hadapan hakim.
----
Wakil Walikota Bogor nonaktif Ahmad Ru'yat divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (9/8/2011). Ahmad dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas perkara dugaan kasus korupsi penerimaan tunjangan anggota DPRD. Padahal sebelumnya JPU menuntut terdakwa dengan 4 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta.
"Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan JPU. Karena itu terdakwa harus dipulihkan hak-haknya seperti sebelum perkara ini," ujar Ketua Majelis Hakim Joko Siswanto dalam sidang pembacaan putusan di ruang sidang VI, Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LRE Martadinata, Kamis (9/9/2011).
Majelis hakim membebaskan baik dakwaan primer maupun sekunder. Majelis hakim menilai, tunjangan yang diterima oleh terdakwa sudah sesuai dengan aturan dan merupakan bagian dari haknya sebagai anggota DPRD.
"Unsur memperkaya diri sendiri dalam dalam dakwaan subsider tidak terbukti," lanjutnya.
Ahmad yang menjadi anggota DPRD Kota Bogor periode 1999-2004 itu menerima dana penunjang kegiatan DPRD Kota Bogor sebesar Rp 122 juta pada APBD 2002.
Para hakim menyebutkan beberapa pertimbangan membebaskan terdakwa. Joko menjelaskan, seperti anggota Dewan Kota Bogor lainnya, saat itu Ahmad menerima duit dana penunjang kegiatan sekitar Rp 122,4 juta per anggota Dewan dari pos anggaran Dewan pada APBD Kota Bogor tahun 2002.
Duit Rp 122,4 juta yang dicairkan secara bertahap itu antara lain untuk biaya khusus anggota Dewan, tunjangan perumahan, biaya general check up, tunjangan hari raya, dan operasional kegiatan pemantauan lapangan. Juga dana taktis pimpinan Dewan, uang reses, dana mobilisasi, uang kunjungan kerja, dan dana asuransi. Namun majelis hakim tak sependapat dengan jaksa penuntut. Menurut Joko, penggunaan dana penunjang kegiatan oleh terdakwa tidak memperkaya diri secara melawan hukum dan merugikan negara seperti disebut dalam dakwaan primer jaksa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ahmad, menurut Hakim Joko, juga tak terbukti memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri, sehingga merugikan negara sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Antikorupsi seperti dalam dakwaan subsider jaksa. Sebaliknya majelis hakim menyatakan dana yang diterima dan digunakan Ahmad merupakan bagian dari hak terdakwa sebagai anggota Dewan. Alasannya, dokumen seluruh anggaran Dewan dalam APBD Kota Bogor 2002 sudah diverifikasi oleh Gubernur Jawa Barat.
Hasilnya, Gubernur menyatakan APBD Bogor 2002 ataupun perubahannya tidak bertentangan dengan ketentuan umum ataupun peraturan lebih tinggi. "Hasil verifikasi tak ada catatan dari Gubernur agar APBD Kota Bogor 2002 diperbaiki. Dan akhirnya ditetapkan menjadi Perda Nomor 1 Tahun 2002 tentang APBD Kota Bogor Tahun 2002. Pada 10 Januari 2002 ditetapkan penjabaran APBD Kota Bogor Tahun 2002," kata Joko.
Selain itu, ia menambahkan, semua pengeluaran dalam pelaksanakan APBD 2002 sudah dipertanggungjawabkan secara tahunan. Hal itu dilakukan melalui Laporan Pertanggungjawaban Wali Kota Bogor dan penetapan Perda Perhitungan APBD Kota Bogor Tahun 2002. "Dengan demikian tidak ada kewajiban anggota Dewan memberikan bukti pengeluaran dana, selain bukti penandatanganan serah terima sebagai user dana penunjang kegiatan dengan Sekretaris DPRD. Sedangkan pertanggungjawaban penggunaannya (dana penunjang kegiatan) oleh Sekretriat DPRD," tutur Joko.
*)dari berbagai sumber
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia
Dalam vonis bebas tersebut, Achmad Ruyat tidak terbukti melakukan korupsi seperti yang dituduhkannya. Hakim beranggapan tuduan primer dan subsiser tidak terbukti.
Menurut Pengcara Achmad Ruyat, Soleh Amim, hakim memiliki independensi, tidak bisa diintervensi, dan sangat jeli melihat fakta-fakta persidangan.
Selain itu, baik saksi ahli maupun saksi yang didatangkan jaksa semuanya menyakatan dakwaan jaksa tidak terbukti dan Perda Nomor 1 Tahun 2002 itu adalah produk hukum yang tidak pernah judicial review dan sudah melalui evaluasi gubernur yang artinya tidak ada pelanggaran apapun.
