Mesir, Milik Islamis dan Loyalis?


Kubu Islamis (IM) dan sisa loyalis Mubarak dinilai lebih siap secara organisasi dan dana dalam menghadapi pemilu.
...

Oleh: Musthafa Abd Rahman

[KOMPAS]- MESIR sukses menyelenggarakan referendum atas amandemen konstitusi secara tertib dan damai, Sabtu lalu (19/3/11). Referendum tersebut dianggap sebagai uji coba pertama rakyat Mesir untuk menjalankan demokrasi setelah sukses mengobarkan revolusi 25 Januari, yang menumbangkan rezim Presiden Hosni Mubarak.

Di antara pasal konstitusi Mesir yang diamandemen adalah pembatasan masa jabatan presiden Mesir, yaitu paling banyak dua kali masa jabatan dengan setiap masa jabatan selama empat tahun.

Presiden Mesir juga diwajibkan menunjuk seorang atau lebih wakil presiden dalam 60 hari pertama berkuasa.

Ada dua pesan penting dari penyelenggaraan referendum amandemen konstitusi itu. Pertama, rakyat Mesir cukup berhasil menjalani uji coba pertama berdemokrasi.

Dalam konteks suasana Kairo, dalam pengamatan Kompas ketika berkeliling di kota itu, terlihat antrean panjang warga Kairo yang ingin memberikan suara di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS). Bahkan, antrean itu membuat macet jalan di sekitar TPS.

Rakyat Mesir begitu bersemangat memberikan suaranya sekaligus ingin mencitrakan Mesir sebagai negara demokratis. Di sejumlah TPS di kawasan Nasr City, sekelompok pemuda membawa pamflet bertuliskan ”Tidak penting memberi suara setuju atau menolak, yang penting suara Anda sangat berarti dalam membangun demokrasi di negeri ini”. Pemandangan seperti itu tidak pernah terjadi pada pemilu era Presiden Mubarak.

Jumlah partisipasi rakyat dalam referendum itu juga menunjukkan perubahan besar dibandingkan dengan sebelum revolusi 25 Januari. Tercatat 41 persen atau sekitar 18 juta dari 45 juta warga yang memiliki hak pilih memberikan suaranya. Dari 18 juta pemilih itu, sebanyak 77,2 persen memberikan suara setuju, berbanding 22,8 persen yang menolak.

Persentase keikutsertaan pemilih itu merupakan yang terbesar sejak revolusi Mesir tahun 1952. Pada era Presiden Anwar Sadat dan Mubarak, hanya 10 hingga 15 persen pemilik suara yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.

Kedua, referendum amandemen konstitusi merupakan uji coba pertama cara mengelola perbedaan pendapat secara demokratis antarkekuatan politik yang muncul pascarevolusi. Menjelang referendum, media massa Mesir, baik cetak, elektronik, maupun online, bahkan forum seminar, diramaikan polemik soal amandemen konstitusi. Mereka yang dulu bersatu melawan Mubarak tiba-tiba bertengkar di televisi dan halaman surat kabar.

Dua kubu

Ada dua kubu yang berbeda pendapat soal amandemen konstitusi. Pertama, Ikhwanul Muslimin atau kubu Islamis dan loyalis Mubarak yang mendukung amandemen konstitusi.

Kedua, partai politik dan kandidat presiden mendatang, seperti Amr Mousa (kini masih menjabat Sekjen Liga Arab) dan Mohamed ElBaradei (mantan Direktur Badan Tenaga Atom Internasional/IAEA), yang menolak amandemen konstitusi.

Mereka (yang menolak amandemen) meminta dibentuk badan presidium sebagai pemerintah transisi atau memperpanjang jabatan dewan agung militer yang kini berkuasa, satu hingga dua tahun lagi. Pada masa itu, badan presidium atau dewan agung militer membentuk lembaga pendiri yang bertugas menyusun konstitusi baru.

Kubu penolak amandemen berpandangan, jika amandemen konstitusi disetujui dan pemilu parlemen digelar dalam enam bulan mendatang, dilanjutkan pemilu presiden, kubu Islamis dan sisa loyalis Mubarak akan memenangi pemilu itu.

Kubu Islamis dan sisa loyalis Mubarak dinilai lebih siap secara organisasi dan dana dalam menghadapi pemilu. Karena itu, kelompok penentang amandemen meminta perpanjangan waktu untuk menyusun konstitusi baru, daripada mengamandemen konstitusi lama, agar kekuatan politik yang lain lebih siap menghadapi pemilu.

Namun, opini yang dibangun kubu penentang amandemen tidak membawa hasil. Referendum tetap digelar dan mereka juga kalah telak. Maka, tiba waktunya bagi mereka untuk bekerja keras memenangi pemilu. Pemilu parlemen dijadwalkan digelar September dan pemilu presiden pada bulan November atau awal Desember.

Jika kekuatan politik penentang amandemen itu tak segera membangun kekuatan pada sisa waktu enam bulan ini, bisa jadi kalkulasi mereka menjadi kenyataan, yaitu Ikhwanul Muslimin atau sisa loyalis Mubarak berkuasa di Mesir.

*sumber: KOMPAS cetak (25/3/11)
*posted: pkspiyungan.blogspot.com
Baca juga :