Nilai-Nilai Harokah dalam Peristiwa Isra' dan Mi'raj

Oleh Ustadz Muhammad Ridwan*
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (17:1)

Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah sebuah peristiwa Maha dahsyat yang terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun ke 12 dari kenabian. dimana Alloh SWT mengawali firman Nya dalam surat Al-Isra’ ayat 1 dengan kalimat Subhana (Maha Suci Alloh) untuk menggambarkan betapa Agung dan Sucinya peristiwa ini, didalamnya banyak terkandung hikmah dan pelajaran yang sangat berharga bagi Rasululloh sendiri, sahabat, hingga kita ummatnya yang hidup di zaman kini. Peristiwa ini lebih tepatnya tejadi kira-kira 8 bulan sebelum Hijrahnya Rasululloh Saw dari Mekkah ke Madinah. Sehingga para Mufassirin berpendapat bahwa ada Korelasi yang kuat antara peristiwa Isra’ mi’raj dengan Peristiwa hijrah. Ada Nilai-Nilai Harokah (Pergerakan Dakwah) yang terkandung didalamnya.

Ada dua fase yang harus kita cermati jika kita ingin mengambil makna harokiyah dari peristiwa mi’raj. Fase yang pertama adalah sebelum Isra Mi’raj, yang kedua adalah fase di saat Rasululloh di Isra’mi’rajkan.

PERTAMA: Fase sebelum Isra Mi’raj

1. Al Fitnatu Alaa thoriiqid dakwah ( Fitnah dijalan dakwah )

Fitnah dan gangguan yang dialami disepanjang perjalanan dakwah Rasululloh sebelum isra’ mi’raj merupakan salah satu penyebab semakin terasa beratnya Amanah dakwah yang dipikul oleh Rasululloh dan para sahabatnya dikala itu, terlebih lagi peristiwa boikot yang dilakukan orang kaum Quraisy kepada seluruh keluarga Bani Hasyim. Kaum Quraisy tahu bahwa sumber kekuatan Nabi Saw adalah keluarganya. Oleh karena itu untuk menghentikan dakwah Nabi Saw sekaligus menyakitinya, mereka sepakat untuk tidak mengadakan perkawinan, transaksi jual beli dan berbicara dengan keluarga bani Hasyim. Mereka juga bersepakat untuk tidak menjenguk yang sakit dan mengantar yang meninggal dunia dari keluarga Bani Hasyim. Boikot ini berlangsung kurang lebih selama tiga tahun. Tentunya boikot selama itu telah mendatangkan penderitaan dan kesengsaraan khususnya kepada Nabi Saw dan umumnya kepada keluarga Bani Hasyim. Hal ini menyiratkan makna bagi kita bahwa : Ujian-ujian berat akan selalu mengiringi perjuangan para penggiat dakwah (Muharik dakwah) dimanapun dan sampai kapanpun.

Firman Alloh dalam surat Al-Anfal ayat 30

وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُواْ لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللّهُ وَاللّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ

Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.

2. Ahamiyah Ta’yiidu da’wah (Urgensi Dukungan Terhadap Dakwah)

Peristiwa wafatnya paman beliau, Abu Thalib. Peristiwa ini menjadi sangat penting dalam perjalanan dakwah Nabi Saw sebab Abu Thalib adalah salah satu paman beliau yang senantiasa mendukung dakwahnya dan melindungi dirinya dari kejahilan kaum Quraisy. Dukungan dan perlindungan Abu Thalib itu tergambar dari janjinya," Demi Allah mereka tidak akan bisa mengusikmu, kecuali kalau aku telah dikuburkan ke dalam tanah." Janji Abu Thalib ini benar. Ketika ia masih hidup tidak banyak orang yang berani mengusik Nabi Muhammad Saw, namun setelah ia wafat kaum Quraisy menjadi leluasa untuk menyakitinya .

