Oleh Rico Marbun*
...
...
[detik.com]-Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sepertinya sedang dirudung masalah silih berganti. Awal Maret lalu, Anis Matta yang kebetulan menjabat sebagai sekjen partai sekaligus Wakil Ketua DPR RI diserang oleh penyebaran video asusila palsu lewat dunia maya. Belum genap sebulan, PKS kembali disibukkan oleh berita miring yang kali ini dihembuskan oleh salah satu mantan kolega, Yusuf Supendi.
Tanpa ragu, Yusuf melaporkan Presiden PKS ke Badan Kehormatan (BK) DPR dan Anis Matta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menanggapi manuver tersebut, Mahfudz Siddiq, salah satu Wasekjen PKS, mengatakan bahwa ulah mantan kader senior tersebut adalah bagian dari skenario besar sudutkan PKS. Benarkah?
Menurut saya, pernyataan Mahfudz tidak salah namun juga belum utuh. Tanpa berpikir secara 'konspiratif' pun, terlihat bahwa kisruh politik yang dialami PKS juga dialami beberapa partai lainnya. Artinya, PKS bukanlah single & unique target. Lantas apa target sebenarnya dari rentetan kisruh politik akhir-akhir ini? Jawaban secara objektif hanya bisa diperoleh melalui bedah kronologis, identifikasi target serta karakter serangan politik.
Pertama, gelombang serangan terhadap partai selalu terpaut dengan upaya pengungkapan skandal besar. Coba kita bedah satu per satu secara kronologis. Bulan Desember 2009, Pansus DPR untuk mengusut skandal bailout Century Rp 6,7 trilliun terbentuk. Tiga bulan kemudian. Staf ahli Kepresidenan bidang bencana, Andi Arief, melaporkan tokoh kritis PKS, Misbakhun ke Mabes Polri. Dan, tak lebih satu bulan setelah paripurna DPR pada bulan Maret 2010 memutuskan telah terjadi penyimpangan dalam skandal bailout Century, salah satu anggota tim 9 tersebut dijebloskan ke penjara.
Insiden politik semakin bertambah seru ketika pertengahan Januari 2011 lalu, Komisi III DPR bersepakat membentuk Panitia Kerja (PANJA) untuk mengusut tuntas mafia pajak. Herannya, tak lama kemudian, tepatnya akhir Januari 2011, 10 politisi Golkar dan 13 politisi PDIP termasuk Panda Nababan diciduk dan dijebloskan ke penjara. Yang memancing kecurigaan banyak pihak, kasus yang membelit terkesan dihidupkan kembali setelah hampir empat tahun mati suri. Pihak yang kontra, menuding KPK bermain politik dan melakukan tebang pilih. Mereka menilai pisau KPK tidak tajam ketika berhadapan dengan kasus yang melibatkan tokoh penting partai incumbent.
Hebatnya lagi, pada saat yang bersamaan 'black campaign' terhadap tokoh kritis Golkar Bambang Soesatyo juga terjadi. Tiba-tiba saja, fotokopi surat Ditjen Pajak yang mempermasalahkan laporan pajak Bambang tersebar di gedung DPR dan di kalangan media. Selanjutnya,belum genap sebulan, giliran Fahri Hamzah dituding oleh Andi Arief pernah melakukan upaya pemerasan via twitter. Entah karena apa, kasus ini hilang begitu saja.
Perkembangan terkini, huru hara politik yang membelit satu persatu tokoh PKS kembali terjadi tak lama setelah DPR memparipurnakan aspirasi untuk meggunakan Hak Angket membongkar Mafia Pajak pada 22 Februari lalu. Walau gagal dibentuk, bola salju kisruh politik pasca voting Hak Angket terlanjur bergulir dan sulit diredam.
Benang merah untaian kronologis dapat dipahami lebih jernih dengan melihat elemen kedua dan ketiga. Target serta karakter serangan. Seluruh target serangan faktanya adalah para tokoh yang kritis dan getol membongkar mega-skandal yang diduga melibatkan 'inner circle' kekuasaan. Dan karakter serangan selalu diarahkan untuk membunuh legitimasi moral para tokoh dan partai. Tidak berlebihan jika dikatakan modus serangan selalu berujung pada character assassination.
Ini berarti, tanpa menguras otak-pun, agak sulit rasanya menerima bahwa rangkaian serangan politik terhadap PDIP, Golkar dan PKS hanya terjadi secara acak dan 'kebetulan'. Melihat modus, konsistensi serta 'timing', tujuan besar dari gonjang-ganjing politik sepertinya diarahkan untuk mengendalikan pihak yang kritis dan berani beroposisi, bahkan kepada partai yang notabene anggota koalisi. Pertanyaan penting selanjutnya adalah; "Jika serangan politik ini berhasil melumpuhkan daya kritis partai serta indinvidu, siapakah yang rugi?" Untuk yang satu ini, saya serahkan jawabannya kepada Anda.
