Kami adalah milik kalian

By: Abu Hasan Surhim
Panas yang membakar coba ditepisnya dengan mengipaskan selendang. Namun si bungsu dalam gendongannya sesekali masih menangis. Mungkin karena hawa panas atau menahan sakit akibat batuk dan pilek yang sudah dideritanya empat hari ini. Usia satu tahun memang belum bisa mengungkapkan perasaan dengan bahasa kata.

Siang terik itu Marjiyem rela berjalan kaki menggendong anak ketiganya melintasi dusun tetangga. Dia mendengar kabar kalau akan ada pengobatan gratis dari PKS di dusun Wanujoyo Kidul, Piyungan, Bantul. Untuk menahan sengatan mentari, kepala putri kecilnya itu ditutupi topi kuncung merah-biru. Dia sendiri tidak bertutup kepala, hanya kaos pendek putih berlengan hijau, kaos ‘kenang-kenangan’ pemilu 2009 dari caleg PKNU nomor urut 5. Dusun sini dan sekitarnya memang basis nahdhiyin di kecamatan Piyungan.

Sudah banyak mbah-mbah dan ibu-ibu yang berkumpul di rumah Pak Dukuh tempat acara pengobatan gratis yang digelar PKS Piyungan saat ibu tiga anak ini sampai disana. Terpampang jelas spanduk kecil ‘Pos Pelayanan Kesehatan PKS’ di teras rumah Pak Dukuh. Akh Sugeng yang bertindak selaku ‘among tamu’ langsung mengantar dan mempersilahkan ibu ini untuk mendaftar dulu.

“Sinten ingkang sakit, bu?” (siapa yang sakit, bu?) sapa akh Haryadi yang bertugas di loket pendaftaran.
“Niki lare kulo, Tri Utami,” (anak saya, Tri Utami) sang ibu membelai si bungsu yang tergolek lemas.
“Oh, dik kecil. Yuswo nipun pinten bu?” (anaknya umur berapa?)
“Setahun, mas”
“Sakit nopo, bu?” (sakit apa?)
“Watuk pilek. Pun kawan dinten.” (batuk pilek sudah empat hari)
“RT pinten bu?”
“Kulo saking Wanujoyo Lor RT tigo”
“Oh njih, monggo lenggah rumiyin”. (Silahkan duduk dulu bu)

Sambil duduk dan kadang berdiri bila si kecil rewel, bu Marjiyem berkumpul bersama ibu-ibu dan mbah-mbah yang lesehan mengantri panggilan pak dokter. Jumlah pasien siang itu memang membludak. Sama membludaknya dengan kader ikhwan akhwat yang datang bahu membahu melayani warga.

Dua hari setelah aksi pelayanan kesehatan di Wanujoyo Kidul, akh Sugeng yang merupakan kader asli wanujoyo bersilaturohim ke rumah ibu Marjiyem. Senyum dan keramahan menyambut kedatangannya.

“Alhamdulillah, lare kulo pun mendingan. Watuk pilek pun sudo. Matur suwun saestu, mas,” (Alhamdulillah, anak saya sudah membaik kondisinya. Batuk pileknya sudah berangsur hilang. Terimakasih banyak, mas) ujar Pak Suroto suami bu Marjiyem yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan.

Lega kami mendengar kabar dik Tri Utami yang sudah baikan. Mudah-mudahan amal kecil itu bisa sedikit meringankan beban hidup keluarga bu Marjiyem dan ibu-ibu lain yang kami sendiri tidak mengenalnya. Kami sadar tidak bisa menuntaskan segala problem mereka. Tapi kami juga tahu bahwa kami harus berbuat sekecil apapun yang bisa.

"Betapa inginnya kami agar umat ini mengetahui bahwa mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri. Kami berbangga ketika jiwa-jiwa kami gugur sebagai penebus bagi kehormatan mereka, jika memang tebusan itu yang diperlukan. Atau menjadi harga bagi tegaknya kejayaan, kemuliaan, dan terwujudnya cita-cita mereka, jika memang itu harga yang harus dibayar. Tiada sesuatu yang membuat kami bersikap seperti itu selain rasa cinta yang telah mengharu biru hati kami, menguasai perasaan kami, memeras habis air mata kami. Betapa berat rasa di hati ketika kami menyaksikan bencana yang mencabik-cabik umat ini, sementara kita hanya pasrah oleh keputusasaan."

"Sungguh, kami berbuat di jalan Allah untuk kemaslahatan seluruh manusia, lebih banyak dari apa yang kami lakukan untuk kepentingan diri kami. Kami adalah milik kalian wahai saudara-saudara tercinta. Sesaat pun kami tak akan pernah menjadi musuh kalian." [Hasan Al-Banna]

*posted by: pkspiyungan.blogspot.com
Baca juga :