Peristiwa wafatnya istri beliau, Siti Khadijah r.a. Peristiwa ini terjadi tiga hari setelah pamannya wafat. Siti Khadijah bagi Nabi Saw bukan hanya seorang istri yang paling dicintai, tapi juga sebagai sahabat yang senantiasa mendukung perjuangannya baik material maupun spiritual, yang senantiasa bersama baik dalam keadaan suka maupun duka. Oleh karena itu, wafatnya Siti Khadijah menjadi pukulan besar bagi perjuangan Nabi Saw. Namun Alloh menghibur Rasululloh dengan Firmannya di surat al-anfal ayat 64

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mu'min yang mengikutimu.

Dari dua peristiwa yang disebut sebagai peristiwa Amul huzn (tahun Duka Cita) tergambarkanlah bahwa betapa pentingnya dukungan keluarga terhadap dakwah. Namun dukungan utama kita adalah Alloh SWT (Ta’yidulloh) dan dukungan orang-orang yang beriman(Ta’yidul Mu’minin).

KEDUA: Fase Isra’ dan Mi’raj

3. Al-masjidu Markazul Harakah (Masjid sebagai pusat pergerakan)

Sebelum Rasulullah mi’raj ke sidratil muntaha bersama malaikat jibril mengendarai buraq. Beliau SAW mengawali perjalanannya (isra’) dari Masjidil haram ke masjidil Aqso (minal masjid ilal masjid) bahkan nabi sempat mengimami sholat bersama para nabi dimasjid al-aqso (palestina) sabdanya :

Dari Abu Hurairah, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW : "..... Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama'ah para nabi. Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar seakan-akan dia termasuk suku Sanu'ah. Dan ada pula 'Isa bin Maryam alaihi`ssalam sedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya adalah 'Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim 'alaihi`ssalam sedang berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini, yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas aku mengimami mereka. Seusai shalat, ada yang berkata (Jibril): "Wahai Muhammad, ini adalah Malik, penjaga neraka. Berilah salam kepadanya!" Akupun menoleh kepadanya, namun dia mendahuluiku memberi salam.(H.R.Muslim)

Jika ummat islam ingin kembali kepada kejayaannya maka kembalilah ke masjid ( back to mosque), jadikan mesjid sebagai pusat perjuangan.

4. Ats-tsiqoh bil qiyadah (Percaya kepada Pemimpin dakwah)

Saat Nabi SAW diisrakan ke Masjid al-Aqsha, subuhnya orang-orang membicarakan hal itu. Maka sebagian orang murtad dari yang awalnya beriman dan membenarkan beliau. Mereka memberitahukan hal itu kepada Abu Bakar radhiya`llahu anhu. Mereka bertanya: "Apa pendapatmu tentang sahabatmu yang mengaku bahwasanya dia diisrakan malam tadi ke Baitul Maqdis?" Dia (Abu Bakar) menjawab: "Apakah ia berkata demikian?" Mereka berkata: Ya. Dia menjawab: "Jika ia mengatakan itu, maka sungguh ia telah (berkata) jujur." Mereka berkata: "Apakah engkau membenarkannya bahwasanya dia pergi malam tadi ke Baitul Maqdis dan sudah pulang sebelum subuh?" Dia menjawab: "Ya, sungguh aku membenarkannya (bahkan) yang lebih jauh dari itu. Aku membenarkannya terhadap berita langit (yang datang) di waktu pagi maupun sore." Maka karena hal itulah, Abu Bakar diberi nama ash-Shiddiq (orang yang membenarkan). HR al-Hakim dari Aisyah radhiyallahu anha. Shahih lighairih menurut dalam ash-Shahihah (I: 306)

Sikap yang ditunjukkan oleh Abu Bakar As-Shidiq adalah sifat seorang kader dakwah sejati yang begitu tsiqohnya terhadap Rasululloh sebagai Qiyadah Dakwah ( pimpinan dakwah ) tak terpendam dalam hatinya Amrodutsstiqoh (krisis kepercayaan) karena Rasululloh adalah seorang qiyadah yang memiliki sifat Shidiq, Amanah, Tabligh,dan Fathonah.

Wallohu a’lam

*)sumber: http://www.islamedia.web.id/2011/06/nilai-nilai-harokah-dalam-peristiwa.html


*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia
Baca juga :