*) Rico Marbun, peneliti The Future Institute, staf pengajar Universitas Paramadina & PTIK. Alamat email: ricoui@yahoo.com
*sumber: http://www.detiknews.com/read/2011/03/24/131828/1600331/103/menaklukkan-oposisi
*posted: pkspiyungan.blogspot.com
Tanpa ragu, Yusuf melaporkan Presiden PKS ke Badan Kehormatan (BK) DPR dan Anis Matta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menanggapi manuver tersebut, Mahfudz Siddiq, salah satu Wasekjen PKS, mengatakan bahwa ulah mantan kader senior tersebut adalah bagian dari skenario besar sudutkan PKS. Benarkah?
Menurut saya, pernyataan Mahfudz tidak salah namun juga belum utuh. Tanpa berpikir secara 'konspiratif' pun, terlihat bahwa kisruh politik yang dialami PKS juga dialami beberapa partai lainnya. Artinya, PKS bukanlah single & unique target. Lantas apa target sebenarnya dari rentetan kisruh politik akhir-akhir ini? Jawaban secara objektif hanya bisa diperoleh melalui bedah kronologis, identifikasi target serta karakter serangan politik.
Pertama, gelombang serangan terhadap partai selalu terpaut dengan upaya pengungkapan skandal besar. Coba kita bedah satu per satu secara kronologis. Bulan Desember 2009, Pansus DPR untuk mengusut skandal bailout Century Rp 6,7 trilliun terbentuk. Tiga bulan kemudian. Staf ahli Kepresidenan bidang bencana, Andi Arief, melaporkan tokoh kritis PKS, Misbakhun ke Mabes Polri. Dan, tak lebih satu bulan setelah paripurna DPR pada bulan Maret 2010 memutuskan telah terjadi penyimpangan dalam skandal bailout Century, salah satu anggota tim 9 tersebut dijebloskan ke penjara.
Insiden politik semakin bertambah seru ketika pertengahan Januari 2011 lalu, Komisi III DPR bersepakat membentuk Panitia Kerja (PANJA) untuk mengusut tuntas mafia pajak. Herannya, tak lama kemudian, tepatnya akhir Januari 2011, 10 politisi Golkar dan 13 politisi PDIP termasuk Panda Nababan diciduk dan dijebloskan ke penjara. Yang memancing kecurigaan banyak pihak, kasus yang membelit terkesan dihidupkan kembali setelah hampir empat tahun mati suri. Pihak yang kontra, menuding KPK bermain politik dan melakukan tebang pilih. Mereka menilai pisau KPK tidak tajam ketika berhadapan dengan kasus yang melibatkan tokoh penting partai incumbent.
Hebatnya lagi, pada saat yang bersamaan 'black campaign' terhadap tokoh kritis Golkar Bambang Soesatyo juga terjadi. Tiba-tiba saja, fotokopi surat Ditjen Pajak yang mempermasalahkan laporan pajak Bambang tersebar di gedung DPR dan di kalangan media. Selanjutnya,belum genap sebulan, giliran Fahri Hamzah dituding oleh Andi Arief pernah melakukan upaya pemerasan via twitter. Entah karena apa, kasus ini hilang begitu saja.
Perkembangan terkini, huru hara politik yang membelit satu persatu tokoh PKS kembali terjadi tak lama setelah DPR memparipurnakan aspirasi untuk meggunakan Hak Angket membongkar Mafia Pajak pada 22 Februari lalu. Walau gagal dibentuk, bola salju kisruh politik pasca voting Hak Angket terlanjur bergulir dan sulit diredam.
Benang merah untaian kronologis dapat dipahami lebih jernih dengan melihat elemen kedua dan ketiga. Target serta karakter serangan. Seluruh target serangan faktanya adalah para tokoh yang kritis dan getol membongkar mega-skandal yang diduga melibatkan 'inner circle' kekuasaan. Dan karakter serangan selalu diarahkan untuk membunuh legitimasi moral para tokoh dan partai. Tidak berlebihan jika dikatakan modus serangan selalu berujung pada character assassination.
Ini berarti, tanpa menguras otak-pun, agak sulit rasanya menerima bahwa rangkaian serangan politik terhadap PDIP, Golkar dan PKS hanya terjadi secara acak dan 'kebetulan'. Melihat modus, konsistensi serta 'timing', tujuan besar dari gonjang-ganjing politik sepertinya diarahkan untuk mengendalikan pihak yang kritis dan berani beroposisi, bahkan kepada partai yang notabene anggota koalisi. Pertanyaan penting selanjutnya adalah; "Jika serangan politik ini berhasil melumpuhkan daya kritis partai serta indinvidu, siapakah yang rugi?" Untuk yang satu ini, saya serahkan jawabannya kepada Anda.
*) Rico Marbun, peneliti The Future Institute, staf pengajar Universitas Paramadina & PTIK. Alamat email: ricoui@yahoo.com
*sumber: http://www.detiknews.com/read/2011/03/24/131828/1600331/103/menaklukkan-oposisi
*posted: pkspiyungan.blogspot.com