Soleh juga bersyukur atas vonis bebas murni tersebut. "Apa yang dilakukan hakim sudah tepat dan klien kami memang tidak melakukan korupsi seperti apa yang dituduhkannya," ujarnya.
"Saya siap menjabat kembali dan mengikuti aturan main dan siap melaksanakan tuga mengabdi kepada rakyat," ujar Achmad Ruyat.
Sidang tersebut dihadiri istri, anak-anak, dan keluarga Achmad Ruyat. Setelah vonis, Achmad Ruyat langsung sujud syukur di hadapan hakim.
----
Wakil Walikota Bogor nonaktif Ahmad Ru'yat divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (9/8/2011). Ahmad dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas perkara dugaan kasus korupsi penerimaan tunjangan anggota DPRD. Padahal sebelumnya JPU menuntut terdakwa dengan 4 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta.
"Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan JPU. Karena itu terdakwa harus dipulihkan hak-haknya seperti sebelum perkara ini," ujar Ketua Majelis Hakim Joko Siswanto dalam sidang pembacaan putusan di ruang sidang VI, Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LRE Martadinata, Kamis (9/9/2011).
Majelis hakim membebaskan baik dakwaan primer maupun sekunder. Majelis hakim menilai, tunjangan yang diterima oleh terdakwa sudah sesuai dengan aturan dan merupakan bagian dari haknya sebagai anggota DPRD.
"Unsur memperkaya diri sendiri dalam dalam dakwaan subsider tidak terbukti," lanjutnya.
Ahmad yang menjadi anggota DPRD Kota Bogor periode 1999-2004 itu menerima dana penunjang kegiatan DPRD Kota Bogor sebesar Rp 122 juta pada APBD 2002.
Para hakim menyebutkan beberapa pertimbangan membebaskan terdakwa. Joko menjelaskan, seperti anggota Dewan Kota Bogor lainnya, saat itu Ahmad menerima duit dana penunjang kegiatan sekitar Rp 122,4 juta per anggota Dewan dari pos anggaran Dewan pada APBD Kota Bogor tahun 2002.
Duit Rp 122,4 juta yang dicairkan secara bertahap itu antara lain untuk biaya khusus anggota Dewan, tunjangan perumahan, biaya general check up, tunjangan hari raya, dan operasional kegiatan pemantauan lapangan. Juga dana taktis pimpinan Dewan, uang reses, dana mobilisasi, uang kunjungan kerja, dan dana asuransi. Namun majelis hakim tak sependapat dengan jaksa penuntut. Menurut Joko, penggunaan dana penunjang kegiatan oleh terdakwa tidak memperkaya diri secara melawan hukum dan merugikan negara seperti disebut dalam dakwaan primer jaksa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ahmad, menurut Hakim Joko, juga tak terbukti memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri, sehingga merugikan negara sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Antikorupsi seperti dalam dakwaan subsider jaksa. Sebaliknya majelis hakim menyatakan dana yang diterima dan digunakan Ahmad merupakan bagian dari hak terdakwa sebagai anggota Dewan. Alasannya, dokumen seluruh anggaran Dewan dalam APBD Kota Bogor 2002 sudah diverifikasi oleh Gubernur Jawa Barat.
Hasilnya, Gubernur menyatakan APBD Bogor 2002 ataupun perubahannya tidak bertentangan dengan ketentuan umum ataupun peraturan lebih tinggi. "Hasil verifikasi tak ada catatan dari Gubernur agar APBD Kota Bogor 2002 diperbaiki. Dan akhirnya ditetapkan menjadi Perda Nomor 1 Tahun 2002 tentang APBD Kota Bogor Tahun 2002. Pada 10 Januari 2002 ditetapkan penjabaran APBD Kota Bogor Tahun 2002," kata Joko.
Selain itu, ia menambahkan, semua pengeluaran dalam pelaksanakan APBD 2002 sudah dipertanggungjawabkan secara tahunan. Hal itu dilakukan melalui Laporan Pertanggungjawaban Wali Kota Bogor dan penetapan Perda Perhitungan APBD Kota Bogor Tahun 2002. "Dengan demikian tidak ada kewajiban anggota Dewan memberikan bukti pengeluaran dana, selain bukti penandatanganan serah terima sebagai user dana penunjang kegiatan dengan Sekretaris DPRD. Sedangkan pertanggungjawaban penggunaannya (dana penunjang kegiatan) oleh Sekretriat DPRD," tutur Joko.
*)dari berbagai sumber
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia