
• Sebelum kau tidur, ingat kan pertanyaan ku tahun lalu. Aku masih ingat senja dingin itu. Hujan bercampur kilat.
• Aku tanya #tentangApa yang kau pikirkan, tentang kegalauanmu yang tak pernah putus. Tentang dahumu yg terus berkerut.
• Juga tentang seluruh rambutmu yang memutih. Jangan2 itu semua karena kau tak sanggup ungkap #tentangApa yang kau permasalahkan.
• Kukatakan, apakah ini soal dirimu atau soal kita. Mungkin kau belum tahu membedakan apa yg tentang kau dan apa yg tentang kita.
• Tentang kau artinya urusan dirimu secara pribadi, kaulah masalahnya dan hanya tentang kau dan kaulah yg harus tuntaskan.
• Adapun tentang kita artinya urusan bersama yg semua orang harus tahu dan terlibat. Semua orang setidaknya wajib mendengar.
• Sehingga aku bertanya kembali kawan, soal yg pernah kukatan, "ini #tentangApa? Ini tentang siapa? Dan ini apa?"
• Dia tertunduk, janggut-nya pun sudah memutih. Wajahnya seperti punya kharisma tapi dia duduk seperti orang yang tidak tenang.
• Aku belajar psikology bertahun-tahun. Aku tahu dia labil, pendiriannya gampang sekali diombang-ambing. Maka kudiamkan.
• Sesekali kutawarkan minum dan sesekali dia menatapku ragu. Dia memang jarang bicara, jika bicara seperti orang salah tingkah.
• Hampir dua tahun kami tak pernah berjumpa, sejak percakapan kami yg tajam itu dan kami berpisah tanpa tanda baca.
• Aku dengar ia marah karena pertanyaanku dan dia tidak terima diberi nasihat. Berkali2 memang ia pernah mengirim pesan pendek.
• Tapi aku tahu bersikap, sejauh ini bukan urusan bersama maka kita tidak layak perdengarkan kemana-mana, dia tak setuju.
• Maka, di suatu sore, aku melihatnya di layar kaca. Ramai wartawan mengerubunginya. Ada apa rupanya? Pikirku.
• Maka kukeraskan volume TV-ku dan aku coba menyimak, lama aku sulit mengerti apa yg ia katakan. Dari dulu dia sulit dimengerti.
• Akhirnya, yang terang darinya hanyalah kata-kata "ini soal harga diri" dan selebihnya dia memaki semua sahabat lamanya.
• Namaku disebut berkali-kali. aku termenung "mengapa?" Seakan akulah penyebab seluruh gelisahanya atau apakah karena cintanya?
• Apakah orang absah memaki karena cinta? Apakah cinta menyeretnya menjadi kekanak-kanakan? Entahlah...yg terang ini misteri karena pertanyaan pertama tak terjawab. Ini sebetulnya #tentangApa kawan?
*posted: pkspiyungan.blogspot.com
• Dia tertunduk, janggut-nya pun sudah memutih. Wajahnya seperti punya kharisma tapi dia duduk seperti orang yang tidak tenang.
• Aku belajar psikology bertahun-tahun. Aku tahu dia labil, pendiriannya gampang sekali diombang-ambing. Maka kudiamkan.
• Sesekali kutawarkan minum dan sesekali dia menatapku ragu. Dia memang jarang bicara, jika bicara seperti orang salah tingkah.
• Hampir dua tahun kami tak pernah berjumpa, sejak percakapan kami yg tajam itu dan kami berpisah tanpa tanda baca.
• Aku dengar ia marah karena pertanyaanku dan dia tidak terima diberi nasihat. Berkali2 memang ia pernah mengirim pesan pendek.
• Tapi aku tahu bersikap, sejauh ini bukan urusan bersama maka kita tidak layak perdengarkan kemana-mana, dia tak setuju.
• Maka, di suatu sore, aku melihatnya di layar kaca. Ramai wartawan mengerubunginya. Ada apa rupanya? Pikirku.
• Maka kukeraskan volume TV-ku dan aku coba menyimak, lama aku sulit mengerti apa yg ia katakan. Dari dulu dia sulit dimengerti.
• Akhirnya, yang terang darinya hanyalah kata-kata "ini soal harga diri" dan selebihnya dia memaki semua sahabat lamanya.
• Namaku disebut berkali-kali. aku termenung "mengapa?" Seakan akulah penyebab seluruh gelisahanya atau apakah karena cintanya?
• Apakah orang absah memaki karena cinta? Apakah cinta menyeretnya menjadi kekanak-kanakan? Entahlah...yg terang ini misteri karena pertanyaan pertama tak terjawab. Ini sebetulnya #tentangApa kawan?
*posted: pkspiyungan.blogspot.com